Dua Lamaran

850 26 7
                                    

Tia menatap nanar foto Almarhum suaminya. Dia sangat merindukannya. Merindukan candanya, merindukan tawanya. Merindukan ocehannya. Perlahan wanita itu memasukkan pakaian Rio ke dalam kotak besar. Dia mencium pakaian Rio, dan menghirup aromanya.

Suara ketukan pintu terdengar dan pintu kamarnya terbuka. "Tia sudah beresin bajunya?" Tanya ibu mertuanya.

"Sudah, Mah," kata Tia sambil menutup kotaknya.

Seorang suruhan Rena masuk dan mengangkat kotak itu. Ya, Tia berencana untuk menyumbangkan pakaian Rio. Dia juga tak mungkin menyimpannya lama-lama. Sayang sekali jika tidak terpakai, sedangkan masih banyak orang yang lebih membutuhkan.

"Barang-barang Rio juga, mau kamu kasihin?"

"Nggak, Mah. Lagian Rio nggak punya koleksi pribadi. Mamah tahu sifatnya." Ya, suaminya itu sebenarnya tak suka berbelanja untuk pribadinya. Bahkan Rio hanya punya satu jam tangan yang selalu dipakainya. Sepatu pun hanya punya dua untuk dipakai bekerja dan berpegian. Sisanya sudah dibuang karena ruksak. Rio memang lahir dari keluarg yang sangat berkecukupan tapi sikapnya menunjukkan kesederhanaan. Itu juga salah satu hal yang membuat Tia membuka hatinya untuk mencintai suaminya itu.

"Iya.. besok kamu kerja?" Tanya Rena.

"Iya, Mah," katanya.

Rena mengangguk mengerti. Lalu memeluk menantunya itu. "Makasih sudah jadi istri yang baik buat Rio."

"Iyah, mah.."

"Kalau gitu Mamah pulang dulu."
________

Tia pergi ke rumah sakit dengan taksi dan memulai pekerjaannya sebagai dokter.

Ruangannya yang sudah lama ia tinggalkan. Dia sangat merindukkannya.

Seseorang masuk ke dalam mengagetkan Tia.

"Ah, saya dengar kamu masuk kerja lagi," kata orang itu yang merupakan seniornya. Beliau adalah Pa Arkan-yang berprofesi sebagai Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah.

"Iya, pak," jawab Tia.

Pak Arkan mengangguk. "Saya ingin kamu ikut membantu operasi saya hari ini.. apa kamu bisa?"

"Bisa, pak.."

"Ok, satu jam lagi. Jangan lupa!" Pak Arkan pun melangkah pergi.

Tia melihat berkas-berkas yang ada di atas mejanya. Catatan pasein yang ditulisnya sebulan lalu. Tia bergegas keluar dari ruangannya untuk menanyakan keadaan lebih lanjut pasein-paseinnya pada dokter penggantinya.
________

Suara nada dering pesan terdengar dari ponselnya. Tia melihatnya, pesan itu dari Jinata. Selama ini ketika dia menghubungi Jinata, pria itu mematikan ponselnya. Dia mendengar kabar kalau pria itu pergi ke Inggris.

Tia membaca pesan dari Jinata yang menanyakan keberadaannya sekarang. Tia membalas kalau dirinya sedang di rumah sakit.

Aku ada di rumah sakit juga
Kamu ada di ruangan kamu kan?
Tunggu disana, jangan kemana-mana


Tia menyeritkan dahinya heran. Tak lama kemudian pria yang baru mengirim pesan padanya itu langsung masuk ke dalam ruangannya.

"Tia, aku ingin langsung to the point saja. Menikahlah denganku," kata Jinata.

Sontak Tia membulatkan matanya karena terkejut dengan ajakan Jinata yang tiba-tiba. Tia langsung melempar papan dada kepada pria itu. "Kamu sedang bercanda kan?" Kesal Tia. Tentu saja, dia merasa kesal. Pria itu mengatakannya tanpa berpikir panjang dan juga dia baru ditinggal oleh suaminya yang merupakan sahabat Jinata sendiri. Bahkan pria itu sudah memiliki istri. Ya, meskipun dulu dia sangat mencintai pria yang di depannya ini. Tapi semuanya sudah hilang, dia hanya menganggap Jinata sebagai sahabatnya saja. Dia sudah terlanjur mencintai suaminya.

"Aku sungguhan. Kau harus tahu, sebenarnya setelah Rio meninggal dia memintaku untuk menjagamu dan dia ingin kita bersama," jelas Jinata.

Tia tak percaya, kalau Rio meminta hal aneh seperti itu. Mereka berdua diam.

"Jadi bagaimana?" Tanya Jinata.

Tia hendak membuka suaranya, namun suara nada dering ponsel Jinata terdengar. Jinata menjawab teleponnya. Tanpa berkata-kata pria itu langsung berlari keluar. Entah apa yang terjadi.. Tia duduk dikursinya dan memegang kepalanya. Dia cukup shock karena Jinata. Mungkin saja pria itu mulai gila karena sudah belajar terlalu keras di inggris.
________

Tia berdiri di depan meja resepsionis dia sedang mengobrol dengan perawat yang berjaga di sana. Namun obrolan mereka terhenti.

"Waw, keren banget!" Puji perawat yang Syifa.

"Siapa?" Tanya Tia penasaran dan membalikan tubuhnya.

Tia berbalik dan mendapatkan seorang pria yang memakai kacamata dengan jaket kulit berwarna coklat. Pria itu membawa seikat bunga.

Pria itu ternyata menghampiri Tia dan langsung memberikan bunganya pada wanita itu.

Tia mengedipkan matanya beberapa kali. Dia jelas-jelas bingung dan tak tahu siapa laki-laki yang ada di depannya itu. Namun ketika pria itu membuka kacamatanya. Tia mengenalnya. "Za.. zaki? Kamu bisa melihat.." dia tak mempercayai kalau Zaki yang merupakan adik iparnya berdiri di depannya. Apalagi pria itu bisa melihat.

Senyuman terukir pada wajah Zaki. "Seperti yang Kaka lihat.. ini bunganya ambil," katanya.

Tia pun mengambil bunganya. "Makasih.."

"Ya, terima kasih juga sudah menerima lamaranku," kata pria itu.

Tia menyeritkan dahinya. "Apa?

"Ya, Kaka menerima bunga itu berarti Kaka juga menerima lamaranku," kata Zaki.

Dua Hal yang gila datang dalam sehari. Tadi sahabatnya, sekarang adik iparnya. Dia tak mengerti apa yang menimpanya hari ini.

"Calon suaminya, dok?" Tanya Syifa.

"Bukan, dia adikku. Dia hanya bercanda." Tia beralasan. Dia langsung mendorong Zaki untuk keluar dari gedung rumah sakit.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Melamar Kaka."

"Aku kakak ipar kamu, kamu sudah gila," jelas Tia.

"Ya, tapi Bang Rio sudah meninggal dan juga kita gak diharamkan untuk menikah."

"Iya, tapi.. bukannya kamu sangat sayang pada Rio?"

"Ya."

"Terus mengapa melamarku?"

"Karena aku sayang pada Abang, aku ingin menjaga wanita yang sangat dicintainya dan juga aku juga sangat menyukai Kaka."

Dia mendengar alasan yang sama dari dua orang yang melamarnya hari ini. Rasanya dia benar-benar dipermainkan dan dia tak suka hal itu.

Tia mengembalikan lagi bunganya pada Zaki. "Banyak wanita yang pasti sangat menyukaimu. Apalagi kamu sangat tampan, baik, soleh."

"Kalau aku tampan, baik, soleh, kenapa Kaka tak mau?"

Tia menghela nafasnya. "Aku tak ingin menikah dengan siapapun lagi," jelasnya. "Lebih baik kamu pergi.."

"Kaka belum mengikhlaskan kepergian Almarhum Bang Rio?"

"Ya. Jadi jangan melakukan hal seperti ini lagi," dingin Tia.

"Kak, kaka harus mengikhaskan Bang Rio. Agar Bang Rio tenang. Jadi menikah denganku.."

"Bisakah kamu berhenti mengajakku menikah? Apa kata orang jika aku menikah dengan adik iparku sendiri?"

"Biarlah kata orang. Aku tak peduli. Lagian dalam islam tidak melarangkan?"

"Tetap aku gak mau.. sekarang lebih baik kamu pergi.."

Zaki mengangguk pelan. "Baiklah. Tapi aku akan kembali lagi.. assalamu'alaikum." Dia melangkah pergi.

"Wa'alaikumsalam.." jawab Tia menatap punggung pria itu. Tia menghela nafasnya.

Your Eyes (Mini SERIES Of HEART GAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang