Botem

55 13 3
                                    

   Awal-awal aku berada di pesantren ini, aku selalu membaca tulisan-tulisan di dinding. Seperti yang kalian tahu, setiap sekolah selalu ada coretan-coretan di dinding. Memang hal itu membuat dinding menjadi kotor dan terlihat kumuh, tapi bagiku coretan-coretan tersebut adalah hal menarik yang harus kubaca, karna bisa saja itu adalah pesan dari para alumni, peringatan atau hanya sekedar hal konyol.

   Aku tertarik dengan salah satu topik yang selalu muncul di setiap dinding kelas manapun.

   Awalnya aku melihat satu tulisan "BOTEM" yang membuatku berfikir apa artinya. Lalu aku menemukan tulisan-tulisan lain yang sepertinya masih ada kaitan tentang botem.

"Kita disini tidak sendirian
Kita bersama mereka yang tak terlihat"

"Jangan pernah mengejek botem"

"Tolong!!!
Tolong!!!
Tolong!!!"

   Dan masih banyak tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dengan hal tersebut. Aku masih terpikirkan apa maksud dari kata "Tolong!!!"  yang diulangi sampai 3 kali itu. Apakah yang menulisnya merasa dirinya dalam bahaya?

   Bahkan di kelasku ada tembok yang bolong, rumornya ada santri yang kesurupan lalu meninju tembok sampai retak dan akhirnya bolong seukuran kepalan tangan.

   Ternyata bukan hanya aku yang tertarik pada hal yang disebut botem itu. Teman-teman seangkatanku mulai membicarakan hal tersebut. Bahkan ada yang sampai menanyakan ke santri yang sudah lama berada disini.

   Aku sedikit menguping pembicaraan mereka, salah satu yang menjadi narasumber pembicaraan itu berkata

   "Gua udah nanya ke anak lama. Awalnya dia gamau ngasih tau, soalnya emang gaboleh diceritain. Takutnya anak baru pada takut atau ada bahaya gitu. Tapi gua sogok aja pake makanan, dia langsung nyeritain." Ia menurunkan kepalanya dan memberi isyarat pada orang-orang yang mengerumuninya agar lebih mendekat, lalu ia melanjutkan ucapannya "sebenernya gua gaboleh nyeritain ke siapa-siapa, tapi gaenak kan kalo gua pendem sendiri". Ia meletakkan telunjuknya di bibir tanda untuk jangan memberitahu yang lain.

   Lalu ia mulai bercerita "Jadi botem itu artinya Bocah Item. Emang udah ada dari awal pesantren ini dibangun. Warga sekitar juga udah tau tentang makhluk ini, tapi mereka bersikap seolah ga ada apa-apa biar gaada yang panik gitu"

   "Warga pernah keilangan anaknya waktu magrib, dan tiba-tiba udah ada di kamarnya lagi pas malem." "Katanya sih si anak ini diajak main sama botem ke dunia lain"

   "Bukan warga doang, santri sini juga pernah ada yang di culik botem. Tiba-tiba pas malem dia ilang gitu aja, paginya dia ada di kelas, dalam keadaan pingsan"

   Saat sedang asyik-asyiknya kami mendengar ceritanya itu, ada seorang temanku yang bernama fatur memotong pembicaraan.

   "Wadul goblog! Teu aya nu ngaranna botem, sok buru mana tunjukkeun mun aya mah!"(boong goblok,gaada yang namanya botem,mana sini tunjukkin  kalo ada mah).

   *di kelas kami,ada pelafon yang bolong lumayan besar, biasa dipakai anak nakal untuk merokok di atas atau menyembunyikan barang tertentu. Sepanjang hari diatas sana selalu gelap, dan banyak yang meyakini bahwa ada sosok yang bersembunyi di atas sana.

   Fatur menumpuk sebuah meja dan kursi agar kepalanya bisa melongok ke dalam kegelapan itu. Lalu ia melihat di dalam gelap itu dan berteriak "woi mana lu setan!mana yang namanya botem sini keluar! Moal sieun aing anjing!"(ga bakal takut gua anjing).

   Aku merasa ia sudah keterlaluan, karna dalam islam pun di larang menantang setan/jin.

   "Tur tong kitu tur"(tur jangan gitu tur).celetuk salah satu temanku mengingatkannya.

   Setelah beberapa saat, ia menoleh pada temanku itu "mana? Gaada kan. Udah gua bilang gaada yang namanya botem".

   Baru saja ia berbicara seperti itu, tiba-tiba kursi yang ia pakai untuk berpijak itu oleng lalu terjatuh bersamanya, tapi untungnya aku dan beberapa temanku sigap untuk menangkapnya.

   "Tuhkan tur, lu si sok sok an nantang setan", ucapku padanya sambil membantunya berdiri.

   "Ngga itu mah emang kursinya udah reyot", jawabnya seakan tak takut sama sekali.

   "Yeh dibejaan"(yeh dibilangin), balas temanku.

---

   Malamnya, aku dan 3 sahabatku sedang berjalan menuju masjid untuk solat isya.

   Namun tiba-tiba listrik seluruh tempat ini padam, seluruh area pesantren gelap gulita. Aku dan 3 sahabatku menghentikan langkah dan memperhatikan sekitar.

   "Mati lampu ya", ucapku berbasa-basi.

   "Iya anjir gua gabisa liat apa apa asli", jawab salah satu sahabatku.

   Lalu tiba-tiba listrik kembali menyala, aku dan sahabatku mengucap lega. Lalu listrik kembali padam, namun sesaat sepersekian detik sebelum padam, aku tiba-tiba melihat sesosok anak kecil dengan seluruh tubuh hitam berlari dengan cepat melesat di hadapanku.

   Nafas serta detak jantungku terhenti sejenak setelah melihat sosok tersebut, mataku terbelalak kosong, masih tak percaya apa yang barusan kulihat.

   Aku menepuk pundak salah satu temanku lalu aku bicara dengan posisi mataku masih menatap kedepan kosong "geis, sebelum lampu mati tadi, ada yang liat sosok anak kecil item lewat ga si?" tanyaku dengan lemas.

   "Hah? Galiat apa apa, daritadi disini cuma kita ber empat" jawab salah satu temanku, dan temanku yang lain hanya menatap heran ke arahku.

---

   *esok paginya

   "Panas! Panas! Panas!", suara teriakan itu membangunkan seluruh santri di asramaku.

   Ketika kami terbangun, kami melihat seorang temanku yang berteriak itu ternyata adalah fatur. Yang membuat kami terkejut adalah tubuhnya penuh dengan bercak-bercak dan bentol merah. Ia terlihat seperti kepanasan dan kegatalan sambil menggaruk bercak yang ada di seluruh tubuhnya.

   Musyrif asrama kami langsung menghubungi ustadz dan kami disuruh keluar asrama agar mereka bisa mengetahui apa penyebabnya dan mencari obatnya.

   Setelah sekitar 1 jam berlalu akhirnya suasana di dalam asrama kembali tenang, dan ustadz berkata pada kami untuk tidak menantang makhluk gaib, karna mereka bisa marah dan mencelakakan kita.

   Obatnya tidak ada, sepertinya memang harus menunggu sampai ia pulih dengan sendirinya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

RELOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang