1. Undead

8 3 0
                                    

    Suara elektrokardiograf samar samar terdengar, kesadaran Alessa perlahan terkumpul lagi, perlahan ia membuka matanya dan melihat cahaya lampu menyilaukan di langit langit.

   "Dimana...." Ucap Alessa lemah.

   Alessa melihat ke sisi kanan, seorang suster yang melihatnya segera keluar untuk memanggil dokter.

   "Sakiitt....." Rintih Alessa pelan, rasanya tubuhnya amat sakit, seakan tulangnya remuk.

   Dokter pun datang, memeriksa keadaan Alessa, lalu menanyakan sesuatu kepada Alessa.

   "Apa anda mengingat sesuatu sebelum ini?" Tanya Dokter.

   "Ya..." Jawab Alessa pelan. "Aku harusnya sudah mati"

   "Ini keajaiban, anda harusnya langsung meninggal kalau terjun dari ketinggian seperti itu namun anda hanya mengalami sedikit luka luka, sungguh luar biasa"

   Suster mengganti infus dengan bius yang lebih kuat karena Alessa sudah sadar, membuat rasa sakit yang diderita Alessa perlahan hilang.

  Alessa tersenyum, bahkan kematian tidak menginginkan nya, sepertinya ia memang tidak diharapkan dimanapun.

   Setelah semuanya selesai, Dokter dan suster izin keluar ruangan, meninggalkan Alessa di dalam sendirian.

   Lalu lama kelamaan Alessa menyadari sesuatu, kamar tempatnya dirawat adalah kelas VIP, ruangan yang sungguh indah dan tenang, tidak bercampur dengan pasien lain. Siapa yang membayarnya? Setelah keluarganya meninggal, Alessa sudah tidak memiliki siapapun.

   Pintu kamar diketuk, mungkin itu suster, pikir Alessa.

   Namun yang masuk adalah seorang lelaki yang tak ia kenal, berbaju serba hitam dengan rambut berponi hanya menampakkan sebelah matanya saja, orang itu berkulit putih pucat, matanya sehitam tembaga.

     Orang itu mendekati Alessa yang masih terbaring dengan gips di sekujur tubuhnya, tanpa senyum sedikitpun ia hanya menatap Alessa dalam diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 
   Orang itu mendekati Alessa yang masih terbaring dengan gips di sekujur tubuhnya, tanpa senyum sedikitpun ia hanya menatap Alessa dalam diam.

  "Anda siapa" tanya Alessa pelan. Bingung melihat orang yang tak ia kenal masuk kedalam.

  "Kamu tahu aku" jawabnya pendek, lalu menyentuh kening Alessa, jarinya begitu dingin.

   Sesaat setelah jari orang tersebut menyentuh kening Alessa, ia seakan mendapatkan sebuah ingatan kembali.

  "Kau..." Ucap Alessa. Namun karena efek bius, ia tidak bisa mengucapkan banyak kata.

   Ia mengingat sebuah kenangan saat ia sedang latihan menyanyi sejak kecil, ia merasa sesuatu memperhatikannya, hanya firasat, sosok itu selalu memperhatikannya setiap ia bernyanyi, sejak kecil hingga dewasa.
  
   Dan ia mengingat saat sesosok makhluk menyeramkan menangkapnya saat ia terjun dari apartemennya, lalu menjatuhkannya lagi dari ketinggian yang sangat rendah.

   Orang ini adalah sosok itu, sosok yang selama ini Alessa rasa hanyalah firasat, sosok yang selalu memperhatikannya selama ini.

   "Jadi kau penguntitku selama ini..." Ucap Alessa lemah. "Sialan aku tidak bisa melawan"

   "Kau punya permintaan?" Tanya orang itu berdiri di sisi kasur Alessa.

   "Permintaan apa? Yang kuinginkan hanyalah kematian, tapi bahkan neraka tidak menginginkanku" jawab Alessa lirih.

   Orang itu masih menatap Alessa dalam diam, tanpa berkedip, membuat Alessa tidak nyaman.

  "Baiklah... Setidaknya aku ingin bebas dari semua gips dan perban ini"  jawab Alessa asal berbicara.
  
   Orang itu memegang tangan dan kaki Alessa, tanpa berkata apapun. Namun seperti keajaiban, gips dan perban yang tadinya membalut tubuh Alessa seperti manusia salju pun hilang, hanya menyisakan infus yang masih tertancap ditangannya.

  "Kau... malaikat?" Tanya Alessa, Namun orang tersebut tidak mengatakan apapun.

  "Oh iya... Kau iblis itu, yang menangkapku saat aku terjun, kau pasti memiliki nama"

  "Nama?" Jawabnya bingung. "Aku iblis, itu saja"

    Jadi ia tidak memiliki nama, mungkin hanya manusia yang memiliki nama yang khas.

   "Kenapa kau menyelamatkanku" tanya Alessa sambil memegang kepalanya, ia ingin memegang rambutnya namun ia baru sadar ia botak, ada bekas jahitan dikepalanya.

   "Karena aku mengagumimu" jawabnya pendek.

   Alessa hanya diam mendengarnya, masih percaya dan tidak percaya, mungkin sekarang ia mengidap skizofrenia, mungkin orang itu hanya ada dalam kepalanya saja.

   "Aku nyata dan tidak semuanya terserah kamu" jawabnya. "Mungkin kau bisa memanggilku Damien"

   "Apa?" Alessa kaget mendengar nama itu, itu adalah nama yang ia berikan untuk anak anjing yang pernah ia selamatkan namun tetap berakhir meninggal.

   "Kemana sayapmu?" Tanya Alessa.
  
   "Sayapku patah karena aku dibuang dari neraka, akibat aku telah menyelamatkanmu" jawab Damien.

    "Kenapa kau mengagumiku" tanya Alessa lagi.

   Damien duduk ke sisi kanan kasur yang ditiduri Alessa, berkacak pinggang

   "Apa manusia se penasaran ini?" Tanya Damien kesal karena di serang rentetan pertanyaan oleh Alessa.

   "Begini ya, Alessa Alexiana Rodriguez, dengarkan sekarang. Aku tidak akan mengucapkannya dua kali." Ucap Damien.

    "Aku mengagumimu karena suara sopran mu yang begitu indah, sejak dulu iblis sepertiku tidak diizinkan untuk bertemu malaikat, saat kau menyelamatkan anjing yang tertabrak mobil aku akan mencabut nyawanya, namun saat itu kau menyanyi dan beranggapan bahwa itu akan membangunkan anjing itu, aku merasa suaramu begitu indah jadi di tengah kesibukanku aku selalu mengunjungimu saat kamu bernyanyi, hanya untuk hiburanku karena aku bosan" Damien menjelaskan panjang lebar.

    "Jadi secara tidak langsung nyanyian ku mengundang iblis" jawab Alessa menarik kesimpulan.

   "Salah, nyanyianmu hanya hiburan untukku, tidak lebih dari itu" jawab Damien.

    Lalu untuk sesaat, suasana jadi canggung. Sebenarnya Alessa ingin menanyakan hal lain, namun ia merasa tidak nyaman, apalagi melihat Damien dengan gelagatnya yang aneh sama sekali tidak mirip manusia.

    "Sekarang aku bukan iblis, bukan manusia juga. Begitulah, aku dikutuk bersamamu selamanya, tidak bisa lebih dari radius lima ratus meter. Jadi kalau ada yang kau inginkan, katakanlah padaku" kata Damien.

   "Apapun?" Tanya Alessa.

   "Apapun, selama tidak berhubungan dengan kehidupan, seperti menghidupkan yang sudah mati atau memperpanjang umur" kata Damien.

  "Kalau begitu tolong bunuh aku" jawab Alessa.

   Damien sudah menduga Alessa akan mengucapkan itu.

  "Baiklah" ucap Damien pendek.

   Namun alih alih membunuh Alessa, ia memegang mata Alessa, dan membuatnya tertidur agar emosinya bisa sedikit stabil.

    "Aku tidak ingin kehilangan suara sopran yang begitu indah itu untuk selamanya, menjadi iblis begitu melelahkan, aku yakin kau juga lelah, Alessa." Bisik Damien ke telinga Alessa yang telah tertidur.

*****

A Lunatic's LamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang