Happy reading
***
Hari ini adalah hari yang cukup untuk dikatakan hari yang padat. Dimulai dari kelas pagi pukul sembilan sampai sekarang jam menunjukkan pukul lima sore, wanita yang akrab disapa dengan Shavy masih berada didalam lingkungan kampus.
Bukan tanpa alasan, melainkan ia lupa waktu untuk mengerjakan tugas tugasnya hari ini agar tidak dibawa ke rumah. Setelah sampai rumah dan merebahkan dirinya, ia berencana untuk tidak memikirkan apapun lagi.
Setelah mengamati sekitar, ternyata sudah cukup sepi. Shavy memeriksa ponsel yang lama ia diamkan. Ada beberapa notifikasi dari teman teman dan orang orang terdekat.
Ia membuka room chat Mamanya. Disana Mamanya mengabari Shavy bahwa hari ini Mama dan Papanya pergi.
Setelah membalas beberapa pesan, Shavy pergi meninggalkan area tempat ia berdiri.
Waktu sudah cukup sore untuk menunggu bus, jadi ia memutuskan untuk menggunakan taksi. Sekitar tiga puluh menit menempuh perjalanan yang padat, akhirnya ia sampai di tempat yang selama dua puluh satu tahun dirinya hidup bersama kedua orang tuanya.
Hidup yang orang orang dambakan. Mempunyai kedua orang tua yang utuh, harmonis dan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Keluarga yang tidak pernah kekurangan.
Tapi bagi Shavy, ia tetap bukan siapa siapa. Dirinya bukan benar benar bagian dari keluarga yang ia tinggali sekarang. Ia merasa dirinya hanya orang asing yang beruntung bisa di angkat menjadi seorang anak oleh keluarganya saat ini.
Ya. Shavy hanya seorang anak angkat dari keluarga kaya raya.
Shavy bahagia. Sangat bahagia. Tapi hati kecilnya tetap ingin tau, siapa orang tua Shavy sebenarnya. Mengapa seorang Ibu rela meninggalkan anaknya didepan pintu panti asuhan kecil.
Membiarkan kedinginan malam menghiasi. Tak adakah rasa khawatir? Tak adakah rasa cemas?
Shavy berpikir, apa dia adalah seorang anak yang tidak pernah diharapkan? Anak yang hadir karena adanya 'kecelakaan'?
Setelah tiba di kamar, Shavy merebahkan dirinya. Memejamkan mata, merehatkan tubuh dan pikiran dari apa apa yang telah membuatnya lelah. Sampai dunia mimpi menariknya kedalam dunia imaji yang tercipta.
***
Sekitar pukul delapan malam Shavy menggeliat, merasa ada yang menganggu dari tidurnya. Perutnya terasa meronta ronta meminta untuk diisi oleh beberapa makanan. Mengingat ia terakhir makan dijam tiga sore tadi.
Shavy memutuskan untuk turun setelah membuka mata dengan sempurna. Ia menuju dapur untuk mengaliri tenggorokannya yang berasa seperti di gurun.
Setelahnya ia melihat beberapa makanan yang sepertinya bisa dimakan. Ia mengambil piring dan menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri setelah melihat lihat suasana rumah yang sepi dan tidak ada penghuni selain dirinya.
Shavy menyantap makanan dengan tatapan malas sehabis bangun tidur.
Sambil menyantap makanannya, ia mendengar suara mobil yang masuk pekarangan rumah.
"Itu pasti Mama sama Papa baru pulang." Pikirnya.
Shavy semakin yakin setelah mendengar langkah yang lama lama mendekat. Shavy buru buru mencuci tangan dan mulutnya sehabis makan kemudian buru buru ingin memeluk Mamanya.
Memang Shavy terbiasa memeluk Mamanya setelah bangun tidur. Namun karna Mamanya tadi tidak ada, jadi kebiasaan itu belum terlaksana.
"Ughh anak Mama bangun tidur pasti." Ucap Raya sambil memeluk kembali anak perempuannya ketika tas dan seluruh perlengkapan dari luarnya belum terlepas.
Shavy mengangguk. "Mama darimana? Shavy ditinggal lama."
Raya hanya terkekeh, "Mama minta maaf ya. Lagian udah dua puluh satu tahun masih aja ngambek ditinggal lama sama Mama Papanya."
Shavy melepasnya dengan cemberut, "Ya tetep aja lama." Lalu kembali memeluk Raya.
"Udah dulu Shavy. Mamanya belum lepas tas itu, udah dipeluk kamu aja." Ujar Arion yang masuk kedalam sambil membawa beberapa paper bag.
Shavy terpaksa melepas pelukannya setelah mendegar titah dari Papanya. Ia masih membuntuti Mamanya sampai ke dapur.
"Shavy kamu ngapain jalan dibelakang Mama kaya gitu." Tanya Arion yang heran melihat putrinya mengikuti istrinya sampai ke dapur.
"Dia emang kaya gini Mas kalo belum puas peluk aku. Baru bangun tidur dia soalnya." Jawab Raya.
Shavy diam saja dan masih mengikuti kemanapun Raya melangkah. Saat Mamanya sedang mencuci tangannya Shavy masih tetap berada disekitar Raya. Bersiap siap untuk memeluknya lagi.
"Kamu ngapain Shav?" Ujar seorang laki laki yang menunggu giliran untuk mencuci tangannya.
Shavy yang menoleh malas langsung membelalak kaget.
Ashka Cavan Ganendra.
"K-ak Ashka." Ucap Shavy terbata bata.
Pria itu disini. Pria yang membuat Shavy berusaha mati matian untuk membangun tembok yang kokoh agar tidak jatuh terlalu dalam.
***
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA
ChickLit"Aku mencintaimu. Sebagai seorang kakak kepada adiknya. Dan seorang laki laki kepada wanitanya." -Ashka Cavan Ganendra "Kak, ada hal yang itu lebih baik ketika tetap menjadi rahasia. Tidak perlu diungkapkan dan diutarakan." -Adhara Shavy Nataya ...