Bab 2

171 28 3
                                    

Duduk pada kursi putar, memalingkan wajah, menghindari tatapan Feng Hao Xing, CEO tampan pemilik netra abu yang diam-diam menaruh hati pada sosok manis sekaligus kekanakan di hadapan. Sang CEO beranjak dari kursi putar, mendudukkan diri pada tepian meja seraya menyisir anak rambut Cai Ding agar tidak menutupi penglihatan.

Cai Ding menepis tangan, memberi tatapan tidak suka ketika sikap tegas yang selalu terasa menyulitkan Cai Ding, hanya sebuah kedok agar selalu bisa berdekatan dengan si empunya paras manis.

Kekasih Chen Yu mendesah kasar, menjadikan kaki sebagai pijakan hingga jarak keduanya berjauhan beberapa langkah. Sebisa mungkin, Cai Ding menahan diri agar tidak membuat keributan. Ia menunjuk meja kerja, memberi tahu bahwa surat pengunduran diri telah siap.

"Tidak ada alasan Anda menolak pengunduran diri saya, Pak CEO Feng!" Cai Ding berdiri, mendekat perlahan, keangkuhan telah menjadi ciri khas pemuda manis itu meskipun dengan sebuah atasan. Sama-sama membutuhkan, sama-sama manusia, sama-sama bernapas di dunia yang sama, Cai Ding akan bersikap terus terang ketika ada yang mengusik.

Berpura-pura, mengangguk seraya menerima semua perlakuan di luar batas, menjilat atasan adalah sesuatu yang sangat ia hindari. Ia bekerja dan perusahaan membutuhkan tenaga sekaligus pemikiran si empunya paras manis. Sekiranya tidak dibutuhkan, maka ia akan melangkah keluar dengan suka cita.

Cai Ding memiliki prinsip, bekerja dengan otak dan bukan dengan tubuh. Jika bujuk rayu sering kali menjadi tolak ukur beberapa rekan kerja si empunya paras manis, ia memilih menjadi pekerja kasar dengan gaji seadanya daripada menggadaikan harga diri untuk sebuah jabatan.

"A-Ding, tidak bisakah tetap bekerja di sini, bersamaku?" Berharap luluh, mencoba membujuk, menurunkan ego agar bisa menjinakkan hati sang pemilik netra kecokelatan yang menatap benci pada si empunya perusahaan. Sang CEO menepis jarak hingga tersisa beberapa langkah, menarik lengan Cai Ding hingga tubuh pemuda manis itu jatuh dalam rengkuhan.

Terpaku dalam embusan napas yang menerpa telinga, Cai Ding sedikit tidak nyaman ketika ujung hidung Feng Hao Xing menyentuh tengkuk seraya bergerak perlahan. Ia mencoba menjauhkan tubuh kokoh si pemilik netra abu, meronta dengan paska.

Napas Cai Ding memburu. Ia tidak suka dan benci ketika ada yang menyentuh meskipun ia seorang atasan. Satu kali pijakan keras pada sepatu sang CEO, membuat pelukan terlepas bersama suara mengaduh si pemilik netra abu.

"Saya bukan Xie Feiyun atau entahlah siapa namanya yang suka menempel pada Anda, Tuan Feng Haohaohao!" Cai Ding menarik tepian kerah jas, menepuk-nepuk, seolah ada debu menempel bersama senyum miring, meniup anak rambut, menyambar tas pada meja kerja, lalu melangkah keluar tanpa berpamitan.

"Ah, hari yang tenang akan segera datang. Tidak ada lagi yang membuatku kesulitan dengan permintaan konyol dan tidak beralasan. Bye, Mr. CEO." Pintu di tutup secara kasar. Geraman marah menjadi sambutan ketika Cai Ding sangat keras kepala dan enggan untuk tinggal. Satu pikiran licik mulai berputar di kepala, keinginan memperoleh apa yang terlepas dari hadapan, membuat Feng Hao Xing begitu gigih menyelidiki perwira polisi sekaligus kekasih pemuda bergigi kelinci itu.

