Tiga : Ujian Patah Hati

10.5K 1.8K 92
                                    


Karena ada tamu yang nggak diundang ... baiklah, aku terlalu kejam mengatakan Ayasha tamu nggak diundang, Fadila langsung menggerutu. Dia nggak pernah suka dengan Ayasha sekalipun mereka telah lama damai. Waktu awal sekali pacaran dengan Rian, Ayasha sempat mencemburui Fadila karena sering curhat lewat chat dengan Rian. Ayasha sampai hari ini nggak pernah tahu bahwa dia sebenarnya salah sasaran, yang paling dekat dengan Rian bukan Fadila atau Umbar. Tetapi aku. Namun karena aku selalu bertengkar dengannya dan jarang sekali chat saat itu dengan Rian, dia nggak pernah menaruh curiga padaku.

Fadila-lah sasarannya. Padahal kami semua tahu bahwa yang paling sering ditemui Rian adalah aku. Meskipun kami telah terpisah jarak saat mereka jadian. Ayasha nggak pernah tahu Rian dua kali ke Ambon untuk liburan dulu, juga tahun kemarin ke Seoul untuk menemuiku.

Namun, aku dan Rian tipe orang yang sama-sama bungkam. Lagipula, tidak perlu orang lain tahu bahwa kami sedekat itu selama ini karena ada hari-hari kami nggak berkomunikasi juga (meskipun sangat jarang).

Aku bergabung dengan Kelvin untuk duduk lesehan di lantai. Kuambil toples kacang dari tangan Kelvin dan membiarkan Fadila dan Ayasha duduk berdua di sofa yang hanya muat untuk tiga orang itu. Lucu juga memandangi mereka yang enggan menatap satu sama lain ini, perang diantara mereka tentu belum selesai.

Rian bergabung bersamaku dan Kelvin.

"Duduk di atas sana," bisiknya sembari mengambil kacang dari tanganku. Aku langsung berdesis menanggapinya dan nggak melakukan apapun, selain meneruskan acara makanku.

Rian hanya menunduk sambil memakan kacang dengan tenang. Aku memperhatikan Rian dan Kelvin bergantian, baru menyadari bahwa raut wajah Rian sama sekali nggak menunjukkan mood yang baik. Lalu, pandanganku beralih pada Ayasha yang sedang memainkan ponselnya.

Mataku kembali menatap Rian yang masih santai dengan aktivitasnya. Dengan gerakan cepat, aku beranjak dari mereka berdua dan berjalan menuju dapur. Kukeluarkan botol sirup dan nata de coco dari dalam kulkasku. Aku berniat membuatkan mereka semua minuman. Sembari mengeluarkan semua gelas, aku kembali mengamati mereka berempat yang sibuk dengan aktivitas masing-masing.

Kuhela napas berat karena kejanggalan benar-benar sedang terjadi.

Sudahlah bukan sama sekali urusanku.

Aku tetap sibuk dengan aktivitasku sampai nggak menyadari seseorang menyusulku. Fadila membantu mengatur posisi gelas di atas nampan sebelum menuangkan sirup dari teko.

"Muka lo nggak bersahabat banget, Dil," komentarku sedikit berbisik yang ditanggapi Fadila dengan tak acuh.

"Lo udah mau nikah Dil. Udah dong ... nggak enak tau sama Rian," tambahku lagi, jika Ayasha menikah dengan Rian tentu saja mereka akan bertemu satu sama lain.

Fadila menggelengkan kepalanya. "Dia tuh ngintilin Rian mulu tau, dih ... gemes gue!"

Aku dengan cepat meletakkan telunjuk di depan bibir. Ucapan Fadila bukan sesuatu yang membuat nyaman telinga apabila di dengar orang lain. Apalagi Rian. Bagaimanapun, Ayasha tetap pilihan Rian dan kami semua harus tetap menghargai itu.

Yah, semoga saja apa yang kupikirkan benar. Kadang, Rian bisa terlihat santai namun sebenarnya dia sedang ingin meledakkan sesuatu. Aku bisa melihat raut wajahnya yang cukup cuek tadi dan mata sayunya. Jika dugaanku benar, mereka sedang bertengkar hebat.

Aku adalah saksi hidup beberapa kali pertengkaran Rian dan Ayasha serta bagaimana tanggapan laki-laki itu. Tetapi bukan berarti aku berharap mereka bertengkar sekarang bukan?

Setelah semua gelas terisi penuh, aku membawanya ke meja dan menawarkan mereka satu persatu. Aku memperhatikan wajah Fadila yang masih masam dan mengambil duduk di samping Kelvin.

Tetap Teman | ✓ (Karya Karsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang