05 - Life Goes On

105 12 6
                                    

note dari galaxy :

sebelum next scrolling, bisa minta vote sama coment nya? gratis kok hehehe. thankiessss

happy reading!

----

Sudah dua minggu Markala pergi meninggalkan Nana. Dua minggu bukan waktu yang cepat bukan? Sejak kepergian Markala, Nana benar benar kehilangan separuh hidup nya. Nana kini tak lagi sama dengan Nana yang dulu. Nana lebih sering mengurung diri nya di kamar, tak peduli dengan ucapan bunda atau rayuan kawan kawannya.

Nana terbangun di tengah malam, sebenarnya ini bukan pertama kali nya Nana terbangun di tengah malam dalam kondisi penuh keringat yang mengucur di badannya. Semenjak beberapa hari ini Nana sering terbangun di tengah malam. Entah karena apa, Nana juga bingung. Nana tidak mempermasalahkan setiap saat ia bangun tengah malam. Ia hanya tak suka setiap ia bangun, pasti akhir nya dia menangis tanpa sebab dan berakhir bangun sampai matahari terbit.

Iya menangis tanpa sebab. Rasa nya sesak dan sangat menyakitkan berbaur menjadi satu. Nana merubah posisi tidur nya, dia mulai terduduk dengan lutut tertekuk. Nana juga mulai memeluk kaki nya sendiri, dia menangis pelan. Rasa yang di alami Nana saat ini, seperti putus asa dan entah apa. Nana juga sulit menyebutkan nya, terkadang di tengah malam seperti ini Nana pernah sesekali berpikiran untuk mengakhiri hidup nya. Tapi setiap dia ingin melukai dirinya sendiri, selalu gagal. Seperti ada yang mencegah nya.

"Bang, semesta kenapa kejam banget sih?" ujar Nana dengan sesegukan. Dia menangis dalam diam, rasa sesak itu masih berada memenuhi dada Nana. Sesekali Nana memukul mukul dada nya, namun bukan nya menjadi lebih baik malah rasa sakit itu semakin menyesakkan.

Mata Nana mulai memanas lagi, dia mulai menangis kembali. Dalam keadaan sama, dan memeluk dirinya sendiri. Nafas nya menderu, dada nya sesak, sangat teramat sesak. Berkali kali dia kembali memukul mukul dada nya. Tapi hasilnya tetap sama seperti tadi. Bukannya tambah membaik, malah semakin menyakitkan. Selang beberapa menit, rasa sesak di dadanya berkurang. Nana mulai bernafas dengan tenang, suara nafas nya begitu menderu di sisi kamar nya. Nana merubah posisi duduknya. Dada nya memang tak sesak lagi. Tapi rasa sakit di dada nya masih ada. Dia terduduk di pinggir kasur nya, saat ini jam menunjukkan pukul 4 pagi.

Nana mulai melamun lagi. Dulu ketika dia terbangun di tengah malam, selalu ada Markala yang mampu menenangkan nya. Tapi kini, hanya sunyi yang selalu ia dapati saat terbangun di tengah malam. Setiap hari, dia selalu bertanya.

Apakah mungkin Markala bisa kembali lagi di sini? Apa takdir memang se kejam ini untuk nya?

Nana mengacak acak frustasi rambut nya, "Tuhan, apa dosa ku di masa lalu sangat banyak? Hingga aku harus menanggung ini sendirian? Ini sangat menyakitkan. Aku tak sanggup"

Kita semua pasti pernah merasa frustasi dan ingin menyerah akan hidup kita bukan? Itu lah yang dirasakan Nana saat ini. Setiap detik yang ia jalanin bersama Markala saja sudah sangat menyakitkan. Lalu, jika ia menjalani hidupnya tanpa Markala. Bukan kah, rasa sakit itu bertambah menyakitkan?

Nana lelah, dia terlalu lelah dengan semua ini. Hanya saja, saat dia ingin benar benar menghilangkan di dunia ini. Bunda Almira selalu melekat di pikiran nya. Jika dia pergi, bagaimana nasib bunda nya?

Dan hari ini, Nana mulai sedikit menerima takdir. Tak mengapa Tuhan mengambil Markala. Cukup Markala. Setidaknya dia berharap bunda nya masih akan selalu ada di sini. Hingga happy ending menyambut nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ephemeral - revisi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang