bab 8

203 3 0
                                    

"Target kita malam ini adalah rumah Bu Hajah Maryam!"

"Apa?!" Rina terkejut. "Tapi, Pak. Bu Hajah sudah baik banget sama Rina. Bahkan hari ini Rina di tawari untuk bekerja sama membuka catering!"

"Jadi, kamu punya target lain? Kamu tahu biaya pengobatan ibumu itu nggak sedikit. Uang kita juga sudah habis, hutang Bapak belum sepenuhnya lunas. Kamu tahu sendiri bagaimana cara depkolektor itu menagih uang. Kalau kamu punya pilihan lain, silakan! Kita tak punya banyak waktu!" kata Satrio.

Rina kemudian mulai memejamkan matanya, ia membaca mantra. Satrio pun juga, setelah selesai Satrio menciprat-cipratkan air bunga ke kepala Rina. Seperti biasa Rina berjalan ke depan dan berjongkok, lalu ia mulai beraksi.

Maafin Rina bu Hajah, maafin aku Zaki. kata Rina dalam hati. Tinggal di desa memudahkan Rina untuk melancarkan aksinya. Jarang sekali ada yang membangun pagar di sekeliling rumah.

Rina sudah sampai di halaman rumah Zaki. Ia kemudian segera menuju ke belakang rumah Zaki.

Ah ... ternyata got pembuangannya tertutup semen cor. Ada sedikit lubang, tetapi tidak cukup lebar. Rina berusaha membuka penutup got tersebut. Ah, andai saja Rina bisa ber-ubah menjadi manusia, maka pekerjaanya tentu saja akan lebih muda.

Rina memutar otak ia mencari kayu dan mengigitnya, ia masukan ujung kayu tersebut ke dalam sela, kemudian ia menginjak kayu tersebut.

Gladak!

Semen cor yang tidak terlalu tebal itu mulai sedikit ter-angkat. Rina berhasil, ia memasukkan monyongnya dan mulai meminum air comberan di belakang rumah Zaki. Pasir dan kotoran ikut masuk ke dalam lambung Rina, kini ia sudah semakin terbiasa melakukan hal itu. Tidak semenjijikkan waktu pertama kali melakukannya.

Kurasa sudah cukup!

Rina berpikir untuk mensudahi pekerjaanya, perutnya sudah terisi penuh. Ia berjalan mengendap-endap dari satu kebun ke kebun lain. Namun di perjalanan pulang.  Kaki Rina terluka, ia tak sengaja menginjak pecahan beling yang cukup tajam.

Ah! Rina mengaduh. Ia berjalan dengan terpincang-pincang. Hingga akhirnya Rina kehilangan fokusnya karena luka di kakinya.

"Jo ... bukannya itu seekor babi?" kata Heru yang mendapat giliran ronda malam itu. Heru mengarahkan senternya ke arah tanaman bunga di mana Rina berada. Rina yang menyadari akan hal itu segera bersembunyi dan secepat kita menghindar.

Rina segera berlari ke belakang rumah, memang lebih aman lewat belakang.

"Mana?" bisik Jono.

"Tadi di sana!" tunjuk Heru. Mereka lalu mendekati rimbunan tanaman bunga depan rumah bu Dewi. Heru dan Jono berputar-putar di sana.

"Jo, lihat!" tunjuk Heri. "Ada bercak darah dan jejak hewan!" 

Babi ngepetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang