Bab 1 (21+)

495 7 6
                                    

“Kangen,” ujar Nadyla terdengar manja yang membuat lelaki dipelukannya terkekeh.

Nadyla yang terkenal tomboi, berbeda sekali dengan Nadyla yang ada di hadapan Rama. Manja dan terlihat semakin cantik, apalagi sedari tadi perempuan itu seakan tidak ingin jauh dengannya.

Rambutnya yang biasa dikucir kuda, kini terurai yang membuat Nadyla terlihat seksi. Bahkan, lekuk tubuhnya nyaris dikatakan idaman kaum hawa, kulit pucat putihnya menjadi daya tarik bagi Rama.

Andai saja mereka bertemu lebih awal, mungkin Nadylalah yang sekarang menjadi istrinya. Mengingat keluarga kecilnya di rumah, membuat Rama merasa bersalah, tapi ia masih enggan meninggalkan wanita yang ada di pelukannya.

Rama menarik pinggang Nadyla hingga tubuh mereka semakin tidak berjarak, menarik dagu dan berbisik tepat di bibir.

I want.”

Setelah mengatakan itu, Rama mempertemukan bibir mereka, Nadyla masih terkejut, meski pun bukan pertama kalinya, tapi masih terasa asing. Berciuman dengan suami teman memang suatu kesalahan, tapi Nadyla tidak bisa berhenti. Ia menikmatinya, apalagi ciuman Rama begitu memabukan.

Mengingat anak Rama yang masih kecil membuat Nadyla menggeleng. “Stop, Ram.”

Tidak peduli apa yang wanitanya katakan, Rama bahkan lebih memilih untuk melanjutkan menyesap bibir tipis itu dalam-dalam.

Nadyla berpenggangan pada lengan berotot Rama, sembari mengimbangi ciuman lelaki yang berhasil membuatnya ketagihan. Tubuh Nadyla terdorong beberapa langkah ke belakang hingga duduk di sofa, Rama bahkan naik ke atas pangkuannya sambil menuntut ciuman tangan lelaki itu juga sibuk melepas kancing kemeja Nadyla.

Namun, tiba-tiba Nadyla mendorong Rama sampai duduk di sampingnya. Sebagai perempuan, jelas Nadyla tidak ingin menyakiti istri Rama lebih dalam.

Bayang-bayang anak dan istri Rama menghantui Nadyla, tubuh dan hati tidak ingin berhenti, tapi otak berkata cukup sampai sini.
Napas Nadyla naik turun tidak beraturan, mencoba menahan hasratnya yang semakin tidak bisa dikendalikan.

“Ini enggak benar, Ram.”

Mengerti apa yang ada di pikiran Nadyla, lelaki itu memeluknya dengan lembut. Nyaman, perasaannya pada Rama memang tidak bisa lagi dikendalikan. Hasrat ingin memiliki seutuhnya selalu ada, tapi untuk saat ini Nadyla masih tahu diri.

“Perasaan kita bukan kesalahan, bahkan kita bisa seperti ini juga bukan suatu kebetulan.”

000

Nadyla keluar dari toilet setelah beberapa menit berdiam diri memandangi kaca, mencerna kegiatan yang barusan terjadi dengan Rama. Bagaimana bisa ia jatuh ke suami orang? Bagaimana jika orang terdekatnya tahu? Harusnya dari awal Nadyla berpikir sampai sana setelah dua tahun menjalin hubungan dengan suami Tia.

Mungkin benar apa yang dikatakan Rama, semuanya tidak ada yang kebetulan. Cinta mereka bukan sebuah kesalahan. Sampai sekarang, Nadyla mencoba meyakini apa yang mereka jalanin adalah takdir yang sudah direncanakan Tuhan. Rasa cinta tidak akan hadir jika Tuhan tidak menghendaki. Mereka berdua saling mencintai, hanya saja di waktu yang salah. Nadyla harus meyakini itu, karena bagaimanapun ia juga layak bahagia.

Nadyla kembali menemui Rama yang tengah duduk di sofa. Lelaki itu memposisikan diri di sampingnya, melingkarkan satu tangan di pinggar Nadyla.

“Kenapa lama?” tanya Rama membuat Nadyla tersenyum geli.
Tekanan jemari Rama menghangatkan pinggangnya, Nadyla tidak mengerti dengan dirinya, bagaimana bisa ia menggunakan pakaian terbuka untuk bertemu dengan Rama? Sama saja ia memancing Rama untuk melakukan sesuatu.

“Nad.”

Nadyla mendongak ke samping, mempertemukan pandangan mereka.

“Apa? Mau bilang aku sengaja mancing kamu?”

Rama lelaki normal, tanpa diperjelas tentu ia terpancing, apalagi berduaan di penthouse miliknya ini. Seolah keadaan juga mendukung apa yang ada di pikiran Rama. Rama mengalihkan tatapan dari wajah Nadyla, memberi sedikit jarak di antara mereka. Setelah kembali saling tatap, Rama terkekeh pelan.
“Salah siapa pake baju minim?”

Nadyla seharusnya merespon bentakan pada Rama, tapi mendengar kekehan lelaki itu menambah keseksian kekasihnya yang mampu melumpuhkan bibir dan otak Nadyla.

Nadyla terang-terangan mengembuskan napas kasar, ia memutuskan tidak menjawab perkataan Rama sehingga menyebabkan keheningan tercipta.

“Kamu harus tahu, yang sekarang ada di hati aku cuma kamu, Nad. Bukan orang lain.”

“Termasuk istri kamu?”

Rama menunduk, menarik tangannya dari pinggang Nadyla. Memperhatikan dari bawah sampai kepala, lalu ke mata cokelat Nadyla. “Iya, percaya sama aku.”

Nadyla mengalihkan pandangan ke wajah lelaki di hadapannya, tapi Rama menghilangkan jarak yang tadi sempat ia ciptakan. Sebelum benar-benar bicara, Nadyla lebih dulu mendaratkan satu tangan ke bibir Rama, karena jujur ia takut mendengar Rama mengatakan sesuatu yang membuat hatinya terluka. Namun, Rama menyingkirkan tangan Nadyla.

“Untuk saat ini aku cuma mau kamu, persetan dengan statusku yang masih suami Tia. Aku sayang sama kamu, aku pengen mikiki kamu.”

Mendengar pengakuan Rama menjalar perlahan ke pikiran Nadyla. Pertanyaan yang sudah disiapkan Nadyla meluap begitu saja, salah satu dari tangannya menangkup wajar Rama, perlahan mendekat dan memanggut bibir orang yang berhasil membuatnya tidak terkendali.

Ciuman itu liar dan penuh kerinduan, kedua mata Nadyla terpejam, sedangkan air mata yang entah untuk apa membasahi pipinya.  Di sela kekhawatiran Rama yang melihat Nadyla menangis, ia juga merasakan ciuman yang diberikan Nadyla benar-benar tulus, seperti penyerahan diri sepenuhnya. Lalu, Nadyla melepaskan ciuman mereka, bahkan ketika perempuan itu memundurkan kepala, Rama mengusap air mata Nadyla yang masih ada di pipi perempuan yang berstatus kekasihnya ini.

Nadyla melingkarkan kedua lengan ke badan Rama, semakin kuat menempelkan wajah di dada Rama. “Aku mau kamu, Rama.”

Rama membiarkan bibirnya di kening Nadyla beberapa saat, membuat Nadyla menghela napas dalam-dalam. Bahkan setelah mendengar perkataan Nadyla, Rama merasa mendapat persetujuan untuk melakukan sesuatu yang sempat tertunda.
Lelaki berkulit sawo matang itu memberikan ciuman dengan hasrat yang tidak ia kenali, Rama berusaha untuk memperingati dirinya untuk melakukan perlahan, tidak ada yang dapat memisahkan mereka, dirinya bahkan semakin tidak terkendali, ingin menunjukkan bahwa perempuan yang di hadapannya adalah milik dia seutuhnya.

Rama mengangkat badan Nadyla yang dengan sigap melingkarkan kedua tungkai ke badannya. Rama mencondongkan tubuhnya agar bibir mereka tetap bertaut, ia mempercepat langkah menyusuri lorong menuju kamar utama, ia menendang pintu hingga menutup yang menciptakan bunyi yang cukup keras.

Nadyla bahkan terkekeh di sela-sela ciuman mereka, dengan hati-hati Rama menundukan Nadyla di ranjang dan hampir kehilangan kendali saat Nadyla tidak sengaja menyentuh bagian Rama yang mengeras. Ciuman mereka terlepas yang membuat mereka kompak tersengal dan saling tatap.

Rama melepaskan kemaja dan melemparnya ke sembarang arah, berbeda dengan Nadyla yang menegakan punggung memeluk tubuh kekar itu dengan erat.

++++++++

Lanjut atau enggak? Tergantung moodku aja yah 😆

Kamis, 25 Maret 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Entangled in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang