-3- Asteria

48 4 0
                                    

"Ketua tunggu," panggil Aster sebelum Arion benar - benar pergi dari UKS, "tolong rahasiakan soal ini."

Arion membalikkan badannnya kemudian mendekatkan wajahnya ke Aster. Refleks Aster mundur beberapa langkah karena jarak mereka yang semakin dekat.

"Sebentar," ucap Arion tenanf.

Aster menahan napas saat wajahnya berhadapan langsung dengan Arion. Lama Arion menatap bola mata Aster sampai akhirnya ia berbalik badan.

Sorot mata itu, batin Arion

"Nanti misalnya kamu bertemu dengan orang lain gunain 'gue' jangan 'aku'" pesan Arion sebelum ia pergi.

Aster mengangguk mengerti. Dirinya mengerti maksud Arion adalah untuk menyembunyikan bahwa ia memiliki dua kepribadian yang berbeda. Sebab, Teria tidak selembut itu untuk menggunakan 'aku' di hadapan banyak orang. Berbanding terbalik dengan Aster.

Lagipula selama ini banyak sekali perlakuan orang yang sering menatapnya takut membuat Aster mengerti bagaimana sifat Teria sebenarnya.

Aster mengehela napas pelan, ia turun dari ranjang dan pergi keluar UKS.

Sepanjang koridor sekolah. Tidak ada yang berani menyapanya bahkan untuk berpapasan dengan Aster mereka segan.

Memangnya Teria semenakutkan itu?

Aster masih mengelilingi sekolah memastikan bahwa setiap sudut sekolah berjalan dengan tertib. Sampai akhirnya ia berada di taman belakang mendengar isak tangis seorang gadis.

"Shalsa?" gumam Aster.

Shalsa Adelia Dirgano. Ya hampir seluruh siswa mengenalmya. Dia adalah orang yang di tampar Teria pagi tadi karena berbuat masalah. Kini mereka bertemu kembali tapi bukan sebagai sosok Teria melainkan Aster.

Shalsa segera mengusap pipinya, "L-lo lo bakal laporin gue ke keluarga gue kan?"

Aster mengernyitkan dahinya bingung, "Ada apa?"

"Jangan natap gue dengan tatapan iba seperti itu. Kalau lo mau laporin gue, lapor saja silahkan. Supaya sekalian hidup gue hancur."

"A-ak-" Aster langsung teridam teringat perkataan Arion.

 Jangan aku

"Masalah lo dimana? Kalo lo biacara sambil nangis - nangis gitu lo pikir ada yang bakal ngerti?" Aster berusaha tegas seolah - olah yang mengobrol adalah Teria.

Shalsa mendongakkan kepalanya, "Orang kayak lo mana ngerti. Kehidupan lo itu udah terlalu bahagia. Lo kaya, lo cantik, lo disegani semua orang. Apasih kurangnya dari kehidupan keluarga Valire?"

Aster tertegun. Entah mengapa perkataan itu membuat hati Aster sakit.

Shalsa menutup mulutnya yang terisak, "Gue capek. Gue capek setiap hari dituntut, tapi si kacamata sialan itu yang selalu menempati posisi satu."

Aster mulai mengerti masalah Shalsa. Ia tahu untuk menempati posisi satu tidak semudah itu apalagi di sekolah ternama seperti ini. Namun, bagaimanapun juga keluarga Dirgano yang terkenal bergengsi itu, pasti selalu memaksa anaknya untuk tetap jadi nomor satu.

"Gue gak bakal ngelaporin lo soal kejadian tadi asalkan." Aster menggantung kalimatnya.

Shalsa tersenyum miris, "Asal apa? Lo pasti bakal nyurh gue kerjain bla bla bla."

Shalsa berdecih, "Harga diri gue gak serendah itu."

"Silahkan ikuti lomba ini," ucap Aster sambil memberikan poster lomba piano.

"Suara piano lo setiap jam pulang di ruang musik sangat merdu. Dengan ini keluarga lo pasti bangga," tambah Aster sebelum ia berbalik badan.

Shalsa tertegun menatap punggung Aster yang menjauh. Ia tidak pernah menyangka ternyata orang sedingin itu bisa peduli terhadap dirinya.

***

Aster merapikan berkas - berkas yang tertumpuk di meja. Ia menyeka peluh yang menetes di dahinya. Sekarang sudah petang saatnya ia haurs kembali ke rumah.

Dengan cepat Aster masuk ke dalam mobil pribadinya dan melaju menuju arah rumahnya.

Tok tok

Aster mengetuk pintu rumahnya dan lamgsung di sambut beberapa pelayan. Ia melangkah melwati ruangan besar dan mewah itu menuju ke kamar ayahnya.

Aster menarik nafas panjang sebelum masuk. Seketika atmosfer terasa berbeda saat ia memasuki kamar ayahnya.

Masih dengan pemandangan yang sama. Ia melihat ayahnya terbaring tidak sadarkan diri. Bunyi pendeteksi detak jantung lamgsung terdengar di telinganya.

Pemandangan yang memilukan

Aster menatap ayahnya dalam. Ada rasa sayang dan benci yang bercampur menjadi satu dalam hatinya.

"Lihat apa yang sudah ayah lakukan akibat menikahi wanita itu dan melupakan ibu."

Seketika saat itu sorot mata yang tadinya lembut berubah menjadi tajam. Kepribadiannya telah berubah menjadi Teria.

"Aku benci ayah."




























Semoga kalian udah pada ngerti kan jalan ceritanya

Jangan lupa tinggalin jejak 💫

ALTEREGO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang