✧ 01

2.9K 507 54
                                    

🐇

.
..
.

Mengusap pelan tengkuk lehernya yang gatal, (y/n) menoleh menatap pembeli yang memasuki toko buku miliknya.

Bibirnya mengulas senyum tipis menyambut wajah familiar pembeli yang biasa membeli beberapa buku ditempat dia bekerja.

"Selamat datang," ucapnya mengulas senyum tipis.

Para pelanggan terlihat senang dengan sopan santun penjualan miliknya. Ruangan ber-AC dengan rak-rak tinggi buku setinggi lima hingga delapan tingkat.

Satu-satunya tempat yang bisa dia jadikan pelarian dari segala tatapan mencaci masyarakat yang menganggap kehamilan sebelum menikah itu adalah aib kala itu.

Manik (e/c)nya menatap tajam rak yang terlihat sedikit berdebu. Tangannya mengambil kemoceng dan membersihkan debu yang menyelip di sana.

Bibir merah mudanya bersenandung pelan mengikuti alunan irama piano lembut yang keluar dari kotak musik. Irama yang membantu menenangkan pikiran banyak orang yang ada didalam toko buku.

Irama yang membuatnya kembali mengingat masa-masa sekolah dulu.

Sebuah tepukan pelan terasa dipundaknya. Matanya memang tak lagi memancarkan sifat kekanakan khas nya dulu. Hanya ada mata yang yang sudah melihat kejamnya dunia pada yang namanya kaum wanita.

"Ya, bibi?"

Meski dipanggil bibi oleh (y/n), wanita tua penyandang tuna wicara itu tersenyum lebar kepadanya. Tangan dan jemarinya membentuk gesture bahasa isyarat yang ditujukan padanya. Wanita itu memintanya untuk tidak melakukan pekerjaan kasar.

(Y/n) menggeleng pelan, "aku tidak apa-apa kalau bibi mempertanyakan itu." (y/n) berbalik dan mengambilkan selimut dari balik rak tempat penyimpanan selimut agar para siswa yang berniat menginap di toko buku karena kendala seperti ujian bisa mendapatkan kenyamanan mereka.

(Y/n) hanya tersenyum pada pelanggan walaupun itu sendiri adalah senyum palsu. Bibi yang membuka tangannya pertama kali dan memintanya untuk tidak menunjukkan senyum palsu dihadapannya.

Tangan (y/n) menyampirkan selimut keatas pundak wanita tua itu, "sebaiknya jangan terlalu sering keluar dari toko. Udaranya sudah mulai dingin."

Wanita itu menganggukkan kepalanya pelan. Meski (y/n) terkesan sinis karena tidak tersenyum padanya, tapi wanita itu tahu (y/n) adalah orang baik. Terbukti dari caranya bertindak.

(Y/n) memasang coat cream miliknya dan mengikat rambutnya tinggi, "aku akan mengambil beberapa makanan ringan dulu. Aku pergi dulu."

Bibi mengangguk dan melambaikan pelan tangannya keriputnya yang sudah dimakan usia.

Kaki (y/n) melangkah pelan menuju salah satu pusat belanja dengan logo angka tujuh sebelas. Tangannya mendorong pintu dan disambut oleh suhu dingin. (Y/n) mengambil keranjang belanjaan dan mulai mengisinya dengan satu persatu makanan ringan.

(Y/n) berjalan ke kasir dan hendak membayarnya. Tangan (y/n) mengeruk saku hingga dalam dan tersadar bahwa dia tidak membawa dompet ataupun kartu ATM.

(Y/n) seketika panik dan menatap ke sekitar. Mencari orang yang bisa dia mintai pertolongan.

Sebuah tangan terulur tepat disamping kepalanya, "pakai ini."

Suara berat yang familiar membuat bulu kuduk (y/n) merinding seketika. Tangan lebar yang kokoh dan meremas pelan bahunya, membuat (y/n) melirik ke belakang.

Pelaku atas segala kesakitan yang dia rasakan, kini berdiri dibelakangnya. Tersenyum tipis hingga kedua mata sipitnya tertutup.

"Geto-san." ucap (y/n).

Kasir perempuan itu memberikan belanjaan (y/n). (Y/n) menerimanya dan mengulas senyum tipis palsu yang biasa dia perlihatkan.

(Y/n) keluar dari tempat itu diiringi oleh Geto dibelakangnya. Geto mengusap tengkuknya ketika mendapati tatapan datar (y/n).

"Aku akan menggantinya," ucap (y/n).

Geto menggeleng, "tidak, tidak usah." jawab Geto gugup.

(Y/n) memandang Geto tajam, "aku tidak mau berhutang padamu." (y/n) berbalik dan berjalan menuju toko buku tempat dia berkerja.

Geto sedikit grogi, setelah sekian lama mencari akhirnya bisa dia temukan kembali perempuan yang dia tiduri tujuh bulan lalu. Geto juga sedikit tidak percaya awalnya dengan penglihatannya.

(Y/n) tengah mengandung.

Geto sedikit merasa bersalah karena dialah pelaku yang membuat (y/n) berbadan dua. Kaki panjang Geto mengikuti langkah kaki pendek (y/n). Tinggi (y/n) bahkan hanya sampai dadanya saja. Perempuan itu sangat mungil dihadapannya.

Sebuah toko buku yang cukup terawat dengan nama 'Sahara' terpampang didepannya. Geto masuk kedalam toko setelah (y/n). Ribuan buku yang tersusun rapi dirak seolah mengingatkan Geto tentang hal yang menjadi kecintaan (y/n).

Geto duduk di atas kursi sofa hitam single berbentuk bundar dan menunggu (y/n) yang memasuki sebuah ruangan. (Y/n) kembali dengan beberapa ribu yen di tangannya.

(Y/n) memberikan uang itu pada Geto, "sudah, silahkan pergi."

Perempuan itu belum memaafkan seorang Geto Suguru.

.
.
.

.
.
.

🐍

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

San: masih memikirkan sifat geto disini :3 bagusnya bangsad aja kali ya >:3

.
.
.

.
.
.

.
.
.

See you next chapter 🏃🏻‍♀💨

7 Maret 2021

✧ Losing [G.Suguru x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang