Teriknya mentari seolah menandakan bahwa situasi saat ini sedang memanas. Di tengah lapangan sekolah dua orang siswi sedang terlibat pertikaian yang ditonton oleh banyak siswa. Atau lebih tepatnya mereka sedang menyaksikan penindasan.
"Jangan drama, bangun lo sekarang!" seru salah satu siswi dengan nada yang angkuh.
Gadis yang di ajak bicaranya hanya terduduk di lapangan sekolah dengan tangan yang memegang pipinya akibat bekas tamparan.
Saat ini, tidak ada yang berani menolongnya. Bagaimana tidak? Jika mereka berani melawan sama saja dengan mencari masalah.
"Lo gak bangun? liat tangan ini sampai hitungan ketiga dia akan sampai ke pipi lo lagi."
"Satu."
"Dua"
"Ti--"
"Berhenti." Seketika ada satu suara yang mampu membuat semua menjadi hening.
Seseorang dengan tangan yang terlipat berjalan mendekati kerumunan. Suara sepatu yang menghentak lapangan sekolah membuat para siswa langsung memberikan jalan untukknya. Jika tadi tidak ada yang berani melawan siswi yang menindas tadi, maka kali ini tidak ada yang mampu berkutit di hadapannya.
Orang itu adalah Asteria Grace Valire pemilik sekolah, sekaligus anak dari keluarga paling ternama di kota ini.
Teria menatap tajam pelaku penindasan, kemudian tanpa ragu melemparkan satu tamparan.
Plak
"Menjijikan," ucapnya datar. Tidak ada sedikitpun rasa takut di hatinya.
"Lo dari keluarga mana?" tanya Teria dengan datar.
Teria mengulangi pertanyaanya, "Gue tanya lagi lo dari keluarga mana?"
"D-dirgano,"jawab gadis itu terbata, seketika nyalinya menciut begitu saja.
"Lo tau di sini membawa nama besar keluarga lo?" Lawan bicaranya hanya diam tidak berani menjawab pertanyaan Teria.
Kali ini Teria mengalihkan pandangannya ke arah gadis berkaca mata yang tertindas tadi.
"Bangun dan tampar dia persis yang dia lakuin ke lo."
"Tampar dia sekarang!" ulang Teria sekali lagi dengan nada yang lebih di tinggikan.
Namun, gadis berkaca mata itu masih duduk terdiam di lantai lapangan sekolah.
Tidak mendapat respon, Teria mendekatinya. Masih dengan sorot mata yang tajam Teria mengangkat dagu gadis berkaca mata itu.
"Dengar ya gadis kecil, di luar sana lo akan nemuin ratusan orang seperti dia."
"Jadi berhentilah menjadi lemah. Mengerti?" Gadis berkaca mata itu mengangguk.
Teria tersenyum dengan mengangkat salah satu sisi bibirnya, "Okey."
"Bubar semua!" seru Teria, "Bubar!"
Teria mendecih melihat kerumunan yang mulai bubar, "Bagaimana bisa kalian dari keluarga ternama, tapi perilaku seperti anak kampung."
Sebagai anak pemilik Sekolah Menengah Atas "Phoenix" sekolah paling ternama yang berisikan para siswa dari kalangan keluarga ternama pula. Sudah seharusnya Teria menjalankan tugasnya untuk menjaga ketertiban di sekolah ini. Teria tidak mau mencorengkan nama keluarganya "Valire" hanya karena tidak becus dalam bekerja.
Keadaan sekitar berubah menjadi hening. Saat ia ingin berbalik untuk kembali menyelesaikan pekerjaanya. Teria terhalang oleh seseorang yang berdiri tepat di hadapannya.
"Silahkan ikut saya," ucap seseorang dengan nada yang tidak kalah dinginnya dengan Teria.
Arion Pramata Elshon ialah pemilik suara itu. Lelaki yang memiliki pandangan tidak kalah tajam dari Teria. Lelaki yang tidak kalah menakutkan dengan Teria. Lelaki yang memiliki hati sedingin es sama halnya dengan Teria.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEREGO
Teen Fiction"Jika kau menangis dalam waktu semenit, artinya kau harus mengikuti semua perintah saya." "Oke saya setuju. Bersiaplah untuk kalah ketua." Dua orang yang sama - sama memiliki hati sedingin es itu telah menyepakati perjanjian tersebut. Mereka adalah...