1

1 1 0
                                    

"Nunu!"

Panggilan itu membuat seseorang menghentikan langkahnya. Mengeram kesal, kemudian berbalik untuk memaki siapapun yang berani memanggilnya dengan sebutan 'Nunu'.

"Udah gue bilang, jangan panggil gue Nunu!" Akhirnya cowok bernama Clovis Nuvaro Micheel itu berhasil melampiaskan amarahnya.

Dengan tanpa dosanya, orang itu malah tertawa. Merasa puas mengganggu ketenangan cowok itu.

"Aduh lucunya," katanya seraya mengusak rambut hitam legam Clovis.

"Ck." Setelah menepis tangan itu dari kepalanya, Clovis melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Alice, sepupu jauhnya yang juga merangkap sebagai teman satu ekskul taekwondonya.

"Lo ngapain senyum sendiri gitu, Al?"

"Aigo kamjagia." Alice mendelik sebal. Cewek dengan cardigan mocca itu menatap aneh Alice. Sudah tak aneh juga sebenarnya, mengingat ia sering kepergok Bu Siska senyum-senyum sendiri pas di jam pelajarannya.

"Lo godain Clovis lagi?" tanyanya. Alice tersenyum merekah sambil menganggukkan kepalanya.

Gadis itu memang selalu bersemangat menggoda Clovis. Cowok paling terkenal seantero sekolah itu sangat tidak suka jika ada yang mengusik ketenangannya.

"Kemarin dia gak dateng lagi ke acara keluarga."

Alice membenarkan letak poninya.

"Katanya suka kesel kalo tante-tantenya pada gemes sama dia," lanjutnya.

Cyra. Gadis itu mengangguk mengerti. Mereka beriringan untuk pergi ke kelas bersama. Sudah dua tahun, Alice dan Cyra berteman, tepatnya saat kepindahan Cyra dari negeri Pamansam ke Ibu Kota saat mereka berada di bangku kelas sembilan.

"Eh, tunggu." Alice menghentikan langkahnya, membuat Cyra juga ikut berhenti.

"SEKARANG JAMNYA BU SISKA, BURUAN LARI SEBELUM MEJANYA DI PAKE MJ!" Alice berteriak heboh, kaki jenjang berbalut sneakers putih itu bergerak lincah. Suara sepatu terdengar bertaut di sepenjuru koridor.

Cyra hanya pasrah saja ketika tangannya ditarik paksa oleh gadis itu.

"Tuhkan orangnya udah nangkring duluan." Alice mendesah kecewa. Dari pintu kelas bagian depan, nampak Marcello Adji--atau yang lebih sering dipanggil MJ itu sudah nangkring di meja nomor tiga dari depan, di sebelah jendela.

Alice mendekati Mj. Cowok dengan rambut semi curl itu tampak asik bermain uno dengan Areto Ghazam. Disebelahnya juga ada Khaizan si bendahara kelas yang lagi sibuk nyatet keuangan kelas.

"MJ PINDAH DONG!" Alice dengan bar-barnya menarik kerah kemeja belakang Mj, membuat sang empu memekik kaget. Merasa kesakitan karena tercekik Mj menepuk beberapa kali tangan Alice; meminta untuk dilepaskan.

"Apaansih, bawa meja sendiri aja kalo gak mau gue pake!" Dengan kesal Mj mendorong bahu cewek itu.

Entah Alice yang hari ini agak sensitif atau Mj memang sudah keterlaluan. Alih-alih membalas perlakuan Mj, gadis itu malah menundukkan kepalanya, diam-diam matanya mengeluarkan bulir bening.

Melihat itu Cyra langsung panik, selama hampir tiga tahun ia berteman dengan Alice, dirinya hampir tak pernah melihat gadis itu menangis. Jangankan menangis, gadis itu nampak selalu ceria seperti orang yang tak memiliki beban hidup.

"Yah Mj mah, nangis kan Alice nya," kata Cyra seraya mengusap bahu Alice yang sedikit terguncang karena sesenggukan.

"Eh eh kok gue, lagian gitu doang nangis, tumben-tumbenan lo." Mj akhirnya mengalah dan memindahkan tasnya ke meja di sampingnya.

Never EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang