11. Orang Ketiga

13 5 2
                                    

Pulang sekolah bukan disambut dengan hal yang ceria, atau sapaan hangat. Tapi yang didapati oleh Claudy hanyalah seorang pria paruh baya yang sedang duduk di ruang tamu rumahnya.

Hal yang membuat Claudy kesal adalah, pria itu terus saja datang ke rumahnya setiap hari. Tidak tau waktu dan tau malu.

Padahal, tidak ada hal penting, yang ingin disampaikan pria itu. Dia hanya duduk seharian penuh di sofa itu.

"Ngapain, Om ke sini?" tanya Claudy dengan sinis.

Bukanya langsung menjawab, pria paruh baya itu berdiri dan menghampiri Claudy. Mengusap puncak kepala Claudy, dengan lembut.

"Sana ganti baju, pulang sekolah langsung ganti."

Dengan segera, Claudy menghempaskan tangan itu dari kepalanya. Dia tidak Sudi bila harus dipegang oleh orang itu.

Orang yang baginya sangat mengganggu keharmonisan keluarga. Sudah beberapa kali Claudy berbicara kepada mamanya, tapi hasilnya nihil.

Mamanya telah berulang kali mengusir pria itu dengan cara yang halus, tapi pria itu tetap datang ke rumah.

Bahkan pernah suatu hari, pria itu membawa anak-anaknya yang berusia sekitar delapan tahun. Bagaimana Claudy tidak jengkel. Dengan seenak sendiri, pria itu datang ke rumahnya, mengaturnya dan mamanya.

Kehidupannya terasa tidak bebas, saat orang itu datang ke rumah. Rumah yang seharusnya jadi tempat ternyaman untuk pulang, tapi hal itu tidak berlaku bagi Claudy jika ada pria itu di rumah.

Dengan langkah dihentak-hentakan, Claudy berlalu menuju kamarnya. Membersihkan diri, dan berganti pakaian dengan segera.

Setelah semuanya selesai, Claudy buru-buru keluar dari kamar menuju ke dapur. Mencari makanan untuk dia makan.

"Ma, ada makanan?" tanya Claudy saat bertemu dengan mamanya. Sang mama hanya mengangguk sebagai jawaban.

Claudy berlari kecil menuju dapur, bukan Claudy namanya jika tidak bersemangat soal makanan. Jika sedang marah atau kesal, ia lebih memilih makan yang banyak, entah makanan pedas atau manis.

Makanan selaku menjadi prioritas dan menjadi bahan pengembali moodnya yang rusak.

Saat asik dengan makanannya, seorang anak kecil berusia delapan tahun berlari menghampiri Claudy sambil berteriak.

"Akak Claudy!" teriak gadis itu.

Claudy berdecak kesal, bahkan saat dirinya berusaha mengembalikan moodnya yang sudah hancur, si biang pemburuk mood datang mengganggunya.

Dengan kesal, Claudy masuk ke dalam kamarnya. Mengambil ponsel, dan beberapa lembar uang yang dia masukkan ke dalam tas selempang.

Tanpa basa-basi, Claudy keluar rumah setelah berpamitan kepada mamanya. Gadis itu keluar rumah, tanpa melirik sedikitpun pria yang tengah asik menyeruput kopi di ruang tamu.

Tujuan Claudy saat ini hanyalah mencari makan, perutnya sudah keroncongan sedari tadi.

Setelah memesan ojek online, Claudy memilih menunggu ojek itu di halte yang tidak jauh dari rumahnya.

Tidak berselang lama, tukang ojek yang dipesan oleh Claudy datang. Gadis itu segera naik dan memasang helm.

Berputar-putar selama kurang lebih satu jam, Claudy terus menyuruh tukang ojek itu untuk berputar tidak tau arah.

Karena bosan, gadis itu menyuruh tukang ojek yang memboncengnya untuk berhenti. Setelah turun dan membayar ongkos, Claudy memutuskan untuk berjalan kaki.

Entah apa yang ada di pikiran Claudy, dirinya hanya ingin mencari makan sambil menikmati perjalanan yang ada.

Saat kakinya berhenti di perempatan, yang tidak jauh dari sekolahnya berada. Matanya melihat sebuah gerobak penjual martabak.

Claudy celingak-celinguk, melihat ke kanan dan ke kiri sebelum menyeberang. Tapi ada yang membuat perhatiannya terkunci pada gerobak itu.

Seorang pemuda yang amat sangat dia kenali, bahkan mereka begitu dekat.

Fikri, pemuda yang di lihat Claudy adalah Fikri. Terlihat Fikri yang tengah sibuk meladeni pelanggan dan membuat pesanan.

Dengan senyum yang mengembang, Claudy menghampiri gerobak itu, dan memanggil sang penjual.

"Fikri!"

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Fikri menoleh ke arahnya, dan tersenyum balik.

Fikri menghampiri Claudy, dan menanyakan kepada gadis itu ingin memesan apa.

"Mau pesen apa, Clo?" tanya fikri.

"Hem... " Claudy seperti sedang memikirkan sesuatu. "Entar aja, Deh kalo mau balik. Sini, gue bantu jualan."

Akhirnya, Claudy membantu Fikri untuk berjualan. Tidak mudah untuk Claudy beradaptasi dengan pekerjaan Fikri. Beberapa kali, gadis itu menyenggol wajan yang berisi minyak panas.

"Hati-hati," ucap Fikri, saat Claudy terkena wajan berisi minyak panas.

Claudy hanya membalasnya dengan senyuman. Ada rasa yang berdebar dengan kencang di hatinya, perutnya seperti ada kupu-kupu yang tengah berterbangan.

Ada rasa senang, saat Fikri memberikannya perhatian. Meskipun itu hanya perhatian dari teman cowok, ke teman ceweknya.

"Udah lama kerja kayak gini?" tanya Claudy, saat keduanya tengah beristirahat.

Pengunjung sudah mulai sepi, jadi ada waktu untuk mereka duduk mengobrol berdua.

"Baru beberapa hari, sih," jawab Fikri seadanya, sambil nyengir. "Mau teh kotak, ga?"

"Boleh deh, tapi lo kayak udah lincah gitu," timpal Claudy.

Fikri memberikan satu kotak, teh kotak kepada Claudy. Claudy menerima teh itu dengan senang hati.

"Belajar, gue awalnya enggak bisa. Tapi diajarin mas Naufal." Fikri mulai meminum sedikit demi sedikit teh yang ada di genggamannya.

"Clo, tau gak? Kenapa teen kotak itu pait?" tanya Fikri random.

Claudy hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Karena, yang masih itu ada di, lo." Fikri mencolek hidung Claudy.

Tanpa Fikri sadari, pipi Claudy bersemu merah. Meskipun hal itu sering dilakukan oleh Fikri, tapi bagi Claudy, hal itu sebuah anugrah.

"Ada-ada aja, lo." Claudy tertawa untuk menutupi kegugupannya.

Keduanya saling tertawa, saling melempar ejekan dan gombalan receh. Melupakan sejenak masalah yang ada, beban yang ada di pundak.

Mereka juga butuh jeda, dan istirahat sejenak. Sebelum akhirnya harus kembali berperang, melawan ego, dan keadaan.

Hari sudah semakin larut, Claudy membeli satu kotak martabak dan memutuskan untuk pulang.

Karena jualan sudah habis, Fikri menawari Claudy untuk diantar pulang. Dengan senang hati, Claudy mengiyakan tawaran Fikri.

Mereka naik ke atas motor beat merah milik Fikri, motor dilakukan dengan kecepatan sedang.

Menikmati angin malam, dan pemandangan yang jarang di lihat saat siang hari. Pemandangan yang lebih indah saat dilihat malam hari.

Hari ini, Claudy melupakan masalahnya di rumah. Menikmati hari bersama Fikri tidaklah buruk, Fikri yang kocak bisa dengan mudah mengembalikan moodnya yang tengah berantakan.

Jika diizinkan kembali, Claudy ingin waktu berjalan lambat. Agar kebersamaan mereka tidak cepat berakhir.

"Gue seneng hari ini!" teriak Claudy berada di belakang Fikri.

"Gue juga seneng!" teriak Fikri tidak kalah kencang.

Keduanya kembali tertawa, berbicara tentang banyak hal yang pernah mereka alami.

Namun, apakah Fikri juga mempunyai perasaan yang sama? Ataukah hanya Claudy yang berharap lebih. Pertanyaan itu yang sedari tadi terngiang-ngiang di pikiran Claudy. Tentang perasaan memang rumit.

Are You A Ghost? (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang