Bab 4

139 22 9
                                    

Intinya mendapatkan pekerjaan, bukan? Lalu, apa salahnya?

Dia menyukaimu, A-Ding. Tidak bisakah kamu mengerti?

*******

Bertengkar, lagi dan lagi, dua pemuda itu memiliki pemikiran yang berbeda. Cai Ding mengabaikan Chen Yu seraya memikirkan perkataan yang terlontar ketika marah tengah menguasai.

"A-Ding," Nyonya Cai menarik si pemuda dalam pelukan, "Chen Yu hanya terlalu mengkhawatirkanmu. Posesif dan pemilik cinta luar biasa, bukankah kamu paham dengan sikap yang ia miliki?" Sang putra menjauhkan wajah dari perut Nyonya Cai, menengadah, mengusap air mata, menoleh seraya memanyunkan bibir. Wajah memerah, menggerutu, ia meluapkan kekesalan, mengatakan apa saja yang ada di kepala.

Pemuda manis itu tengah mengalami luka hati, menolak merindu, meratap pada nasib yang lagi-lagi membuat mereka berjauhan karena sikap kekanakan tiba-tiba muncul pada diri si pemilik netra kecokelatan.

Posesif berlebih ternyata sangat menakutkan, Cai Ding serupa tahanan, seperti anak buah, laksana pesuruh hingga tidak memiliki kebebasan untuk bertindak. Keinginan melindungi ketika tengah menyatu dengan rasa cemburu, lebih menjengkelkan hingga membuat kepala terasa panas.

Cai Ding merindu, tetapi rasa marah lebih mendominasi. Ia harus menahan hasrat menyentuh ponsel pintar yang entah sudah berapa kali berbunyi hingga daya baterai berubah merah. Duduk pada tepian ranjang, si pemilik senyum manis menoleh, mengulurkan tangan, jemari mengepal lalu terbuka lagi, menarik lengan, berdecak kesal hingga memilih membaringkan tubuh pada ranjang empuk yang ia miliki.

Ia menggerak-gerakkan kaki, memukul permukaan kasur, mengusap kasar rambut belakang seraya mengomel dengan suara tidak jelas karena tertahan busa pembaringan. Setelah beberapa tahun berlalu, pun pemuda manis tersebut belum juga menjauhkan sikap mudah marah yang ia miliki.

Apakah rindu bisa memupuk sikap kekanakan hingga tumbuh kian menjadi? Lalu, untuk apa perjuangan selama beberapa tahun belakangan jika si pemilik netra kecokelatan belum bisa mencerna kalimat Chen Yu dengan benar?

Bukankah cemburu itu menyakitkan, A-Ding? Kamu sendiri merasakan itu! Lalu, sekarang, kamu bilang aku berlebihan?!

Cai Ding mengubah posisi tidur, menghadap langit-langit kamar, mengembuskan napas lelah. Ia mencoba duduk, menekuk lutut, memeluk seraya menyembunyikan wajah hingga menunduk sangat dalam.

Air mata meluncur perlahan, berjatuhan hingga membuat piyama basah, si pemilik senyum manis menyadari kesalahan yang ia buat hingga memutuskan untuk meminta maaf.

Kedua tangan melepas pelukan pada lutut, meraih ponsel yang berada tidak jauh dari tubuh si pemuda, Cai Ding mengetuk layar telepon genggam hingga warna gelap berubah cerah.

Tubuh Cai Ding beringsut hingga punggung menempel pada kepala ranjang. Kekasih Chen Yu sesenggukan, menyentuh tombol hijau ketika nomor sang kekasih telah ia dapatkan.

"Hei, apa aku benar-benar harus melakukannya?" Cai Ding tampak ragu, mengetuk-ketuk layar ponsel, menggigiti bibir, mengembuskan napas kasar, meniup-niup anak rambut hingga bergerak tidak beraturan ketika ponsel kehabisan daya.

"Sial!" mengumpat kesal, membuang ponsel, pemuda manis itu sadar membuat kesalahan ketika sanubari mulai mencari si pemilik. Ia memutuskan meninggalkan kamar, menyambar coat pada gantungan, lalu menuju pintu keluar apartemen setelah berpamitan.

"Ma, aku---" Pemuda manis itu melebarkan kelopak mata.

"Anda?!" Cai Ding menuding pemuda yang tengah menyesap teh hangat pada meja makan. Kekasih Chen Yu mengentakkan kaki, mengusap wajah kasar, mendekat pada sang mama seraya menarik lengan si empunya rumah.

"Kenapa Mama mengizinkan Tuan Hao Xing untuk masuk?" berbisik sekaligus meletakkan dahi pada bahu wanita baya itu. Manusia yang tidak ingin ia lihat justru terpampang jelas di hadapan, lengkap dengan satu set tubuh dan kepala. Ia menggerutu, bibir maju beberapa senti, melihat netra sang CEO, lalu mendudukkan diri di kursi kosong dan menyambar air putih pada botol, lalu meminum setelahnya.

Terkekeh-kekeh, meletakkan cangkir teh yang sudah kosong, menekan siku pada permukaan meja seraya menyangga pelipis, Feng Hao Xing mengubah posisi duduk, menarik Cai Ding lebih dekat hingga wajah saling berdekatan bersama botol air minum yang terlepas dari tangan.

"Miss you so much, A-Ding. Mau berkencan?" Ujung jempol kaki Feng Hao Xing baru saja mendapatkan hadiah manis berupa pijakan kasar, rahang Cai Ding mengeras, menarik lengan sang CEO dan membawa si tamu menuju pintu.

"Keluar!" Tubuh Feng Hao Xing didorong paksa setelah pintu terbuka. Pemuda manis itu merasa kesal, berusaha tidak memaki walaupun bibir sudah merasa gatal.

"Big no, A-Ding! Aku ke sini membawa harapan besar setelah berhasil membuat kalian berdua bertengkar!" Lengan ditarik paksa, si pemuda manis menuju lift bersama langkah cepat. Sedikit terseret, kesulitan mengimbangi langkah sang CEO, susah payah pemuda manis itu menggerakkan kaki ketika memaksa adalah pilihan yang Feng Hao Xing ambil.

Bedebah! Tidak bisakah dia berhenti mengusikku?!

*******

Tidak memiliki minat maupun sorot mata berbinar ketika tubuh telah berada pada tempat yang tidak Cai Ding suka. Ia mencoba keluar, tetapi lengan dicengkeram dengan erat. Feng Hao Xing mengunci pergerakan si pemuda manis bersama beberapa penjaga di sekitar.

Resort mewah yang berada pada perbukitan di sekitar ladang canola, menjadi penjara sementara untuk hati merindu pada sang pemilik hati. Cai Ding mendengkus, meletakkan pipi pada permukaan meja, mencoba berpikir cepat seraya mencari cara untuk keluar.

Feng Hao Xing pemaksa ulung, membawa si pemilik netra kecokelatan tanpa mampu menolak. Ia mengikat tubuh kecil si pemilik senyum manis bersama bisikan mengancam ketika Chen Yu tengah berada pada jarak yang tidak dekat.

Takut? Tentu saja tidak! Cai Ding hanya terlalu malas meladeni sikap Feng Hao Xing yang sangat menyebalkan. Lagi pula, pemuda manis itu tidak akan rugi, menikmati kelopak kuning secara gratis di tengah ekonomi menipis, menjadi kesempatan langka. Meskipun pada kenyataan yang terjadi, ia memilih melewati hari bersama si pemilik netra elang jika memang memungkinkan.

"Chen Ge, rindu ... sangat." Mengembuskan napas lelah, berdiri cepat, meninggalkan meja makan, menuju pintu kaca berukuran besar yang terbuka sekaligus merentangkan tangan, Cai Ding menuruni anak tangga yang menuju pada ladang canola dengan raut wajah sedikit berbinar.

Pijakan ia lalui seraya melompat-lompat, meninggalkan bangunan megah dua lantai yang berada jauh dari perkotaan. Cai Ding melalui jalanan setapak yang berada di antara rimbunan kelopak kuning. Suasana hati sedikit membaik bersama embusan angin yang membawa aroma manis sekaligus hangat mentari yang memeluk tubuh.

"Hangat." Cai Ding mengusap lengan.

"Aku bisa membuatmu lebih hangat, A-Ding." Feng Hao Xing memeluk erat, menelusupkan hidung pada leher si pemilik senyum manis, membawa jari pada lekuk tubuh si pemilik gigi kelinci bersama hasrat di ujung kepala.

"Dalam mimpimu, Fang Hao Xing!"




TBC.

Cai Ding 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang