Mata Lian masih memperhatikan Zaki yang langkahnya kian mendekat ke arahnya. Zaki berhenti tepat di samping bangku Lian, bersebelahan duduk dengannya.
"Aw ... sakit," erang Zaki, tangannya mengelus kakinya lembut.
"Kenapa menabrakkan kakimu ke meja?" tanya Lian. Zaki kalah telak, memang gadis ini sama halnya dengan Gilang, dia bisa mengetahuinya dirinya tanpa perlu melihatnya.
"Lo liat gue tadi?" Dia tak percaya ini, dari mana gadis itu tahu, padahal tadi dia tak memperhatikan.
"Kamu tadi berhenti di depan meja selama beberapa detik, tak mungkin sedang melamun, kamu seperti memikirkan sesuatu. Ketika pandangan orang teralihkan ke arah lain, kamu langsung menabrakkan dirimu sendiri."
Mata Zaki terbelalak, sungguh dia mengetahui sedetail itu? Dia orang yang tak bisa ditipu rupanya.
"Kenapa?" tanya Lian lagi, melihat tak ada respon berarti dari laki-laki itu.
"Ehem ... berhubung lo udah tau. Oke, lo emang bener. Gue sengaja, tepatnya gue nggak mau olahraga hari ini. Lagian, kenapa sih lo pake lupa segala bawa baju olahraga?"
Lian menoleh ke Zaki.
"Aku nggak lupa, tapi bajuku kotor," kata Lian, mengundang tanya Zaki.
"Kenapa kotor? Nggak dicuci kemarin?"
Lian mendelik, enak saja dia bilang tidak dicuci.
"Ada seseorang yang mengotorinya." Tanpa sadar, gadis itu membagi keluh kesahnya kepada laki-laki itu.
"Maksudnya? Gue nggak ngerti."
"Aku meletakkannya kemarin di loker, tapi tadi aku lihat beberapa menit yang lalu, sepertinya ada yang menumpahkan saus di sana," curhat Lian. Makin ke sini, dia semakin berani menceritakan banyak hal ke Zaki. Zaki juga mendengarkannya dengan baik.
"Siapa?"
"Aku tidak tau orangnya."
"Apa gue perlu memeriksanya?" Zaki tak suka jika ada yang menjahili Lian, apalagi sekarang dia baru mau berubah menjadi lebih baik lagi.
"Tak perlu, masalahnya sudah selesai. Kecuali, jika dia membuat masalah baru."
"Katakan saja jika lo butuh bantuan gue."
"Tidak perlu, aku bisa mengurusnya sendiri."
"Jawablah ya, karena gue benar-benar khawatir." Tangan Lian tertahan mendengar kalimat Zaki barusan. Ekor matanya mengarah ke Zaki. Untuk pertama kalinya ada yang mengkhawatirkannya selain tantenya. Apa dia berkata bersungguh-sungguh?
"Gue keluar dulu, ya."
Lian tak menjawabnya, Zaki berjalan ke luar kelas. Dia nampak layaknya orang yang sehat. Bukannya baru beberapa menit yang lalu dia meringis kesakitan. Lantas mau ke mana dia? Dia tak mengatakan sesuatu yang berarti sebelum pergi. Apa dia punya pekerjaan penting?
****
Kaki jenjang Zaki mengarah ke ruangan cctv. Dia tahu, kalau tempat bagian loker ada satu cctv di sana. Karena dulunya ada kejadian kehilangan barang. Jadi, pihak sekolah ingin lebih berhati-hati lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Mantan Ketiga Belas
Teen Fiction🐊🐊🐊 "Kita ... putus aja, ya? Kamu itu bukan wanita seperti yang aku idamkan. Kamu itu sadis ...," ucapnya mengecil di ujung kalimat. Lian mendelik, salah satu tangannya memegang batu bata, yang siap kapanpun dilempar di wajah laki-laki di hadapan...