Blue Eyes

106 24 17
                                    

Malam ini, aku bertemu lagi dengannya, gadis bermata biru yang entah dari mana asalnya. Gadis bermata biru itu memiliki kulit putih, seputih salju.

Manik biru yang indah bagai lautan sangat cocok dengannya. Begitu cantik dipandang. Ah, sepertinya aku jatuh cinta pada pemilik manik itu.

Malam ini, aku bertekad akan menyatakan perasaanku padanya, gadisku yang manis. Akan ku berikan bunga mawar merah ini padamu.

Kutunggu dia dijalan yang biasa dia lewati setiap malam, jalan yang mempertemukanku dengan gadisku yang manis.

Dadaku berdebar, aku sungguh gugup. Kita belum pernah berbicara, tapi aku sudah mencintainya. Semoga dia tidak jijik padaku.

"Ah, itu dia!" Kataku begitu melihat dia yang berjalan tak jauh dari tempatku berdiri.

Aku menghampirinya dengan perasaan gugup. Ku sembunyikan buket mawar merah dibelakang ku.

"Hai," sapaku pada gadis itu.

Gadis itu tersenyum hangat. Sial, dadaku berdebar begitu kencang seperti ingin keluar dari tubuhku.

"Maaf jika aku lancang, aku tahu kita belum pernah berbicara sebelumnya, tapi aku sudah jatuh cinta padamu saat pertama kali aku melihatmu, aku diam-diam memandangmu dari kejauhan, aku terpikat kecantikan dari matamu! Maukah kau jadi pacarku?"

Aku menyatakan perasaanku pada gadis bermanik biru itu sambil menyodorkan mawar merah yang ku sembunyikan dibelakang tubuhku.

Aku sangat gugup, bagaimana jika dia menolakku? Aku tahu aku tidak tampan. Tapi setidaknya cintaku tulus.

Hening. Aku masih menunggu jawaban darinya. Gadis itu menatapku sambil tersenyum.

"Baiklah, akan ku terima perasaanmu padaku," kata gadis itu.

Senyum manis itu masih setia terpasang diwajah cantiknya. Oh, gadisku yang manis, aku sangat bersyukur pada tuhan karena telah diizinkan bersanding dengan bidadari secantik dirimu.

Ku raih tangannya, ku genggam dengan perasaan bahagia yang teramat sangat. Gadis cantik ini akhirnya menjadi pacarku.

Aku menuntunnya berjalan menuju taman, cahaya rembulan yang menerpa wajahnya membuat manik itu bersinar terang. Aku dibuat mabuk oleh manik indah itu.

"Nama mu?" Tanyaku pada gadis manis disebelahku.

"Panggil saja Lucia," sahutnya.

Suaranya begitu lembut, rasanya telingaku seperti diterpa oleh kapas-kapas halus.

Aku masih menggenggam hangat tangan Lucia. Kuusap tangannya yang halus.

Tangan sehalus dan seputih salju ini... apakah ada yang pernah menyentuhnya selain aku? Itulah yang kini terlintas dalam benakku.

Ku tatap manik biru itu dengan penuh cinta. Aku memandang Lucia dari ujung rambut sampai ujung kaki. Gaya pakaiannya yang kuno bagai seorang putri raja, rambut pirang dan bibirnya yang tipis membuatku terpana setengah mati.

Cup!

Aku mengecup lembut dahi Lucia. Parasnya yang elok membuatku ingin berbuat lebih, tapi aku sadar diri. Aku hanyalah kerikil yang beruntung bisa bersanding dengan berlian.

Lucia bangkit dari duduknya, dia mundur beberapa langkah dari tempatku duduk. Senyum manisnya masih belum luntur. Dia melambaikan tangannya padaku.

Aku bangkit dari kursi, hendak mendekat ke Lucia. Baru beberapa langkah aku mengekorinya, Truk kuning berkecepatan tinggi menghantam tubuhku dengan keras. Tubuhku terpental beberapa meter dan menghantam batu besar di sudut taman.

Darah segar mengalir dari kepalaku, seluruh tubuhku terasa sakit. Tulang-tulangku bagai diremukkan berkeping-keping.

'Dimana Lucia? Apa dia terluka?' Hanya kata-kata itu yang ada dipikiranku sekarang.

Diakhir kesadaranku, pandanganku yang buram menangkap sosok Lucia, dia baik-baik saja. Dia sedang tersenyum menatapku yang terkulai bersimbah darah. Lalu dia melambaikan tangannya kepadaku.

***

BLUE EYES (Random Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang