3. Jangan tunggu aku

19 1 0
                                    

Setelah membersihkan diri, Rani hendak pergi ke tempat tidur untuk merebahkan tubuhnya. Namun, ponselnya yang berada diatas nakas berdering. Ia pun mengurungkan niatnya dan segera meraih ponselnya yang tergeletak.

"Halo Ran" sapa seseorang disebrang sana.
“kenapa? Ada masalah?” rani penasaran.
"Iya Ran. Kalau kamu gak segera menyelesaikan ini- "
Rani mengerutkan dahinya. “Kenapa???” tanyanya lagi lebih keras.

"Seperti yang kita duga. Kamu harus kembali dan memang harus kembali, tidak ada cara lain."

Rani menghembuskan napasnya perlahan. “Tapi, gue udah nyaman disini.”

"Profesional Ran. Kali ini dunia menuntut kamu untuk professional. Aku tau, semuanya enggak sepenuhnya kesalahan kita atau semua yang bersangkutan disini, tapi aku rasa jalan terbaik adalah mengembalikannya seperti semula"

Rani terdiam sejenak, ia masih mencerna rentetan kalimat yang keluar dari Pria disebrang sana. Memang benar, Rani tak boleh egois.

“Oke, gue butuh waktu.”

"Kita punya waktu 4 minggu untuk kembali, setelah keputusan rapat ditetapkan."

“Kabari gue kalau terjadi apa-apa.”

"Pasti, kamu jaga diri baik-baik."

Rani hanya berdeham dan mengakhiri panggilan telefon itu.

Dia termenung, memikirkan masalah apa yang akan ia hadapi nantinya. Ia baru berumur belasan tahun, tetapi sudah diberikan beban seberat ini. Kalau bisa memilih, kadang Rani ingin hidup normal seperti teman-temannya yang lain.

.
.
.
.



Pagi ini, Rani pergi ke kampus. Ia tersenyum ceria seperti biasanya, berusaha melupakan masalah yang ia hadapi. Meskipun tak dipungkiri perkataan seseorang di telefon tadi malam cukup untuk mengusik pikirannya. Tapi, Rani tetap harus menjalani hidupnya seperti biasa.

“Ran!” Abhi yang muncul dari arah belakang merangkul rani.
“Eh..” Rani kaget karena tindakan Abhi yang tiba-tiba.
Mereka sedang berjalan di koridor untuk menuju kelas. Mahasiswa di sekeliling mereka berbisik karena rangkulan Abhi dipundak Rani. Rani menjadi tak nyaman karena menjadi pusat perhatian.

“Pagi ini jamnya Mr.Chan ya?” Tanya Abhi, seolah tak peduli dengan tatapan orang-orang disekitarnya.

Rani tersenyum kikuk. “Iya bener.”

“Tetep fokus lo ya!” Nadanya mengejek Rani sambil tersenyum.

“Pastilah, kenapa juga harus gak fokus?” bantah Rani.

Abhi tertawa. “Nanti kalau mulai gak fokus mending nengok ke belakang liatin gue aja,” goda Abhi.

Karena Abhi tahu bahwa Rani sempat tertarik dengan dosen tampan yang mengajar matkul Bahasa Inggris di kampus mereka.

Sayangnya, dosen itu bersifat sombong dan cuek. Ia juga enam tahun lebih tua dari Rani. Terlebih Mr.Chan sudah memiliki kekasih, mana mungkin Rani akan tetap menyukainya?

.
.
.
.

Keluar dari ruangnya , Rani melihat ruang musik masih terbuka.

"Eh mau main sebentar?" Tanya rani
"Hah ke mana?? Ahh ke situ?" Jiyo Menunjuk ruang musik.
"Okey" tambah jiyo.

Mereka berdua memiliki hobi yang sama yaitu bernyanyi dan bermain music.  Rani memang pandai bermain gitar dan piano.

“Enaknya lagu apa nih, Ran?” Tanya Jiyo sambil mengambil sebuah gitar.
Mereka berdua duduk diatas sofa yang berada di sana.

“Apa aja haha,” jawab Rani seadanya.

UNPREDICTABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang