1. Pria yang Kekanak-Kanakan

31 1 2
                                    

Pria berambut cokelat itu tengah merebahkan dirinya seraya menatap langit kamar. Tatapannya terlihat kosong, berbeda dengan seisi kamarnya yang terisi penuh dengan koleksi mainan.

Bukan hanya mainan. Ruangan yang amat besar dan mewah itu juga terisi dengan beragam alat musik dan koleksi-koleksi klasik yang tersusun rapih. Kolektor? mungkin bisa dibilang seperti itu.

"Alex, temen Mama semua udah momong cucu. Mama kapan?" Omongan itu cukup membuatnya tertekan. Bukan karena apa, Mamanya menanyakan hal itu berulang kali setiap waktu, rasanya kuping Alex sudah mau meledak saja.

Alex sudah mencapai batas maksimalnya. Ia sudah tak ingin, dan tak mau menghiraukan omongan itu. Dia terus mengelak bila Mamanya membicarakannya.

"Aku bukannya benci dengan hal itu, tetapi aku hanya memang belum siap. Lagipula untuk sekarang aku punya semuanya. Jadi, untuk apa terburu-buru?" gumam Alex.

Dia bangkit, berjalan mendekati jendela di sisi kamar yang besarnya sama dengan dirinya. Mata Alex tersorot pada mobil sedan putih yang baru saja masuk perkarangan rumahnya.

Alex mendesis, hal yang memuakkan akan terjadi lagi. Dia memutarbalikan badan, dan memeras keningnya berkali-kali.

Mamanya berulah lagi. Ia bosan dengan Alex yang sudah cukup umur tapi tak ingin menikah. Dia mencoba mengubah diri Alex dengan caranya sendiri.

"Alex turun! dia sudah sampai!" teriak Mamanya dari bawah.

Alex mendecak sebal. "Apa yang akan membuat orang itu kapok?" lirihnya seraya berjalan-jalan di tempat membentuk angka delapan.

Selalu, dan selalu begini. Mamanya tak pernah memberitahu Alex tentang perjodohan yang direncanakannya. Alih-alih agar Alex menerimanya.

Kedua alisnya terangkat, senyuman picik pun mengembang diikuti kekehan kecil. Sudah sering Alex melakukan hal yang di luar nalar di depan orang yang hendak dijodohkan dengannya. Kebanyakan dari mereka menyesal dan menolak perjodohan itu.

"Jaga sopan santun kamu kali ini Alex! atau semua mainanmu Mama bakar!" teriak Mamanya tegas.

Alex tertawa. "Lihat aja nanti!" balas Alex.

***

Seorang perempuan muda duduk di ruang tamu, dan sedang berbincang dengan Mamanya Alex. Dari gaya berpakaiannya yang modis, dapat ditebak seperti apa kehidupannya.

Tak lama Alex datang dan merubah suasana. Semua mata sekarang tertuju pada dirinya. Ia datang dengan tidak memakai baju dan hanya mengenakan boxer, lalu duduk di samping Mamanya seolah semua normal saja.

Raut wajah sang perempuan berubah. Matanya bergerak ke segala arah sebab Alex. Dia juga mengatur nafasnya berkali-kali agar tetap stabil.

"Ada apa Mah?" tanya Alex tak berdosa dengan senyuman khasnya.

Mamanya terbelalak akan kelakuan anak semata wayangnya itu. "Ka-kamu—" Ia tersender perlahan tak sadarkan diri di atas sofa.

"Ganteng?" sambung Alex sembari tertawa.

"Jadi kamu sudah tahu jawabannya, kan? sekarang kamu dipersilahkan untuk pergi," ujar Alex tersenyum kecil.

"Tapi—"

"Terima kasih, dan aku harap kita nggak bertemu lagi," Alex memotong ucapannya.

"Baiklah, permisi."

Perempuan itu pergi dengan perasaan aneh. Kenapa ada laki-laki seperti Alex di dunia ini? Dia gila! mungkin itu yang dipikirkannya setelah bertemu Alex.

Alex menatap kepergian perempuan itu. "Ternyata nggak perlu rencana B ya, Ma?"

***

Mama Alex membuka matanya perlahan, dan mengingat kejadian beberapa menit silam. Karena dirinya yang sudah agak berumur, ia sedikit lupa dengan perkara tadi.

Childlike ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang