Sekarang, di sebuah ruangan yang sangat luas, bahkan melebihi lapangan tempat mereka berbaris sebelumnya.
Tiap sisinya berwarna putih bersih, tak ada noda yang terlihat dari kejauhan. Ubin yang digunakan seperti baru saja selesai dipasang.
Sebuah panggung dengan mimbar diatasnya berada diujung ruangan. Tingginya mungkin setara dengan dada seseorang dengan tinggi 170cm.
"Gila ya, kita bisa dapetin tempat kaya gini gratis." Cewek yang sama terus berbicara dengan Gladis sejak tadi.
"Iya hehe~" jawab Gladis dengan canggung.
Sedari tadi cewek itu terus berbicara dengan Gladis. Dia siapa? Gladis juga tidak tahu. Mau bagaimana lagi, semua siswa baru disini adalah individu. Mereka datang tanpa teman dari sekolah menengah pertamanya.
Gladis meraih bahu gadis itu dan memotong ocehannya yang belum berhenti. "Hey, nama lo siapa?"
"Lah iya, gue belum kenalin diri." Cewek itu melongo menjawabnya.
"Hahaha, kenalin gue Yura, Yura tania." Yura mengulurkan tangannya.
"Gue anak pertama dari satu bersaudara. Gue tinggal beberapa kilo doang dari sini." Ia tetap mengoceh tanpa henti.
Gladis mulai memalingkan perhatiannya dari cewek berwajah bule itu ke seorang bapak tua yang umurnya mungkin sama dengan ayah Gladis.
"Selamat pagi, anak-anak semua." Dia adalah kepala sekolah disini. Ia berdiri diatas mimbar kayu yang berlekuk dengan elegan.
"Selamat datang di SMA Kartika Almeta. kalian akan menjadi lebih baik disini. Ikuti tata tertib di sekolah ini jika tidak ingin dikeluarkan!"
"Sekian, terima kasih."
HAH!!!
"Anjir, gitu doang?! Makan gaji buta kali tu kepsek ya?" Yura mewakilkan perasaan semua orang pada saat itu.
"Lagi buru-buru kali tu kepsek," bantah Gladis.
Kini mimbar diambil alih oleh Avan si ketua osis. Wajahnya sekarang sudah terlihat dengan jelas. Rambutnya rapi, matanya sedikit sayu membuat dirinya terlihat seperti orang yang malas dan santai. Caranya berpenampilannya berkata lain, penampilannya sangat cocok dengan jabatannya sebagai ketua osis, sangat berbeda dengan Raka yang duduk di depan Gladis.
Avan meletakkan tangannya di sisi kanan dan kiri mimbar. "Saya harap kalian sudah membaca buku peraturan yang kami berikan."
Sayangnya kebanyakan dari mereka bukan pecinta tulisan. Mereka yang sudah membacanya mungkin bisa dihitung menggunakan jari.
"Jika belum, mohon untuk segera membacanya sebelum pembelajaran efektif dimulai! Kami tidak akan menjelaskannya pada kalian!" gertak Avan tetap dengan mata sayunya.
"Keren banget gak sih tu ketos? Kalau dia ketua osisnya mah gue mau diperintah dia," ucap Yura sembari membelai rambutnya yang sepanjang bahu itu. Kemungkinan besar wanita di ruangan itu akan berpikir sama. Dan tidak menutup kemungkinan juga laki-laki.
Raka yang duduk di depan Gladis dan Yura berbalik menatap mereka. "Gantengan juga gue kemana-mana."
"Bacot lu ka!" balas Yura dengan nada nyolot. Tapi, apa yang dikatakan Raka tak sepenuhnya salah. Ia tak begitu buruk.
"Alaaah, lo dari dulu gak pernah mau ngaku kalau sebenernya lo suka sama gue, kan?"
"Najis gue!"
"Kalian saling kenal?" Gladis bertanya pada dua orang yang saling bersahutan layaknya sudah mengenal lama satu sama lain.
Yura menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dan menjawab Gladis, "Raka temen gue SD. Tapi SMP gue pisah sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia yang Berkacamata
Roman pour AdolescentsMudahnya, ini adalah kisah seorang siswi yang berperan sebagai dominan dalam suatu hubungan demi mempertahankan sesuatu yang ia cintai. Cerita ini mengisahkan seorang gadis bernama Gladis yang baru saja memasuki masa SMAnya di sekolah swasta yang me...