Hari ini seharusnya aku dan Jeno tengah berjalan-jalan berdua. Menikmati liburan kami di pulau Jeju. Tetapi entah alam dan cuaca yang tidak mendukung kami atau doa-doa para jomblo yang meminta hujan dikala para pasangan ingin kencan berdua di alam bebas.
Aku hanya membuang napasku kesal. Duduk sendirian di salah satu mini market dengan melihat hujan. Sedangkan Jeno tengah berlari ke seberang hanya untuk membeli payung untuk kami berdua. Hujan memang tidak terlalu deras, tapi berondong gantengku kan jadi kehujanan.
Gimana kalau saat kembaki ke hotel nanti dia sakit? Terus liburan kami gagal? Ayolah. Aku sudah menantikan liburan ini dua bulan lalu! Urh! Kalau saja Papa tidak seenaknya memberikan kasus-kasus berat kepada kekasih tampanku itu, sudah pasti bulan lalu kami sudah berada di Jeju.
"Yang. Ini payung buat kamu." Aku memperhatikan tangan Jeno yang memegang payung. Bukan satu, tapi dua payung.
"Kok dua?" tanyaku yang melihat Jeno menggaruk rambut belakangnya. "Kamu enggak mau gitu romantis sama aku satu payung berdua?!"
Aku melipat kedua tanganku di dada. Membuang muka. Aku mau ngambek sama Jeno. Kebiasaan ketidakpekaannya selalu muncul di saat seperti ini.
"Bukan gitu sayangku Jennie. Lihat," Jeno membuka salah satu payung di tangannya," "payungnya kecil. Cuman bisa muat satu badan doang. Payung yang gede udah pada habis."
Bibirku ku maju. Kesal banget pokoknya.
"Jangan maju-maju gitu ih bibirnya. Mau aku sosor di depan umum?" Jeno tersenyum setelah mengatakan itu. Kedua matanya seperti bulan sabit.
Hu uh! Tahu aja dia kelamahan aku. Ya tapi enggak usah ngomong mau ciuman di sini dong. Kan malu dilihatin orang ih!
"Ayo jalan. Nanti kita ketingalan kapal loh." Jeno menjulurkan tangan untuk membantuku berdiri. "Nih pegang payungnya."
Aku tersenyum ketika menerima payung yang sudah dibuka olehnya. "Nunduk bentar," pintaku yang langsung membuatnya bingung. Tapi Jeno tetap melakukan apa yang aku suruh.
"Maaf. Aku kekanak-kanakan tadi," kataku ketika memberikan satu ciuman di pipinya.
"Enggak apa-apa kok, Yang." Jeno memberikan satu ciuman di pucuk kepalaku. "Mau jalan sekarang?" tanyanya dan aku segera mengangguk.
"Nanti kalau ada toko baju, kita beli dulu ya. Kemeja kamu basah gitu. Nanti malah sakit."
"Oke Nyonya Lee!" Jeno tersenyum.
"Maaf Tuan Lee yang terhormat. Margaku itu Kim, bukan Lee," kataku mengoreksi.
"Kan nanti juga jadi Lee. Memangnya kamu enggak mau nikah sama aku yang ganteng ini. Lee Jeno yang amat teramat ganteng," katanya memuji dirinya sendiri.
Aku memukul pelan bahu kirinya. "Apa sih! Kayak aku mau aja sama kamu. Weeeeeeeee."
Jeno melihat ke arahku. "Yakin? Kalau aku senyum gini kamu udah lemes, 'kan?"
Mulai kan mulai. Senjata rahasia. "Dah ah. Nanti malah ketinggalan. Tadi kan kamu gitu."
Jeno tertawa pelan. Genggaman tangannya padaku semakin erat. Aku merasa kekasih tampanku ini enggan untuk melepaskan aku begitu saja.
Senyumku mengembang ketika melihat tangannya. Hape yang ada disaku jaket Jeno aku keluarkan. Dan mengarahkan kamera hape ke arahnya. "Jeno sayang. Lihat ke sini coha terus senyum."
Ingat Jeno itu selalu menuruti kata-kataku. Wajahnya semakin ganteng ketika tersenyum. Tapi aku ingat untuk mengambil fotonya.
***
j
ennierubyjane
jennyrubyjane gantengnya siapa ini? Gantengnya Jennie Kim, ya?
Tag: leejenoganteng
Limited comment
***
Published March 7th, 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno-nya Jennie
FanfictionCerita Jennie mengenai Jeno, kekasihnya. Catatan: Jeno POV Design Cover By @bobbayummyy