"Gu ... gue harus gimana?" ucap Rania pelan dengan nada gemetar. Tak ada satu pun jawaban di sana. Tentu saja karena dia tengah sendiri di kamarnya. Gelisah melanda dirinya yang sibuk memikirkan segala kemungkinan yang ada.
"Cepet atau lambat, Nial pasti suka sama Dara. Jadi gue harus pinter-pinter bikin peluang biar mereka makin deket." Pandangannya mengawang mengajak sang pemilik untuk kembali berpikir keras.
"Waktu gue gak banyak. Sebelum gue diusir dari rumah ini, gue harus bikin hubungan mereka makin serius. Ta ... tapi ...." Rania menjeda kalimatnya. Pandangannya ia turunkan ke arah kasurnya. Ia kemudian menarik lututnya dan memeluknya erat.
Ada sesak di dadanya yang terus menyeruak membuat dirinya kalut. Rasa yang ia pendam sendiri menjadi busur yang kembali menghantam dadanya. Bibirnya bergetar menahan tangis. Percayalah, dia benar-benar berusaha menjadi orang yang kuat.
"Tapi gu ... gue gak bisa ngelepasin Danial gitu aja. Hiks ...." Tangisannya pecah di ruangan sunyi itu. Ruangan yang menjadi saksi kuatnya seorang Rania.
———{°Rania°}———
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania
Teen FictionTentang Rania dengan segala presepsi buruk dalam pikirannya. Itu hanyalah mimpi, tapi mengapa terasa nyata? Berperang dengan pikiran akan apa yang harus ia pilih. Memilih mempertahankan tunangannya yang masih sangat dicintainya atau memilih meningg...