"Masih sama-sama manusia, bukan? Sudah pasti memiliki kelemahan walaupun tidak terlihat." Salah satu sudut bibir terangkat, Feng Hao Xing menuju meja kerja, mengabaikan ngilu di ujung jempol kaki. Omong-omong, sepetinya, tenaga Cai Ding lumayan menyiksa. Feng Hao Xing sampai meringis dan melepas sepatu.

Ia menyambar ponsel dan menghubungi seseorang yang sang CEO kenal, meminta keseluruhan Informasi agar mudah memantau si pemilik luka gores di pipi seraya mengawasi si pemilik netra kecokelatan. Ia menghubungi beberapa rekan bisnis setelah selesai dengan pembicaraan sebelumnya, meminta menolak seluruh lamaran kerja atas nama Cai Ding apa pun alasan yang diberikan.

Fang Hao Xing merasa menang satu langkah. Pijakan awal mampu ia kendalikan. Hanya menunggu waktu eksekusi hingga Cai Ding bisa berada di pelukan. Satu lagi pemilik cinta luar biasa tidak waras. Pemilik hasrat tidak ada batas. Pemilik kuasa hingga mampu menerobos batas. Sang CEO tersenyum miring, mencoba merelakan sementara waktu hingga mangsa terjerat umpan.

Membantah atau datang dengan kerelaan, Cai Ding?

******

Satu minggu berlalu. Beberapa lamaran Cai Ding ditolak dengan alasan macam-macam, mencoba membujuk, memberikan bukti nyata dengan contoh kasus di lapangan, menarik perhatian dengan prestasi yang pemuda itu miliki. Namun, kuasa Feng Hao Xing telah membuat semua menjadi sulit. Para petinggi perusahaan tidak mampu berkutik. Bungkam dan patuh adalah satu-satunya hal yang harus mereka pertahankan jika tidak ingin kehilangan investor.

"Aiaya, aku lelah, Chen Ge." Bersikap manja, memeluk tubuh tegap sang kekasih bersama endusan pada leher. Ia menyukai aroma kayu hitam yang membuat perasaan Cai Ding menjadi tenang dan tidak terlalu panik.

Nyonya Cai mencebik. Ingin sekali melempar ember sayur agar menyadarkan Cai Ding dari sikap manja dan sering kali menyusahkan Chen Yu. Namun, setidaknya, sang putra memiliki tempat bersandar kala kesulitan mulai menyapa.

"Aku memiliki teman di salah satu perusahaan ternama di pusat kota." Chen Yu melonggarkan pelukan.

"Masih ingat paman penjual pangsit rebus langganan kita?" Chen Yu menaikan dagu si empunya paras manis, mendaratkan ciuman singkat, menarik kembali dalam dekapan bersama usapan-usapan menenangkan di punggung.

"Sangat kebetulan, temanku adalah putra paman penjual pangsit rebus itu. Aku bisa membantumu bertemu dengannya. Siapa tahu teanagamu dibutuhkan di sana." Mendongak lalu menatap, mengangguk kemudian, mencium pipi si empunya netra elang seiring sebuah asa yang berada di kejauhan.

"Lalu, apa upahku?" Alis Chen Yu naik turun.

"Mesum!" Cai Ding beranjak dari pangkuan si pemilik netra sewarna malam.

"Hei! Memangnya apa yang sudah aku katakan?!" Chen Yu merasa tidak terima.

"Pikirkan sendiri!" Pintu kamar ditutup secara kasar, mengabaikan bujukan dan permohonan Chen Yu yang serupa bayi meminta susu, Cai Ding justru terkekeh ketika berhasil mengerjai sang kekasih.

"A-Ding, hanya satu kali, aku janji." Mengetuk pintu perlahan, Chen Yu masih tidak mau menyerah.

"Tidak!"






TBC.

Cai Ding 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang