Bab 6

175 27 13
                                    

Saling berhadapan, tetapi memilih bungkam tanpa ada percakapan. Dekat, tetapi terasa jauh. Bernapas pada ruangan yang sama, tetapi seperti terpisah tembok pembatas. Chen Yu memulai lebih dulu. Ia meminta sang kekasih agar mau menjawab tanpa ada lagi yang disembunyikan.

Saling terbuka dan harus, sangat perlu dan tidak boleh ragu, Cai Ding menurut dan ia pun mengangguk sebagai tanda persetujuan. Satu demi satu tanya diutarakan, Chen Yu meminta kejujuran atas semua pemikiran yang ada di benak si pemilik senyum manis.

Rela atau terpaksa? Chen Yu menyentuh pipi sang kekasih. Ia menatap netra sembab seorang pemuda manis ketika rasa takut terlihat jelas pada wajah. Tertekan atau penuh kerelaan? Cai Ding menangis sesenggukan. Si pemuda manis tidak mampu menahan diri lebih lama.

Kebenaran ataukah kesalahan? Apa yang bisa diperoleh dari hubungan tanpa ada rasa percaya? Penuh keraguan? Selalu was-was hingga terasa mencekik leher. Cai Ding menunduk seraya memutus tatap ketika Chen Yu menghujani pemuda manis tersebut dengan tanya yang terkesan memojokkan.

"Aku hanya takut kehilangan, salahkah jika aku berlaku demikian? Aku mencoba menjadi pantas, berusaha untuk layak, sebisa mungkin bersikap dewasa seraya membuang kecemburuan pada hati ketika trauma datang tanpa mau pergi." Kalimat panjang yang terasa menghujam jantung, Chen Yu terkesiap hingga menarik sang kekasih pada pelukan sangat erat.

"Maaf, maaf, maaf, bukan seperti itu, A-Ding." Kata-kata menenangkan yang gagal untuk tersalurkan, Chen Yu melonggarkan pelukan ketika Cai Ding meminta untuk dilepaskan.

"Mungkin benar, aku tidak pernah pantas berada di dekat siapa pun." Cai Ding mengusap wajah kasar, menjauh perlahan, dua pemuda itu berada pada dilema tanpa ujung yang membuat hati menjadi patah untuk kesekian kali.

"Berhenti mengatakan omong-kosong! Aku tidak pernah mengeluh atau memintamu menjadi orang lain!" Chen Yu merasa frustrasi, kebingungan justru kian mengusik ketika melihat sang kekasih seolah-olah putus asa dan ingin menyerah.

Apa masalah dua pemuda itu sebenarnya? Siapa yang kekanakan dan siapa yang lebih dewasa? Berusaha mengerti tidak memerlukan jangka waktu, bukan? Setua apa pun pencapaian usia dua pemuda itu, ketika ego menjadi nomor satu, maka hubungan akan kandas secepat mata berkedip.

"Aku---"

"Cukup! Aku memilihmu karena aku ingin! A-Ding, berhenti menyakiti diri sendiri dan cobalah untuk terbuka. Aku kekasihmu dan selamanya akan seperti itu." Suara Chen Yu sedikit lebih lembut. Ia menghela napas, rasa gelisah membuat pikiran sang perwira polisi terbelah menjadi beberapa bagian hingga tidak tau mana yang harus ia utarakan terlebih dulu.

Cinta, seharusnya tidak serumit itu, bukan? Rasa kosong pada hati harus diisi dengan hal-hal manis serupa madu, bukan hal sia-sia yang menguras tenaga hingga membuat benak kacau serupa mabuk tembakau.

"Kita memutuskan memulai dari awal. Apakah kamu lupa? Kita bahkan baru menginjak hitungan hari dan lagi-lagi kamu ingin menyerah? Mau sampai kapan aku menunggu? Sampai dewa bosan memberiku kesempatan? Begitu, kah?" Chen Yu seperti orang yang berbeda. Ia bahkan lebih banyak bicara hingga membuat Cai Ding tertegun tanpa mampu memberi jawab.

Ah, pahit sekali. Bahagia dan juga tawa seperti melebur menjadi angin. Sejauh apa mereka mampu bertahan? Bertahan ataukah menjauh dan mencoba dengan yang lain? Tentu saja tidak! Bukan seperti ini kisah cinta yang ingin dua pemuda itu bangun!

"Chen Ge, maaf. Aku menyesal. Aku mengaku salah. Aku benar-benar minta maaf." Menangis sesenggukan, Cai Ding menegakkan kepala, menatap si empu paras tampan, berharap mendapatkan permohonan maaf dari sang kekasih yang tengah menunduk seraya memijat pangkal hidung.

Kesalahpahaman sering muncul, hal yang wajar, bukankah semua orang pasti mengalami? Lalu, untuk apa dua pemuda itu memperdebatkan hal yang tidak perlu? Perasaan tidak perlu diuji dan tidak membutuhkan percobaan. Cai Ding membutuhkan Chen Yu begitu juga sebaliknya.

Ah, manis sekaligus tragis. Ketika tawa ingin mereka ikat hingga mampu menendang tangis, justru air mata lebih dulu menjadi pemimpin seiring embusan napas. Ketika tangis Cai Ding mulai mereda, Chen Yu bergegas berdiri, membawa pemuda itu pada gendongan punggung, keluar dari kediaman mewah yang menjadi saksi perdebatan tanpa ada tujuan.

"Aku memaafkanmu, kita pulang." Chen Yu meneruskan langkah, keluar tanpa berpamitan, pikiran pemuda itu penuh dengan hal-hal tidak menyenangkan. Cai Ding meletakkan kepala pada bahu kokoh sang kekasih, berpasrah dengan keputusan si pemilik netra elang, memejamkan mata ketika tubuh telah nyaman pada gendongan.

Jalan keluar memiliki waktu untuk menemukan. Jalur bercabang sekaligus membingungkan, sering menampakkan rupa hingga sepasang kekasih sering mengutamakan ego pada pemikiran tanpa mau tahu, bahwa mereka memiliki kepala yang berbeda.

Kapan dimulai dan kapan akan berakhir, pun tidak mampu dua pemuda itu kira. Hanya ada satu keinginan dan harus segera diwujudkan agar sifat keras kepala dan keras hati segera menjauh dan tidak lagi menjadi penjeda rasa manis sebuah ikatan.

"Aku membebaskanmu untuk memilih pekerjaan yang sekiranya membuatmu nyaman. Aku lelah terus berdebat dan harus berakhir melihatmu menangis. Jangan seperti itu lagi. Aku hanya tidak suka milikku disentuh orang lain. Karena rasa sakitnya sangat sulit untuk diobati." Biarkan dua pemuda itu saling memahami lebih jauh sebelum berada pada tahap paling ujung dari sebuah ikatan.

"Terima kasih mau mengerti, tetapi aku memilih menjadi pekerja paruh waktu sebagai pengantar susu agar tidak membuatmu khawatir." Merengkuh kian erat, lengan si pemilik senyum manis mengalung pada leher Chen Yu seraya menyamankan posisi.

Senyum kecil menjadi pengiring rasa manis yang sedikit menggelitik hati ketika Cai Ding mau membuang ego sekaligus menurut tanpa menuntut. Chen Yu menaikkan gendongan dan menuju mobil yang terparkir pada pintu samping kediaman mewah itu.

Semoga tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi kerasnya rasa, tidak ada insan ketiga yang menjadi penengah hubungan manis seorang perwira polisi pada si pemilik gigi kelinci. Bahagia menjadi penguasa dan duka menjauh seiring besarnya cinta si pejuang pada pemuda periang.

Terima kasih selalu ada walaupun aku serupa anak manja. Keberuntungan paling besar adalah ketika menjadi kekasih seorang Chen Yu hingga berhasil membuang rasa ragu.

Kamu milikku dan selamanya akan selalu seperti itu.



































End. Selesai.

Cai Ding 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang