"Apa kau tau kak tadi aku melihat rudi dan lainya bermain dengan mainan baru bagus bagus kak, apa lagi robotnya kak bisa berubah bentuk aku kemarin liat di tv ehh tadi aku liat rudi juga punya" ian sangat antusiaa menceritakannya terlihat dari sorot matanya yang ingin memiliki mainan seperti teman temanya
Muti tersenyum miris mendengarnya ia hanya tersenyum mendengar cerita adiknya itu, ia terus melanjutkan cuci piringnya sambil mendengar semua cerita ian
"Apa aku bisa beli mainan itu kak?" tanya ian dengan penuh harap, muti membilas tanganya yang terdapat banyak busan sabun dan mengelapkan di baju
"Dek kaka belum punya uang, tapi kalau nanti kaka punya uang kita tabung uangnya adek juga sama harus nabung nanti kita beli di pasar yang kecil gimana?" ian mengangguk dengan semangat
"Iya kak, adek akan tabung uang adek biar bisa beli mainanya"
"Ok, semangat ya dek" ian menganggukan kepalanya dan mulai membantu pekerjaan muti
"Muti!!!" suara keras dan bentakan itu mengagetkan muti dan ian, ia segera menghampiri bibinya jika tak ingin membuat bibi semakin marah
"Bikinin bibi teh manis cepet!"
"Iya bi" muti segera pergi ke dapur untuk membuat teh
Prang...
Suara pecahan itu mengagetkan muti ia sangat cemas ian adiknya akan mendapat masalah
"Ya ampun ian!! Kamu ini kalau kerja yang becus" ian menunduk takut badanya sedikit gemetar muti segera menghampiri ian dan memeluknya
"Maafkan ian bi"
"Apa kalian bilang maaf, Heh kalian itu selalu bikin bibi susah kenapa paman kamu ini mesti kasih tumpangan ke kalian ini dasar tidak berguna"
Ratih menarik ian dari pelukan muti dan mengusurnya dengan sangat kencang tanpa belas kasih sedikitpun
"Bibi adek mau di bawa kemana?"
"Diam kamu!!"
Ratih membawa ian ke belakang rumah dan taklupa sapu yang tengah di peganya akan membuat tubuh ian memar lagi
Plak
Satu pukulan mengenai betis kaki ian dan menimbulkan jejak luka
"Bibi jangan" muti memeluk tubuh ringkih adiknya dan satu pukulan medarat di punggun muti
Ian dan muti saling berpelukan menerima rasa sakit akibat pukulan ratih, setelah puas menyiksa ponakanya ratih melempar sapu kesembarang arah
"Jangan harap kalian dapat jatah makan dan tidur di luar, ingat iu!" ratih pergi meninggalkan mereka dan mengunci pintu rumahnya
"Kaka hiks hiks hiks"
"Adek kamu gak papa kan?"
"Sakit ka" muti menuntun ian adiknya untuk duduk di kursi kayu
"Kaka tau adek jagoan kaka, bukanya jagoan harus kuat?" hibur muti
"Kaka adek mau sama ibu" muti membaringkan ian adiknya di pangkuanya tanganya terus mengelus rambut adiknya dengan sayang
"Kaka juga sama dek mau sama ibu, tapi ibu udah gak ada. Kalau adek mau pergi sama ibu siap yang nemenin kaka?" ian tetap ian ia hanya bocah laki laki berusia tujuh tahun ia masih sangat kecil untuk menerima semua itu
Bahkan di usianya yang masih kecil ian harus memperkejakan pekerjaan rumah ia juga harus menerima semua siksaan makian dari bibi dan teman temanya.
Berbeda dengan muti tubuhnya sudah terbiasa menerima semua itu bahkan di usianya yang kini mengincak tiga belas tahun ia harus bertanggung jawab mengurus adiknya, ibunya pergi sudah dua tahun meninggal karna sakit dan ayahnya entah kemana
Dulu ibu pernah cerita bahwa ayahnya pergi ke kota untuk mencari pekerjaan tapi sampai saat ini tidak ada kabar dari ayahnya seperti hilang di telan bumi
"Kaka ian laper" ian meringkuk sambil memegang perutnya sesekali ia meringis karna luka di kakinya
"Bentar ya dek" muti berjalan ter tatih ke sumur dan mengambil gelas plastik ia menuangkan air sumur ke gelas
Muti menghampiri ian yang kini tengah terduduk sambil memegang perutnya menahan rasa lapar
"Adek minum ya supaya sedikit terganjal perutnya terus bobo deh" muti sekuat mungkin menahan air matanya ia sangat kasian melihat adiknya yang kelaparan
"Iya ka, kaka juga harus minum kita bagi dua aja ya" muti menganggukan kepala dan menerima gelas yang di berikan ian ia langsung meminum air itu habis
Ian duduk di samping muti dan memeluk kaka tersayangnya itu
Muti membalas pelukan itu dengan sayang, tangan muti mengelus rambut lembut ian dengan sayang"Ka kalau paman tidak pergi ke kota pasti kita gak akan tidur di luar"
"Iya dek, tapi gak papa dek kita tidur di luar jadi kita tidurnya bertiga sama ibu liat ke atas sana bintangnya kelip kelip dek, itu pasti ibu" ian melihat ke atas langit sana dan benar di sana hanya ada satu bintang yang berkelip sangat indah
"Iya ka, ibu peluk adek ama kaka ya biar gak ke dinginan" ian memejamkan matanya begitu pun dengan muti ia berharap esok ia dan adiknya bisa makan dan tidak membuat masalah.
❇👫❇👫❇
"Heh bangun!!, enak ya kalian asik asikan molor!" muti dan ia terbangun dari tidurnya badan muti dan ian terasa rumuk karna tidur di kursi kayu di tambah bekas pukulan semalam
"Cepet kalian kerjakan pekerjaan kalian dengan benar,awas aja kalau kalian berdua kerjaannya gak becus jangan harap bisa makan!!"
"Iya bi" jawab ian dan muti kompak
Ian mengambil elap kain dan mengelap semua barang barang yang ada di rumah dengan hati hati sedangkan muti menyapu semua ruangan
Ian melihat ke arah alif yang tengah memakan ayam goreng bahkan dengan sengaja alif memamerkanya ke arah ian sedangkan ian hanya bisa mengelus perutnya dan melanjutkan mengelapnya
"Sabar ya perut nanti kita makan ko" ucap ian dengan lirih muti yang mendengar itu tersenyum melihat tingkah ian
Setelah beres ian dan muti membereskan sisa makan bibi dan alif ian melihat hanya ada sisa tahu satu dan tempe satu di meja ia tidak jadi memakan ayam gorengnya karna sudah habis di makan alif
Ian melihat tulang ayam bekas alif dan terlihat ada sedikit dagingnya ia mengambil dan memakanya dengan lahap setelah itu ia berlari ke arah muti yang sedang menyimpan gelas kotor
"Kak ini ada sisa sedikit kaka makan, tadi adek udah" muti melihat ke tangan ian dan melihat sepotong ayam berukuran kecil di tangan ian
"Adek aja yang makan" ian menggelengkan kepalnya dan menyodorkanya ke arah muti
"Adek udah tadi" muti terharu dengan sifat ian yang menggemaskan ia menerima suapan ian dengan senyuman
"Enak ya kak?"
"Iya dek, enak"
Ian dan muti tersenyum senang saat pelerjaan rumah sudah ia bersekan secara bersamaan dan kini ia hanya menunggu jatah makan dari bibinya itu
Ian dan muti duduk di dapur sambil tertawa karna muti yang terus menjaili ian dengan mengelitikinya
"Hahaha kaka udah,adek geli"
"Muka adek lucu merah"
"Heh kalin!!" muti dan ian menghentikan tawanya saat mendengar suar bibi ratih
"Nih jatah makan kalian" muti menerima piring berisi nasi satu tempe dan satu tahu serta garam di sisinya
"Setelah ini kalian mandi dan pergi ke kebun ambil semua sayur di sana"
"Iya bi" ratih mengibaskan kipas lipatnya dan pergi begitu saja
"Ayo dek kita makan" muti dan ian sangat lahap makanya bahkan sampai tak tersisa sedikitpun
"Adek sekarang mandi biar kaka yang cuci piringnya"
"Iya kak" ian mengangguk dan pergi menuju kamar yang paling belakang
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life Story
General Fictionmata itu berbinar sangat indah saat melihat bangunan bangunan tinggi bahkan terangnya lampu kota membuat pemandangan ini sangat memukau mata dan terlihat cantik "waaw kak liat gedung itu" tunjuknya pada gedung bercakar langit "apa kalau sudah besar...