Kelas 3 Sekolah Dasar, dimana Hesa dan Nara bertemu untuk pertama kalinya di dunia. Yang ternyata semesta sebaik itu memberi kabar jika ternyata rumah mereka berada di satu perumahan yang sama, lucu. Tidak tahu bagaimana alur cerita seaslinya, tapi mereka mulai menyukai satu sama lain pada akhirnya. Dimulai dari banyaknya ledekan dari seorang teman, dan berujung Nara menjadi pusat dunia semesta si laki-laki.Sangat manis, mereka jatuh cinta saat semua terasa ringan, saat semua belum berganti menjadi tanggungan.
Satu-satunya beban yang harus dipikul keduanya kala itu adalah saat si perempuan harus pergi menekuni pianonya dan si laki-laki gagal dalam perlombaan sepak bolanya.
Iya, Mahesa Adrian adalah penggemar berat olahraga sepak bola, selalu ikut di semua perlombaannya, mempunyai banyak sepatu futsal yang pada saat itu harganya tidak wajar untuk ukuran anak sekolah dasar, dan semua jersey original yang Nara tidak terlalu kenali.
Untuk Nara, si perempuan berhenti les piano pada saat kenaikannya di kelas 6, tahun untuk Ujian Nasional. Menurut mamanya, Nara akan disibukkan oleh berbagai bimbel dan pendalaman materi. Jadi kedua orang tua Nara memutuskan untuk membuat fokus Nara hanya berpusat di Ujian Nasional-nya.
Di umur yang terdengar masih sangat kecil itu, keduanya sudah disenangi oleh banyak orang. Terdengar klise, tapi memang keduanya sudah sering mendapatkan pernyataan cinta dari orang lain. Kalimat semacam "aku suka kamu" atau "mau jadi pacarku?" lewat pesan di aplikasi Line atau Blackberry Massenger sudah tidak terdengar asing bagi Hesa maupun Nara.
Tapi menurut si laki-laki, Nara tentulah tetap yang tercantik.
Sangat lugu.
Hesa dan Nara kala itu belum kenal dengan rasa kecewa, dunia masih terasa apik bagi keduanya.
Berada di satu perumahan yang sama membuat mereka menjadi sedekat nadi, teman Nara adalah teman Hesa, teman Hesa adalah teman Nara juga. Bermain setelah tarawih, jajan mie instant di gang sebelah komplek, buka puasa bersama, semua sudah sering dilakukan keduanya selama bertahun-tahun.
Hingga di tahun keempat, mereka memutuskan untuk berhenti. Berhenti untuk menyukai satu sama lain. Berhenti untuk menanyakan kabar satu sama lain. Berhenti untuk mengurusi satu sama lain.
Tidak ada sarat kecewa pada percakapan sore itu. Seakan pernyataan 'berhenti' tidak akan menjadi api yang sewaktu-waktu akan membakar habis semua presensi. Dengan kesadaran yang sepenuhnya masih terbawa, mereka mulai berjalan dengan arah yang berbeda.
Gerimis hujan dan gemuruh petir di sore itu seakan menandakan bahwa Nara, memang bukan lagi pusat dunia si laki-laki penggemar sepak bola.
Karena mungkin keduanya sudah merelakan, atau memang dari awal keduanya tidak pernah jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hesa, Nar.
Teen FictionSatu yang tetap sama, Kinara tetap yang tercantik di mata Mahesa.