Bab 1

214 35 7
                                    

Tangisan rindu, pelukan pilu, tubuh bergetar serupa mendapat guncangan, Cai Ding mendekap tubuh gagah sang pemuda tampan yang tengah memeluk si empunya paras manis dengan erat.

Tahun penuh luka terobati dalam sekejap, haus akan siraman madu sudah terkena percikan asa. Cai Ding tidak tahu harus berkata apa ketika sang pujaan hati tengah mengutarakan kata maaf secara berulang. Tidak ada salah dan tidak pernah keliru, Chen Yu tidak seharusnya melakukan hal demikian ketika keberanian telah menjauhi Cai Ding.

Bukan tidak lagi memiliki sayang, tidak pula menghilangkan angan, tidak juga melenyapkan harapan, Cai Ding sungguh takut dan tidak ingin menyakiti Chen Yu dengan sikap yang ia miliki. Serupa milik sendiri, menatap tidak suka pada lain pihak, menghujani dengan raut muka sinis, sang pemilik gigi kelinci menekan perasaan sangat kuat hingga sesak mengelilingi serupa terhimpit bebatuan.

"Rindu, sangat! Satu kali saja, apakah kamu pernah merindu serupa aku pada hatimu, A-Ding? Terlalu lama hingga rasanya menyakitkan." Chen Yu memeluk kian erat, mendekap dalam hangat, melupakan wanita paruh baya yang menatap seraya terkekeh ketika melihat sang putra tengah bertemu dengan belahan jiwa.

"Haiz, sebaiknya aku keluar." Nyonya Cai menaikkan kedua bahu, tersenyum malu, menatap haru, meninggalkan dua pemuda kasmaran yang tengah memagut bibir dalam erangan nikmat.

Penghalang telah menghilang, duka perlahan menjauh ketika rona bahagia mulai menampakkan rupa. Cai Ding melepas tautan, mengagumi paras yang sudah lama ia rindukan. Pemilik wajah tampan yang sekian tahun membuat kegelisahan selalu berada di ujung kepala. Ingin meluapkan, tetapi entah pada siapa.

"Chen Ge. Sungguhan ataukah mimpi?" Guyuran manis atas pelukan, membuat si empunya paras manis mencium bibir Chen Yu bertubi-tubi. Memberikan jarak, mengusap wajah, mengigit jari, tidak percaya dan menganggap semua hanya mimpi hingga gigitan gemas pada leher, membuat Cai Ding memekik seiring desahan nikmat.

Sang pemuda manis buru-buru menutup bibir, memutar tubuh, memunggungi sang pemilik netra elang ketika suara laknat menjadi penyerta kegelisahan yang perlahan mulai menghilang.

Nyata dan tidak ada kepalsuan, Chen Yu menarik pemuda itu pada pangkuan setelah sang perwira polisi mendudukkan diri di kursi kosong. Mereka menikmati kebersamaan dalam obrolan ringan, menelusuri kisah hidup keduanya ketika berjauhan sudah menjadi pelukan erat.

Tawa, menyunggingkan senyum, memeluk raga, Cai Ding tidak lagi malu-malu ataupun menahan diri untuk menyentuh. Jemari pemuda manis itu menyentil usil, mencubit gemas, menari-nari hingga geraman tertahan membuat Chen Yu membawa tubuh pemuda itu pada gendongan.

"Hukum untuk pemuda nakal sepertimu harus tuntas sampai aku puas, A-Ding!" Cai Ding menggeleng cepat, berusaha turun dari gendongan ketika melihat jarum pendek pada jam dinding menunjuk angka delapan.

"Tunggu sebentar, Chen Ge. Aku harus bekerja." Chen Yu mengernyit, melihat ke samping, dan Cai Ding memang tidak berbohong untuk hal itu. Ia menurunkan perlahan, memeluk sangat erat hingga tulang-tulang terasa remuk.

Sepertinya, Chen Yu harus bersabar lebih lama lagi. Bahagia membuat pemuda itu lupa bahwa si paras manis bukan lagi seorang mahasiswa. Desahan kasar mengiring pelukan lepas hingga membuat Cai Ding terkekeh seraya menuju kamar.

Pemuda itu bersiap-siap, mengganti baju dengan pakaian pantas, lalu keluar kamar sembari mengenakan tas punggung. Sang perwira polisi tersenyum miring, bersedekap sambil melihat keseluruhan penampilan sang pemuda manis hingga membuat wajah Cai Ding memerah karena malu.

"Aku antar dan tidak boleh menolak!" Cai Ding memeluk lengan Chen Yu. Dua pemuda itu berjalan beriringan, berpamitan pada Nyonya Cai yang memasuki rumah seraya membawa beberapa bungkus belanjaan. Ia mengusap kepala sang putra, memberikan ciuman di dahi, lalu menepuk bahu, meminta untuk berhati-hati ketika tengah melangkah.

"Ma, tidak perlu mengatakan itu, bukan?" Cai Ding berjalan mendahului, menghindari dua orang yang tengah memberikan tatapan meledek ke arahnya.

Chen Yu menunduk sekilas, meninggalkan wanita paruh baya yang tengah tersenyum sambil menitipkan sang asa agar putranya tidak lagi menangis karena merindu.

******

Kaki menapak pada halaman luas, tempat beberapa kendaraan tengah terparkir, Chen Yu mengajar langka si pemuda manis yang tengah berjalan cepat, menuju jalan utama.

"A-Ding, mobilku di sana." Telunjuk pemuda itu mengarah pada sisi sebaliknya, menautkan jemari, lalu menarik pemuda itu dalam rengkuhan hingga sebuah mobil mewah keluaran terbaru datang menghampiri, berhenti tepat di hadapan Cai Ding yang tengah memegangi dada karena kaget.

"Lekas masuk mobil! Rapat tiga puluh menit lagi, Cai Ding!" Pemuda itu keluar dari mobil, menghampiri si pemilik netra kecokelatan, lalu menarik lengan Cai Ding secara kasar.

"Hei, jaga perlakuanmu, Tuan!" Chen Yu menarik pinggang Cai Ding hingga punggung si pemuda manis membentur dada sang kekasih.

"Apa urusanmu!" Si pemuda menatap nyalang.

"Aku kekasihnya!" Chen Yu menepis lengan si pemuda hingga cengkeraman terlepas.

"Aku tidak peduli! Lagi pula, hanya kekasih, bukan? Aku bahkan bisa menjadikan Cai Ding sebagai pasangan hidup!" Sang pemuda bersikap arogan.

"Tidak akan pernah! Anda bisa memecatku sekarang juga dan aku tidak peduli hal itu setelahnya!"

Panas, pagi hari serupa bara ketika datang seorang pemuda yang tengah memperlihatkan aura kecemburuan sampai menguar dari kepala.

"Lalu, aku 'kan memaksa hingga kamu berkata iya! Kamus Feng Hao Xing tidak ada kata penolakan!"

TBC.

Cai Ding 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang