s a t u

88 6 0
                                    

Sebelumnya, makasih bagi yang udah mau mampir ke sini, btw happy happy yah baca nya. Maaf kalo ada salah dalam penulisan maupun kata.

#AUTHORAMATIR:)

**
BIJAKLAH DALAM MEMBACA! KARENA CERITA INI MENGANDUNG KATA KATA KASAR DAN SEBAGAINYA!
**
PEMBACA GELAP MOHON PARTISIVASINYA YA:)
🚫dilarang plagiat

✨HAPPY READING✨
_
_
_
_
_
_

'Jika dengan kata kata kamu belum luluh juga, maka aku akan bertindak dengan fisik'
-Rheana

••

"RHEA, BANGUN!" teriak Satria dengan tangan yang masih setia menggedor pintu kamar milik Rhea-adiknya.

"Argh berisik Bang Sat," kata Rhea dengan sedikit menaikan nada suaranya, ia malas bangun pagi ini karena semalaman begadang mencari cara agar Selatan mau membuka hati untuknya.

"TIDUR KAYA BANGKE LUH, BANGUN ATAU GUE DOBRAK PINTU KAMAR LO!" nyatanya Satria masih setia berteriak seperti suara ibu kalian yang jadi alarm saat kalian susah dibngunin:v

"Iya iya, ini bangun ah." jawab Rhea sambil membuka pintu kamarnya.

"Aww, Sakit bego!" semprot Rhea di depan wajah Satria. Dengan tiba tiba Satria menjitak kening Rhea menggunakan sendok sayur. Alhasil Rhea merasa sangat kesal lalu kembali menutup pintu kamarnya.

"Makanya bangun, cewe ko tidurnya kaya bangke," jawab Satria kemudian berlalu meninggalkan Rhea yang masih kesal dengan ulahnya. Nyatanya Satria terbahak ketika ia berada di dapur, melihat wajah kesal Rhea yang masih mengumpulkan nyawanya membuat ia semakin bahagia.

Rhea heran, mengapa Satria sangat suka jika ia merasa kesal ataupun marah. Ntahlah, mungkin itu bukti bahwa Satria sangat menyayangi adik satu satunya yang lahir akibat keterpaksaan kedua orangtuanya ini. Miris bukan?

Eits, tapi jangan salah. Keluarga Rhea sangat sayang kepada Rhea, kedua orangtuanya selalu mengekang karena ia anak perempuan satu satunya, jadi mereka sangat ketat menjaga keselamatan untuk Rhea apalagi kedua Abang Rhea yang selalu posesif jika Rhea dekat dengan laki laki.

Tapi Rhea sangat bersyukur lahir di keluarga ini, meski banyak kekurangan dalam dirinya, ia sangat bersyukur masih bisa di beri kesempatan untuk hidup.

Selesai dengan ritual paginya, Rhea memutuskan untuk ke dapur membantu sang Abang memasak karena jelas katanya masakan Rhea lah yang sangat enak. Tentunya urutan kedua karena urutan pertama jatuh kepada ibunya.

"Sini Bang, biar Rhe yang potong bawangnya," sela Rhea disaat Satria ingin memotong bawang. Bukan, bukan karena Satria tidak bisa memotong bawang tapi karena Rhea takut jika yang Satria potong adalah jarinya. Akan membuatnya brabe jika hal itu kembali terulang.

"Gue juga bisa kali!" sentak Satria dengan mendelik sinis, justru itu yang membuat Rhea pagi ini ingin terus meledek sang Abang.

"Ya Bang Sat, Rhe juga tau. Tapi apakah jari Abang bakal selamat setelah selesai memotong bawang bawang ini?" kata Rhea menggoda dengan menaik turunkan kedua alisnya membuat Satria bergidik ngeri. Tawa Rhea kembali hadir meramaikan dapur yang tadinya sunyi menjadi berisik.

"Stop manggil gue Bangsat, gue bukan maling bego." katanya dengan raut muka kesal.

"Bang spasi Sat, itu pake spasi bang, kalo gapake spasi baru Bangsat yang selalu nyuri hak orang." ucapnya sambil tertawa. Satria mencoba sabar mengusap dadanya dengan mengucapkan kalimat Istirgfar dilanjutkan dengan membaca Ayat Kursi.

365 HARI - Rheana&SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang