Kucing Hitam

53 23 13
                                    

Kucing itu selalu muncul dari kegelapan dijalanan sekitar komplekku. Kucing hitam bermata putih yang diyakini orang-orang sebagai sumber malapetaka. Aku tidak tahu dimana salah kucing itu, padahal dia adalah kucing yang lucu, bagaimana bisa dia menimbulkan malapetaka?

Aku pernah bertemu kucing itu bersama Ibuku disuatu malam, dia muncul dari kegelapan. Aku hendak mengambil kucing itu, tapi Ibu malah menarikku menjauh dari sana.

"Jangan pernah mendekati kucing itu jika kamu masih ingin hidup!"

Itu yang dikatakan Ibu padaku ketika kami sampai dirumah.

***

Sudah belasan tahun berlalu. Namun rumor itu tak kunjung hilang. Rumor kucing hitam disekitaran komplekku yang katanya membawa petaka.

Sekarang aku sudah dewasa, aku tidak sebodoh waktu kecil yang mudah percaya pada hal-hal tak masuk akal lagi.

Malam ini aku akan mencari kucing itu. Kucing hitam yang seluruh bola matanya berwarna putih.

Dengan berbekal senter dan nyali yang tidak seberapa, aku mulai mencari-cari kucing itu ke seluruh tempat gelap disekitar komplekku.

Pertama, aku menelusuri gang dekat rumah Nyonya Isabel dengan cahaya lampu remang-remang. Aku berjalan pelan-pelan dan penuh ketelitian.

Sudah sampai ujung, tapi kucing itu tak ku temukan. Hanya tumpukan sampah menjijikan yang ada disini.

Kedua, aku menelusuri gang dekat rumah Tuan Minerva, dan hasilnya sama saja, hanya tumpukan sampah yang ada disini.

Ku sisir semua gang daerah sini hingga tersisa satu gang terakhir. Semoga aku bisa menemukan kucing itu disini.

Gang dekat rumah seorang nenek tua yang tak pernah keluar rumah sejak aku kecil. Gang ini begitu gelap tanpa lampu. Sungguh mengerikan bagi seorang penakut.

Aku berjalan pelan-pelan, mencari dengan teliti. Aneh, padahal gang ini begitu gelap tapi kenapa sangat bersih? Ah terserah saja! Aku hanya butuh kucing itu.

Sudah setengah jalan, tapi kucing itu masih belum terlihat. Dimana dia?.

"Apa kau mencariku? Miaw."

Suara seseorang yang tiba-tiba terdengar dari arah belakangku membuatku terperanjat kaget.

Aku membalik tubuhku ke asal suara. Namun, tak ada siapapun disana, meskipun aku sudah menyenter semua sisi gang ini.

"Siapa?"

Aku mulai membuka suara, tidak mungkin bila tadi suara hantu.

"Aku, dibawahmu."

Aku langsung menyorot senter ke bawah. Disana, ada seekor kucing hitam.

"Kau?"

"Ya, aku, si Kucing pembawa malapetaka."

"Tunggu, kenapa seekor kucing bisa berbicara seperti manusia?"

"Kenapa tidak? Kau takut padaku?"

"Tidak, untuk apa takut pada seekor kucing?"

"Hahaha, dasar anak muda."

Kucing itu berdiri, dia mulai berubah sedikit demi sedikit. Dia berubah menjadi manusia, pria tampan dari jaman kerajaan.

"Kau ... siluman?"

Perkataan yang spontan keluar dari mulutku membuat pria itu tersenyum tipis.

"Mungkin," Kata pria itu.

"Kenapa kau mencariku?" Lanjutnya.

"Bukan hal penting."

Aku membuka tas kecilku, mengambil kotak makan berisi ikan mentah.

"Kau sudah makan? Aku bawa ikan."

"Aku tidak pernah makan."

"Oh, baiklah."

Kami berbincang cukup lama, didalam kegelapan. Dia adalah pria yang asik untuk diajak berbicara.

"Sudah larut, aku akan pulang."

"Baiklah, tapi kurasa jika kau pulang sekarang kau akan mati"

"Kenapa?"

"Kau akan ditabrak oleh truk yang dikendarai oleh temanmu," kata Pria itu.

"Darimana kau tahu itu?"

"Aku bisa melihat masa depan."

"Aku tak percaya mitos."

Aku melangkah meninggalkan pria itu. Aku bukan anak kecil yang mudah dibodohi. Lagi pula, memangnya ada truk dikomplek ini?

Aku berjalan santai menikmati pemandangan malam yang indah. Cahaya rembulan, bintang, dan hembusan angin.

Kini aku tengah berdiri dihalaman rumahku, enggan rasanya meninggalkan malam indah ini. Namun aku harus bersekolah besok.

Ku langkahkan kaki ini dengan malas, aku meraih kenop pintu lalu membuka pintu kayu ini perlahan. Seseorang tengah menghalangi jalanku.

"Kau? Sedang apa?"

Maggie, teman sekelasku. Tengah berdiri dihadapanku dengan pistol ditangannya.

"Ada kata-kata terakhir?" Kata Maggie sambil tersenyum.

"Aku baru bertemu pangeran tampan dari kerajaan masa lalu."

Maggie menaikkan sebelah alisnya. Dia mengarahkan pistol itu ke kepalaku. Ah, aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dor!!

Maggie menembak kepalaku, entah karena hal apa dia membunuhku.

Diakhir kesadaranku, aku mengingat ucapan pria itu yang mengatakan aku akan mati. Ternyata dia tidak berbohong.

Pandanganku mulai kabur,aku masih melihat Maggie tersenyum padaku.

"Goodbye, Lily, temanku."

Ucapan Maggie yang terakhir aku dengar. Dan aku mati karena egoku sendiri.

***

BLUE EYES (Random Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang