Part 11

641 98 22
                                    

Brak!

Ali menendang kasar pintu kelas 10 IPS 2, membuat semua penghuni kelas yang tadinya fokus ke papan tulis putih didepannya, kini terpelonjak kaget.

"Gavali?" Laki-laki yang sudah berkepala empat itu menurunkan sedikit kacamata lensanya, agar bisa menatap Ali lebih jelas.

Ali menghela berat. Pak Arif, selaku guru Bahasa Inggris  tengah mengajar dikelas ini. Satu-satunya guru yang paling ia segani, setelah Bu Ruri Ali masukan ke  dalam daftar guru yang paling ia benci. Selain karna Pak Arif guru yang baik dan arif—sesuai dengan namanya, Ali menyegani Pak Arif karna beliau  berteman baik dengan Ayahnya. Dan satu lagi, Pak Arif adalah satu-satunya Guru yang memanggil Ali dengan sebutan Gavali. Tidak pernah lelaki baik itu memanggilnya dengan sebutan Ali. Dan hanya dengan Pak Arif, Ali akan menunjuk dirinya sebagai Ali. Bukan sebagai aku atau pun saya.

"Ada Apa, Gavali?" tanya Pak Arif.

Ali menyapu pandangannya ke seluruh penjuru kelas, mencari-cari objek yang sejak tadi membuat darahnya mendidih.

"Ali ingin menemui Trio, Pak." Ali masih berusaha untuk sopan pada Pak Arif. Biar bagaimanapun, Ali tidak mungkin meluapkan emosinya di depan Pak Arif. Pak Arif sudah seperti ayahnya sendiri.

"Trio, ya?" Pak Arif melihat buku absennya. "Hari ini Trio tidak masuk, Gavali. Dia membuat surat izin sakit."

Ali berdecak pelan. Jika Trio tidak masuk, lalu, siapa yang menyebar  foto itu? Ali berpikir keras. Setengah egonya tetap menuduh Trio, tapi setengah logikanya masih menimbang-nimbang, jika dalang dari tersebarnya foto itu bukanlah Trio. Tapi, jika bukan Trio, siapa lagi?

"Gavali?" panggilan dari Pak Arif, membuyarkan lamunan Ali.

"Eh, Maaf Pak." Ali tersenyum canggung saat Pak Arif menatapnya lebih lama.

Pak Arif beranjak dari kursinya, setelah menginterupsikan muridnya untuk mengerjakan tugas yang ada di buku paket tebal, berukuran besar itu.

"Ada yang bisa Bapak bantu, Gavali?" Ali sedikit tergagap saat Pak Arif sudah berdiri di depannya.

"Tidak ada, Pak. Ali hanya mencari Trio, tapi ternyata dia tidak masuk hari ini." ujar Ali sopan.

Pak Arif mengangguk, "Bapak tahu bahwa kamu tidak pernah berteman baik dengan Trio. Tidak ada salahnya, bukan, jika Bapak menebak bahwa kamu ingin baku hantam dengan Trio?" tanya Pak Arif setengah bercanda.

Ali menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Bapak tahu kalau saya musuhan dengan Trio?"

Pak Arif tersenyum. Ia mengajak Ali untuk duduk dibangku kosong yang ada diluar kelas 10 IPS 2. Bangku yang tidak lagi di pakai, karna sudah usang. Bangku nya tidak rusak, hanya saja warna cat dan kekokohannya mulai memudar.

"Dua belas tahun bapak bersahabat dengan Ayah kamu. Apa yang terjadi dalam keluarga ayah kamu, bapak tahu semuanya. Termasuk tentang Farah—tante kamu, yang diperkosa oleh Ayah Trio, Bapak tahu." Pak Arif menoleh ke samping, menatap Ali. "Maaf Gavali, Bapak tidak bermaksud menghina tante kamu. Bapak hanya meyakinkan kamu, bahwa Bapak bukan orang asing yang ada di kehidupan Ayah kamu."

Ali mengangguk tersenyum. "Pak, apa Ali boleh bertanya sesuatu?"

" Boleh saja. Tapi jangan marah jika Bapak tidak bisa menjawabnya." balas Pak Arif.

Ali terkekeh, begitupun dengan Pak Arif. Ali akui, selera humor Pak Arif boleh juga. Ini untuk pertama kalinya Ali berbicara serius dengan Pak Arif, di dalam lingkungan sekolah. Sebelumnya, mereka hanya bertegur sapa layaknya seorang murid dengan guru, atau hanya melontarkan basa-basi ringan, jika Pak Arif berkunjung ke rumahnya.

Cinta Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang