14. Isya dan Tedja

10 2 0
                                    

Tidak seperti biasanya, Isya yang selalu bersama dengan Kania. Pagi ini berbeda, hati seseorang tengah berbunga-bunga.

Pagi yang cerah, dan indah terasa lebih indah. Kehadiran pujaan hati, adalah penyebab hari terasa lebih berwarna.

"Sarapan dulu!" perintah pemuda itu, sambil mendorong bahu seorang gadis untuk menuju meja makan.

"Ih... bentar, ini juga lagi jalan, Eja!" rengek gadis itu.

Pemuda yang dipanggil Eja itu, hanya terkekeh kecil. Gadis yang dulu sering dia buat menangis, sekarang tumbuh menjadi gadis yang dewasa.

Bukanya melepas Isya, Tedja terus mendorong gadis itu hingga sampai di meja makan.

Bagi mereka, kedekatan seperti ini sangatlah berarti. Namun, apakah persahabatan yang telah mereka tanam sedari mereka berusia empat tahun.

"Eja, ih ... lepasin, ini udah Sampe di meja makan!" teriak Isya, sebal.

Tedja hanya terkekeh, dan mengacak kemas rambut Isya yang terurai indah. Tanpa Tedja sadari, jantung Isya berdesir hebat. Seperti disetrum oleh aliran listrik yang tinggi, tubuh gadis itu menegang di tempat.

Tedja yang melihat Isya terpaku, semakin geram. Gadis itu bukanya segera makan, malah asik berdiri sambil melamun, sambil melihat wajahnya.

Brak!

"Woi! Makan sana, ngelamun aja, mana liatin gue lagi!" Tedja menggebrak meja dengan kencang.

Saking kencangnya, Isya segera sadar dari keterpakuannya. Gadis itu segera duduk, dan memalingkan wajah dari Tedja.

"Lo juga makan dong!" perintah Isya, kepada Tedja yang hanya nyengir sendiri.

"Tante Nisa! Anakmu, crewet banget sih. Pas hamil ngidam apa sih, Tan?!" teriak Tedja lantang, hingga mendapatkan cubitan di lengan kanannya.

"Dulu Tante suka cemilin cabe, Ja!" jawab Nisa---mama Isya, tidak kalah kencang saat berteriak.

"Mama!"

"Auh ... sakit, Sya," protes Tedja yang mendapat cubitan dari Isya.

"Makanya diem! Makan!" ucap Isya, sambil menaruh sebuah roti yang sudah diolesi selai di atas piring Tedja.

"Makin imut deh Lo," ujar Tedja, sambil nyengir.

Tedja memakan roti yang di beri Isya dengan lahap, sudah menjadi rutinitas keduanya jika mereka sarapan bersama.

Isya sangat hapal dengan kelakuan sahabatnya itu. Tedja tidak bisa makan nasi saat sarapan, oleh sebab itu Isya menyiapkan roti untuk Tedja bisa sarapan.

Bukanya makan, Isya malah menatap wajah Tedja yang sedang menikmati rotinya. Karena tidak mau ketahuan Tedja, Isya segera memakan sarapannya dengan lahap.

*****
Saat Isya dan Tedja memasuki gerbang sekolah, di pos satpam sudah ada Kania yang menunggu kedatangan keduanya.

"Gue duluan ya, Ja. Makasih, sering-sering jemput gue, kek," ujar Isya sambil bercanda.

Tedja mengusap lembut rambut Isya, sebelum mempersilakan gadis itu untuk pergi dari hadapannya.

Dengan perasaan senang, Isya menghampiri Kania yang berada di pos satpam.

"Tumben lo, sama Tedja," ujar Kania, saat Isya menghampiri gadis itu.

"Dia yang jemput, yuk!" Isya mengajak Kania, untuk segera berjalan menuju kelasnya.

Mereka berjalan beriringan, sambil bercerita apa yang viral saat ini di media sosial.

Saat mereka asik mengobrol, tanpa mereka sengaja, mereka mendengar ucapan salah seorang murid kelas X IPS-1.

"Tau gak? Tadi pagi katanya Thasya sempet deketin kak Adi loh," ucap gadis itu, kepada temannya.

Entah sengaja atau tidak, suara gadis itu semakin keras membahas Adi dan Thasya di hadapan Kania.

Kania yang tidak tahan, menghampiri kedua gadis itu untuk menanyakan kebenarannya.

"Kalian tau dari mana?"

"Buka aja grup angkatan, dasar kudet!" jawab gadis itu sinis.

Tanda mendengar nada ucapan gadis itu, Kania membuka grup angkatan. Di dalam grup, terlihat seseorang menyebar sebuah foto yang berisi Adi dan Thasya.

Dalam foto itu, keduanya saling membungkuk, dan tangan mereka hampir bersentuhan untuk menggapai sebuah kardus.

Darah Kania mendidih, kala melihat foto itu. Apa lagi, terlihat jelas bahwa mereka akan bersentuhan tangan.

Kania tidak rela, bahwa orang yang dia miliki direbut oleh orang lain, apalagi hanya seorang adik kelas.

Amarah Kania semakin memuncak, dan bisa meledak kapan saja. Dengan terburu-buru, Kania mempercepat langkahnya menuju kelas, dan meninggalkan Isya di tempat.

Karena tidak ingin ditinggal, Isya mengejar Kania yang langkahnya semakin menjauh dari gadis itu.

****

Thasya menghabiskan waktu istirahatnya di kelas, dengan ditemani handphone milik Claudy di genggamannya.

Gadis itu hanyut dalam dunianya sendiri, hingga tidak menyadari ada yang memasuki ruang kelas.

Dengan tiba-tiba, rambut gadis itu dijambak dengan kencang oleh seseorang. Hingga membuat beberapa helai rambutnya rontok, akibat jambak'an yang kencang itu.

"Auh ...." keluh Thasya kesakitan.

Bukanya melepaskan, Kania semakin menarik dengan kuat rambut Thasya yang tergerai.

"Udah gue bilangin sama lo! Jangan pernah! Deketin Adi!" ucap Kania penuh dengan penekanan.

Amarah gadis itu sangat besar, tenaganya juga kuat. Thasya hanya bisa pasrah dan memohon untuk dilepaskan, tanpa melawan.

"M-maaf, Kak," cicit Thasya pelan.

"Maaf kata, lo? Lo, mau dicap sebagai pelakor?" tanya Kania dengan tajam.

Suaranya pun semakin meninggi, dan jatarikannya semakin kencang.

Kelas yang awalnya sepi, kini semakin ramai oleh para murid yang ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tidak ada yang berani melerai mereka. Semua sibuk menyoraki, merekam, dan menonton membuat suasana menjadi panas.

"Thasya!" teriak Claudy, saat dia dan fikri memasuki ruang kelas dan melihat sahabatnya dijambak oleh Kania.

Claudy berusaha menarik Kania mundur. Bukanya berhasil, Claudy malah jatuh ke belakang karena dorongan Kania yang kuat.

Fikri membantu Claudy berdiri, dan berusaha melerai keduanya. Tenaga Kania begitu kuat, seperti bukan tenaga perempuan pada umumnya. Tapi, Fikri berhasil memisahkan mereka berdua.

Tanpa diduga, seorang pemuda masuk ke dalam kelas. Pemuda itu menarik Kania keluar dari kelas. Berusaha meredamkan suasana yang panas.

"Bubar kalian!" teriak Fikri, menyuruh semua yang menonton untuk pergi dari tempat kejadian.

Claudy membantu Thasya merapihkan rambutnya yang berantakan. Terlihat beberapa helai rambut, berserakan di lantai.

"Ke UKS aja, ya," ucap Claudy, memberikan saran.

Fikri segera menggendong Thasya, kala gadis itu hampir limbung ke lantai. Jika saja tidak segera ia tangkap.

Claudy semakin panik, dan ikut berlari membelakangi Fikri. Ia sempat kecewa, kala melihat raut cemas dari Fikri.

Dengan segera, dia menepis pikiran itu dari otaknya. Fikri juga sahabat Thasya, maklum jika cowok itu khawatir dengan keadaan Thasya yang terlihat begitu kacau, karena ulah Kania.

Are You A Ghost? (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang