Enam ✧ Tentang Nama dalam Hujan

698 110 10
                                    

Perihal Nama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perihal Nama


MEI 2010

"Kalian masih bareng-bareng?"

Satu lagi pertanyaan terlontar hari ini. Sudah amat sering pertanyaan disertai tatapan heran itu diterima Hensel dan Anjana. Baik yang bernada takjub atau bahkan iri karena melihat keduanya begitu akur hingga tiga tahun lamanya. Saking bosannya, yang ditanya hanya bisa menjawab dengan senyum.

Ya, masih. Mau dijawab apa lagi. Tanpa terasa keduanya sudah berhubungan selama tiga tahun.

Hal yang sama juga berulang diajukan teman-teman sejurusan Anjana yang kerap menyaksikan Hensel tak pernah absen, rajin menjemputnya seusai kelas, sejak dari semester awal hingga semester buncit alias tingkat akhir saat ini.

Selalu, Hensel dan Anjana tak ambil pusing saat menyadari bahwa yang ingin orang-orang itu ketahui lebih tepatnya adalah bagaimana bisa keduanya masih tetap bersama walaupun tidak memiliki nama masing-masing seperti pasangan pada umumnya.

"Kalian beneran masih? Gimana bisa? Kok nekat, Na?"

Lagi, pertanyaan temannya itu dijawab Anjana dengan sekulum senyum. Berbagai bisikan yang bernada menakuti bukan sekali dua kali ia dengar. Ucapan miring pun kebanyakan melarang hubungannya itu tetap diteruskan.

Tetapi Anjana tak peduli. Ingin sekali ia menyahut dan menegaskan, "sudahlah, jangan pedulikan kami. Kami tahu apa yang kami lakukan."

Jangan pula tanyakan apa yang istimewa dari sosok laki-laki itu di mata Anjana, karena ada banyak sekali. Sejak saling menyatakan perasaan secara jujur tiga tahun lalu, Anjana sudah paham segala risiko yang akan ia hadapi bersama Hensel dan siap melewatinya.

Siang ini di luar pelataran gedung Fakultas Kedokteran, panas terik terasa seperti membakar kulit. Anjana yang sudah selesai dengan keperluannya dengan salah satu dokter, tengah menanti Hensel menjemput. Tak lama berselang, motor dengan seorang pengendara berhelm dan berjaket denim itu tiba di depannya.

"Sorry, ya, lama nggak nunggunya?"

"Nggak kok, Pak Bos."

Hensel menyerahkan sebuah helm yang langsung diterima dan dipakai Anjana. Baru saja Anjana melangkah mau menaiki jok motor belakang, Hensel menahannya.

"Tunggu, Jan. Sebentar."

Dengan cepat, Hensel memundurkan badan dan menduduki bagian belakang tersebut. Anjana tertegun sebentar melihat tindakan ini. Ia tak bisa menahan lolosnya senyum saat Hensel cuma bisa memamerkan deretan giginya saat ia bergerak maju lagi dan bicara, "Dah. Udah nggak panas. Hehe. Ayo, naik."

Ada saja tingkah unik laki-laki ini.

Mereka lalu melaju menuju tempat makan, kemudian menyantap hidangan sambil bertukar cerita. Sejak jadwal keduanya semakin padat dengan kesibukan tugas akhir, mereka jadi amat menghargai pertemuan sesingkat apa pun. Tak ada lagi ribut-ribut untuk hal remeh yang membuang-buang waktu.

Your Name | Hendery ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang