Dua

5.1K 397 4
                                    

Selamat membaca

Arkan POV

"Aku menikahimu hanya demi putriku. Aku akan tetap menganggap mu adik. Dalam pernikahan ini jangan harap ada cinta di antara kita. Aku tidak akan meminta hakku sebagai suami, jadi kamu tenang saja."

Itu adalah ucapan yang aku katakan pada istri keduaku Mentari, satu tahun lalu sesaat setelah acara pernikahanku dan dia dilaksanakan.

Di tinggal oleh orang yang begitu kita sayangi, memang sangat sakit. Wanita yang paling aku sayangi setelah ibu dan adik perempuanku, pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Dia pergi setelah melahirkan buah hati kami. Mutiara, dia adalah cinta pertamaku kekasih hatiku yang namanya masih bertahta di dalam jiwaku.

Kami pacaran sejak kuliah di Singapura, kita mengambil jurusan yang sama. Selama pacaran kami tidak mengalami kendala sampai menikah, kedua keluarga kami juga merestui hubungan kami.
Usia pernikahan kami sangat singkat belum ada satu tahun, hanya kurang lebih sepuluh bulan saja.

Setelah istriku meninggal memang Melati, putri kami di asuh oleh keluarga istriku. Tepatnya di asuh oleh bibinya, adik kandung istriku, Mentari.

Dua bulan setelah kematian Tiara, mommy memintaku untuk menikahi Mentari. Tadinya aku tidak mau, tapi mommy terus memaksaku. Katanya tidak gampang mencari perempuan yang benar-benar mencintai anakku. Akhirnya aku setuju menikah dengan mantan adik iparku.

Tiara dan Tari hanya terpaut usia satu tahun. Secara fisik memang Tiara lebih putih sama seperti diriku, sedangkan Tari, gadis itu  berkulit kuning langsat tapi tetap tidak mengurangi kecantikannya. Pernikahan kami pun di gelar, tidak ada pesta mewah hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat saja. Setelah menikah kami tinggal di rumahku yang aku tempati dengan Tiara. Selama menikah Tari selalu mencoba menjadi istri yang baik dengan cara memasak makanan untukku walau aku tidak pernah memakannya, sudah aku katakan aku menikahinya hanya karena Melati, jadi aku tidak ingin merepotkan dia.

Aku tidak tahu perasaan dia padaku bagaimana, dan aku tidak pernah bertanya mengapa dia menyetujui pernikahan ini. Aku juga berjanji tidak akan menyentuhnya, aku hanya takut dia hanya menjalankan kewajibannya melayaniku, jadi aku tidak akan meminta hakku sebagi suaminya. Aku ingin kalau kita tidak berjodoh dia masih di segel, dan akan di berikan pada orang yang benar-benar dia cintai.

Jujur aku mulai ada rasa pada Mentari, aku sering memperhatikannya saat dia dengan telaten merawat Melati, bahkan ketika mereka tidur aku sering memandanginya. Memang Tari tidur di kamar putriku.

Sebenarnya aku ingin menanyakan perasaan dia padaku, kenapa dia masih bertahan denganku. Tapi aku gengsi, aku takut dia akan bilang kalau dia mencintai laki-laki lain. Dan dia akan meminta berpisah saat Melati agak besar. Tidak ada perjanjian nikah atau semacamnya. Aku memang berniat menjalankan pernikahan ini sebagai mana mestinya. Tapi lagi-lagi, aku masih ragu dengan perasaan Tari padaku. Aku tidak ingin memaksanya kalau dia memang tidak mencintaiku. Sejak kapan aku mulai menyukainya? Entah sejak kapan, aku sendiri juga tidak tahu, begitu cepatkah aku jatuh cinta lagi? Aku memang sangat mencintai Tiara, selamanya dia akan tetap ada di hatiku. Tapi aku juga tidak munafik kalau aku juga mencintai Tari walau belum sebesar cintaku pada Tiara.

Malam ini mommy mengundang kami makan di rumahnya. Semua keluarga besar juga hadir. Dan mommy tidak mengizinkan kami pulang, dia menyuruh kami menginap di sini.
Walaupun anak-anak mommy sudah pada menikah, tapi mommy tidak merubah sedikit pun kamar kami. Jadi saat aku menginap dirumah orang tuaku, aku tidur di kamar yang aku tempati saat bujang.

Saat ini aku sudah berada di kamarku, tadi aku sempat ngobrol-ngobrol dengan babah. Melati untuk malam ini tidur dengan mommy. Sudah lima belas menit aku disini tapi Tari masih di kamar mandi.

Pintu kamar mandi terbuka, kemudian keluarlah wanita yang ku nikahi satu tahun lalu. Ternyata dia tidak memakai kerudungnya, ini kali pertamaku melihat rambut indahnya selama aku mengenal dia dari dulu. Dia terkejut melihatku berada di kamar. Lalu dia mencoba memakai kembali kerudungnya.

"Tidak usah di pakai lagi. Tidak ada orang lain. Saya berhak melihatnya!" kataku kemudian turun dari ranjang mendekatinya. Kulihat dia salah tingkah.

Kata orang sejak kepergian istri pertamaku, aku berubah menjadi dingin dan cuek. Aku sendiri tidak tahu dengan diriku. Tapi malam ini tak tahu kenapa aku ingin menggoda Tari.

"Baik, Mas," ujar Tari gugup saat aku mulai mendekatinya.

"Saya kepikiran ucapan mommy tadi untuk memberi Melati seorang adik," aku membelai rambut hitamnya. Ternyata rambutnya sangat indah, hitam panjang dan lebat. Beda dengan Tiara yang lebih suka berambut pendek dan di cat warna pirang.

Tari masih diam, entah apa yang dia rasakan, lalu ku bawa rambutnya ke indra penciumanku, wangi sampo menusuk hidungku. Aku suka wanginya.

"Mas ...," ujar Tari saat dengan sengaja ku mencium lehernya.

"Kenapa?" Lalu ku putar tubuhnya jadi menghadapku. Dia menatap ku.

"A - ku ...," katanya gugup.

"Kamu kenapa? Saya ini suami kamu, dan saya ingin meminta hak saya sebagai suami kamu, sekarang." Kulihat dia semakin menegang. Dalam hatiku bersorak gembira membuat dia gugup.

"Bukannya Mas, tidak akan meminta ku melayani, Mas?"

Apa dia masih ingat dengan ucapan ku. Sungguh aku menyesal telah mengucapkan kalimat itu. Ada sedikit kecewa dia menolakku, walau ini salah ku tapi aku tidak akan memaksanya. Lalu ku meninggalkannya dan naik ke atas tempat tidurku.

"Tidurlah," ujarkku mencoba memejamkan mataku.

"Mau kemana kamu?"

Kulihat dia membawa selimut dan bantal.

"Aku mau tidur di sofa aja, Mas,"

"Siapa yang nyuruh kamu tidur di sofa?! Apa sampai tidur pun kamu tidak mau tidur dengan saya?"

"Bukan begitu, Mas," jawabnya salah tingkah.

"Lalu? Apa?!" Aku menatapnya tajam.

"Baiklah, saya akan tidur di ranjang."

Aku tersenyum, dia mulai berbaring disampingku.

"Membelakangi suami dosa loh. Kamu tahu kan?"

Tak lama kemudian dia memutar tubuhnya, wajah kami hampir bertabrakan saat dia menghadapku. Hidungku tepat berada dihidungnya, kurasakan nafasnya berburu. Tanpa banyak kata, ku cium bibirnya. Tidak ada reaksi apa-apa darinya.

"Mentari, entah bagaimana perasaanmu padaku. Jujur aku mulai mempunyai rasa padamu, aku ingin menjalankan pernikahan ini sebagaimana mestinya." Aku memberanikan diri membelai wajahnya, dia masih belum bicara apa-apa.

Persetan dengan gengsiku, sekarang aku hanya ingin jujur tentang perasaanku padanya, apa yang dia katakan nanti aku akan menerimanya.

"Mas! aku ...,"

Tbc

23 Maret 2021

Mentari untuk Arkan  (Aldama Family seri 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang