Bab 3

10 2 1
                                    

Gelagar suara piring pecah, menghantam lantai rumah siapa lagi pelakunya kalau bukan dia bapakku. Ia mabuk malam ini, bau miras yang dia minum sangat lah pekat sekali, sepertinya kali ini dia kalah dalam bermain judi. Ia meluapkan emosi nya dengan mengamuk tak karuan, malam itu jam 12 malam, ibuku hanya bisa menenangkanku dan menyuruhku tidur sambil ia menenangkan beliau. Terlihat kesabarannya dalam meredam emosi bapak, terdengar samar samar dari kamarku terdengar pertengkaran kecil yang tidak adil itu tubuh ini diam mematung ketika mendengar tangisan ibu. Ia yang lelah mengurus pekerjaan rumah harus merasakan sakit akibat perlakuan suaminya itu, yaa bapakku memang masih dalam pengaruh alkohol yang sangat banyak sehingga ia tidak terkontrol. Malam itu ditutup dengan dia yang sudah puas dengan amukannya dan mulai tertidur, sementara ibuku? Ia terduduk lemas di luar dada nya sesak dia terlihat meratapi semua kejadian tadi aku mencoba menghampirinya dan menanyakan hal yang biasa aku tanyakan
“ibu, ayo masuk udah malam”
“kenapa belum tidur besok kamu sekolah”
“belum ngantuk, ayo masuk bu udah malam” kataku sambil sedikit memaksa
“kamu duluan aja ibu masih mau diluar”
Suara nya yang lembut namun terishak ishak itu tak bisa menutupi kesedihannya yang mendalam membayangkan menjadi dirinya saja sudah berat apalagi benar benar menjadi dirinya.
“di luar dingin makkk, ayo masuk besok juga mamak harus memasak bakwan dan mie bihun goreng untuk dijual ke anak sd kan”
  kami tinggal di asrama sekolah untuk guru karena tidak ada yang menempatinya jadi kami yang tinggal disana dan ibuku setiap pagi berjualan makanan dan minuman minuman untuk anak sd. Awalnya pendapatan ibuku lumayan banyak tetapi semenjak kantin sekolah dibangun penghasilan pun menurun.                                                               Aku pun melanjutkan tidurku dan meninggalkan ibuku sendirian diluar karena jam menunjukan pukul 1 tengah malam dan besok aku harus sekolah.
   Yah belum seberapa amukan nya malam itu hanya marah marah, pernah sekali iya melemparkan puntung rokoknya kepada ibu dan itu masih menyala mengenai rambut ibu pernah juga dia mengusir kami dari luar. Tak tau pasti kenapa dia seperti itu aku berharap suatu saat ini akan membaik dan berubah.                                                                                                             
   Keesokan harinya pagi itu terasa sunyi tidak ada percakapan sedikitpun yang terjadi. Aku bersiap berangkat kesekolah, mataku terasa berat sekali akibat kurang tidur. Disekolah aku bertemu dengan teman temanku bercanda gurau dan bermain. Kala itu ada satu permainan yang lagi musim disana yaitu “kelapak karit” yaa, permainan itu menggunakan biji getah yang sudah tua kemudian di jadikan sebagai pengganti kelereng karena memang di tempatku susah sekali menemukan kelereng dan lebih seru menggunakan buah karet. Ketika suara besi tua itu dipukul tanda nya bell masuk kelas pun berbunyi aku dan teman temanku segera memasuki kelas masing masing.  Hingga bell tanda pulang dibunyikan tak lupa salam itu diucapakan dahulu sebelum pulang.
“ hormat, bri salam, selamat siang bu” dan yaa laki laki itu sudah ada sejak 15 menit yang lalu menunggu anak semata wayangnya pulang dan mengantarkan nya ke rumah dengan selamat.
Lingkungan sekitarku jauh lebih baik di bandingkan keluargaku itu sebabnya terkadang ada rasa rindu ketika tak berjumpa dengan teman teman. Dengan mereka hidupku jauh lebih indah memberiku banyak pengalaman dan pelajaran itu sendiri.
Aku seorang minoritas di sekolahku hanya diriku yang non islam disana akan tetapi masyarakat disana menjunjung tinggi sikap toleransi kami diterima dilingkungan mereka yaaa walau kadang kali pernah terjadi hal yang tidak mengenakan disana. 6 tahun aku belajar tentang agama islam disana dan lucunya aku jadi hafal surah surah pendek yang sering teman temanku lantunkan pada dasarnya bahwa itulah realitas kehidupan. Sebesar apapun kehendakmu untuk membuat dunia ini sama itu tidak akan pernah tercapai, TUHAN itu terlalu kreatif Ia tidak pernah menciptakan manusia yang benar benar sama semua nya itu Pasti bedanya.
Masalahnya bukan di perbedaan itu tetapi pikiran kita itu yang sering kali sembrawu untuk melihat realitas.    

*****

NIÑITOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang