“MAMAAAA. Mama masak apa? Wanginya kecium sampe kamar aku, tau.”
Sabrina yang tadinya lagi baca novel di kamar, langsung turun ke dapur karena mencium bau masakan yang enak.
“Mama masak makanan kesukaan kamu, nih. Chicken black paper,” ucap Soraya, Mama Sabrina, yang masih sibuk oseng-oseng ayam di penggorengan.
“Enak bangeeeeeettt. Jadi nggak sabar buat makan.”
“Oh iya, Sab, tolong buangin sampah ke depan dong.”
Pinta sang Mama yang langsung dituruti oleh Sabrina.
“SIAP, BU BOSS!”
Pas lagi buang sampah, matanya melihat ke arah rumah sebelah.
Banyak orang berlalu-lalang untuk memindahkan barang-barang dari mobil. Dari situ ia mengambil kesimpulan kalau ada yang baru saja pindah ke rumah sebelah.
Seseorang menyadari kehadiran Sabrina, ia segera mendekat ke arah gadis itu dengan senyum sumringah.
“Hai, gua baru pindah ke sini.”
Sapa orang tadi yang langsung membuyarkan fokus Sabrina.
“Oh? Hai juga,” jawab Sabrina. Setelahnya ia langsung masuk ke dalam rumahnya.
Sapaan ramah yang dilontarkan orang tadi justru dibalas dengan demikian oleh Sabrina.
Senyuman itu perlahan memudar, disusul oleh helaan napas yang keluar dari mulutnya.
“Jutek banget.”
“ABANG! Ngapain diem aja di situ? SINI BANTUIN!!!” teriak seseorang yang lebih muda.
“Iyaaaa.”
“Ma, rumah sebelah udah ada yang ngisi?” tanya Sabrina begitu ia masuk ke dalam rumah.
“Iya, yang pindahan tuh temen Papa sama Mama, loh. Kamu juga dulu pernah beberapa kali main bareng sama anaknya.”
“Masa, sih?”
Gadis itu mulai berpikir. Yang mana? Yang tadi itu?
“Iyaaa, sayang. Siapa ya nama anaknya, Mama lupa,” ucap Soraya, “terus nanti kamu tolong anterin makanan ke rumah mereka, ya.”
“Kok akuuuuuu?”
“Sabrina.”
Gadis itu tau, kalau Mamanya sudah begitu, berarti perkataannya adalah mutlak dan nggak boleh dibantah. Jadi dia cuma bisa jawab,
“Iyaaaaaa Mamaaaa.”
“Permisiii.”
Dan di sini lah Sabrina, di depan rumah bercat putih sambil membawa tupperware berisikan chicken black paper yang tadi dimasak Mamanya.
Winda selaku pemilik rumah lantas mengerutkan dahi sesaat setelah mendengar suara dari luar.
Wanita cantik itu berjalan menuju pintu sambil melepas sarung tangan. Lalu membuka pintu rumah dan menampilkan Sabrina yang sedang berdiri sambil memegang tupperware.
“Iyaa? Ada apa, ya?”
“Saya dari rumah sebelah, Tante. Ini dari Mama saya, kebetulan tadi Mama masak banyak,” jawab Sabrina sambil menyodorkan tupperware yang sejak tadi ia pegang. Senyuman terpatri di wajahnya, mencoba untuk terlihat ramah pada tetangga baru yang katanya teman orang tuanya.