P R O L O G

66 11 10
                                    

"JAMBRET, JAMBRET!"

Sosok perempuan dengan seragam putih abu terlampau besar yang baru saja ingin naik angkot mengurungkan niatnya. Dilihat dari berbagai sudut mana pun tak ada yang menggubris teriakan wanita paruh baya yang nyaris menangis di pinggir jalan sana. Jalanan pagi ini memang ramai, tapi orang-orang yang berlalu-lalang seolah tuli dan tak mau peduli.

"Neng, hayu atuh? Kenapa malah bengong?"

"WOI, JAMBRET! BERHENTI LO!" teriaknya, tak mengindahkan panggilan supir angkot tadi.

Ikatan rambutnya terayun selaras ketika berlari mengikuti pria bertubuh kurus yang membawa tas di depan sana. Merasa tak memerlukan tas belanja milik wanita tadi, pria itu mengambil dompet dan membuang tasnya ke sembarang arah.

PIWIT!

Siulan si penjambret dibalas deruman motor dari arah belakang. Tampak pria bertubuh gempal melaju lambat seperti memberi aba-aba untuk kawanan penjambretnya agar cepat naik.

Napasnya mulai terengah karena ukuran langkah kaki miliknya berbeda dengan pria itu, tanpa pikir panjang ia merunduk dan mencopot sepasang sepatunya yang beberapa detik kemudian sudah melayang mengenai kepala si penjambret.

"DASAR ANAK BAU KENCUR! RASAIN NIH!" Mulut gadis itu menganga saat sebelah sepatunya kembali dilempar dan jatuh di ... PARIT?! "S-sepatu gue!"

TINN!

Kejadiannya begitu cepat, motor milik pemuda yang memakai jas almamater berwarna abu-abu itu tiba-tiba tergelincir di atas aspal bersama dua penjambret tadi.

"JAMBRET, PAK! MEREKA JAMBRET!" teriaknya saat beberapa pengendara terlihat menepi tak jauh dari sana.

Tak ada yang menolong pemuda itu, semua orang sibuk menghakimi dua penjambret tadi. Baru satu langkah, cipratan air yang mengenai telapak kakinya membuat ia terhenyak.

"Sepatu gue!" pekiknya sambil berlari ke arah parit. Melupakan si pemuda yang kini melirik ke arahnya sambil mencoba bangun dari timpaan motor.

"Astaga, untung gue nggak pake sepatu baru," gumamnya saat melihat sebelah sepatunya sudah tenggelam dalam air keruh yang nyaris berwarna hitam karena campuran limbah sampah.

"Neng, Neng, makasih! Ya Allah, kalo nggak ada kamu Ibu pasti bakal dipecat. Uang tadi itu uang majikan Ibu, makasih neng, makasih."

Gadis itu mengangguk sambil tersenyum, sembari menanyakan keadaan si Ibu, ia melirik ke tempat di mana terakhir kali sepatunya terlihat. Kerumunan tadi telah hilang dan tak menyisakan apa-apa.

"Kamu cari apa?"

"Sepatu saya Bu, tadi saya lempar dua-duanya ke penjambret."

"Ya Allah, mungkin sudah ke tendang sama warga yang tadi. Kamu naik ojek saja kalau begitu, maaf ya neng. Ibu nggak bisa ganti sepatu kamu, Ibu nggak punya uang sepeser pun. Sebentar ya, Ibu carikan ojek."

"Iya, Bu."

Jalanan memang tampak ramai karena ini hari senin. Mereka pasti berbondong-bondong untuk berangkat lebih pagi supaya tidak terkena macet. Mau menunggu angkot pun rasanya mustahil, 15 menit lagi apèl pagi akan dimulai dan biasanya sang sopir kerap mengetem lama untuk menunggu angkot penuh.

Pandangannya beralih pada tempat di mana pemuda tadi terjatuh dari motor, gila tuh cowok, batinnya. "Tapi keren sih, hihihi."

Aksi heroik untuk menghentikan si penjambret dengan cara menghalangi jalan memang berbahaya, apalagi pemuda itu juga terjatuh karena si penjambret nekat untuk menabrak-nya. Tapi tetap saja ia harus berterima kasih, tanpa pemuda itu usahanya akan sia-sia mengejar si penjambret.

Selain luka yang didapat karena tergores aspal, motor pemuda itu juga pasti lecet, kan? Apa ia juga harus mengganti rugi jika kemudian hari mereka bertemu?

"Tapi kayaknya nggak bakal ketemu deh, jas almamaternya asing banget," gumamnya sambil mengingat pola jas yang dipakai pemuda itu. "Eh? Jas almamater? Doi udah kuliah dong?"

"Neng, hayu. Hati-hati dijalannya, ya."

"Makasih, Ibu. Ibu juga hati-hati ya, aku berangkat dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalaam."

Semilir angin yang terasa sejuk di telapak kaki membuat ia sadar, bahwa hanya kaos kaki putih yang berubah warna menjadi coklat yang membalut kakinya. Ia meringis, mau kembali ke rumah pun rasanya sudah terlambat. "Selamat datang masalah baru," gumamnya penuh rasa frustrasi.






A/N:

Ke bayang gak si hari pertama masuk sekolah malah apes? Nyèkèr ke sekolah apa tidak malu?😭 Kalian pernah punya pengalaman aneh/seru atau mungkin bener-bener buruk pas hari pertama masuk sekolah?

Ah, iya, karena ini masuk proyek tahun 2018, ceritanya bakal nyambung sama series Masa SMA yang selanjutnya, jadiiii jangan sampai kalian skip, ya.

Btw onomatope siulan kayak gimana ya nulisnya? Searching di google nggak nemu jadi nulis kata "piwit" aja di bab ini wkwkwk

LAST TASK [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang