Prolog

9.3K 1.3K 54
                                    

Suara hiruk pikuk membuat kepala Bunga pening. Malam ini, dia merutuki keputusannya untuk melangkah ke dalam club malam tempat Dika, pacarnya merayakan ulang tahun. Sebenarnya dia sudah menolak, bahkan menghindari dengan memakai alasan kalau dia ada shift malam di rumah sakit. Hanya saja, Dika terlalu pintar merayunya dan membuat dirinya akhirnya menuruti permintaan kekasihnya itu.

Sebenarnya, 2 tahun lalu saat Dika menyatakan cinta dan meminangnya menjadi seorang kekasih, Bunga meragu. Karena kehidupannya dan Dika sangat bertolak belakang. Dia seorang dokter dan Dika seorang pebisnis. Tiap kali ada suatu pesta yang harus dihadiri Dika, Bunga merasa tidak cocok. Dika dengan kehidupan glamournya dan dia dengan kehidupan yang sangat teratur. Sungguh, berbeda. Tapi hati yang berbicara, dia memang mencintai Dika.

"Yank, aku udah nyampe ini. Kamu di mananya?"

Bunga sedikit berteriak karena suara musik yang begitu keras. Dia sudah masuk ke dalam dan kini mengedarkan pandangan. Mencari sosok kekasihnya yang sudah terlebih dahulu datang dengan teman-temannya.

"Owh, hai sayang. Aku ada di atas. Kamu naik aja."

Teriakan di ujung sana membuat Bunga menghela nafas lalu menatap tangga yang ada di sudut kanannya persis. Dengan malas, dia menghentakkan sepatunya menaiki tangga itu. Bau alkohol mulai menyerang indera penciumannya. Sekali lagi, dia memantapkan hatinya untuk sebentar saja berada di tempat seperti ini.

Saat sampai di lantai atas, dia mengedarkan pandangan lagi dan melihat sosok kekasihnya. Dika, berdiri memunggunginya. Pria itu memang menjulang tinggi daripada yang lainnya. Sedang asyik berbincang dengan teman-temannya. Bunga memang sudah kenal dengan semua teman nongkrong Dika, tapi selalu saja dia tidak merasa nyaman.

Saat dia melangkah ke arah Dika, pria itu berbalik dan melihatnya. Tersenyum lebar lalu melambai ke arahnya. Senyum yang membuat Bunga memilih Dika. Senyum yang selalu membuat hati Bunga bergetar dan menghangat.

Bunga menyambut senyuman itu, dia mempercepat langkahnya. Meski sedikit tersendat karena kerumunan di depannya.

Tapi hampir saja dia sampai di depan Dika, ada yang menariknya tiba-tiba membuat dia jatuh terjerembab. Dia memekik terkejut, lalu teriakan panik orang-orang makin membuat Bunga kebingungan. Dia refleks melindungi wajahnya dengan kedua tangannya. Tapi dekapan tangan yang kuat sudah merengkuh tubuhnya. Dia merasa jijik. Baru kali ini ada seseorang yang memeluk tubuhnya dengan begitu intim. Bahkan bagian atas tubuhnya begitu menempel erat. Kaki, dan pahanya juga dikunci oleh tubuh orang itu. Siapa pria mesum ini?

Bunga baru saja akan memberontak saat terdengar suara desingan peluru. Suara tembakan itu membuat semuanya terdiam. Tapi Bunga tahu, dia sekarang ada di situasi yang darurat. Bunga mencoba untuk tetap tenang dan diam. Tapi pendengarannya bisa dengan jelas mendengar semua rentetan peristiwa itu.

"Diam!"

Suara berat itu terdengar persis di telinganya. Pria asing yang menariknya dan memeluknya itu masih menguncinya di lantai. Dia tahu banyak orang yang juga ikut tiarap di sampingnya. Bunga tidak berani bergerak bahkan membuka mata. Yang dia pikirkan nyawanya sekarang sedang terancam.

Apakah ini perampokan? Atau ada sesuatu yang lebih dari itu? Jantungnya mulai memacu seiring dengan teriakan-teriakan dan derap langkah kaki yang begitu cepat. Lalu teriakan pilu dan akhirnya hening.

Bunga merasakan pening di kepalanya karena tadi sedikit benturan  dengan lantai.

Lalu tiba-tiba saja, beban di atasnya berkurang lalu menghilang. Bunga dengan takut-takut membuka matanya. Semua gelap. Lampu mati, dan hanya dengan nyala senter yang kini sedang menyinari wajahnya membuat Bunga kembali menutup matanya.

"Bangun."

Suara itu lagi. Ada tarikan di tangannya dan membantu Bunga untuk berdiri. Lalu nyala lampu mulai menerangi lagi. Bunga terkesiap saat melihat keadaan yang kacau. Seperti baru saja ada perang. Kursi bergelimpangan di mana-mana. Orang-orang panik dan ada yang menangis.

Dia langsung mengedarkan pandangan mencari Dika. Kekasihnya itu sudah tidak ada di sana. Bahkan tempatnya berdiri sudah kosong. Bunga melangkah perlahan, dan mengamati itu semua. Lalu dia terkejut saat melihat ceceran darah di lantai.

******

"Kamu hebat."

Bunga menatap Rasti, rekan kerjanya di IGD. Dia memang baru magang sebagai dokter di sini dan ditempatkan di IGD. Semalam, dia tertahan di kantor polisi sebagai saksi di TKP. Ternyata di club itu sedang ada transaksi besar narkoba. Dan polisi memang sudah mengincar tempat itu. Semalam polisi sempat menangkap seorang bandar narkoba yang melawan. Maka terjadilah peristiwa itu. Bunga sendiri masih belum tersadar sepenuhnya dari rasa shock saat dia dimintai keterangan. Untung saja dia hanya sebentar. Tapi yang membuatnya kecewa, Dika sepertinya hilang begitu saja. Dia tidak bisa menghubungi pria itu sampai pagi ini.

"Hebat gimana? Dibekep ama orang asing gitu. Kayaknya dia cowok mesum deh. Iihh.."

Bunga begidik mengingat hal yang telah terjadi kepada dirinya. Wangi tubuh pria itu bahkan membuatnya merasa mual.

"Lah, cuma dipelukin gitu. Kali aja cakep gitu loh, Anye..."

Panggilan kesayangan dirinya memang Anye. Singkatan dari Anyelir nama belakangnya.

"Iihh ogah. Antingku ilang sebelah lagi. Kayaknya emang lagi sial aja semalam. Udah deh kapok datang ke tempat kayak gitu. Mana Dika nggak bisa dihubungin lagi."

Bunga menghela nafasnya sekali lagi. Dia memang sedang kecewa dengan pria itu.

"Sabar. Kayaknya emang nggak cocok kamu itu ama si Dika. Dia glamour gitu. Ckckck. Putusin aja."

Ucapan Rasti membuat Bunga ingin menjawab, tapi panggilan Rio membuat dia dan Rasti menoleh.

"Ada banyak pasien masuk. Cepat."

Bunga dan Rasti langsung berlari ke arah depan. Dan benar saja, ada 5 pria yang sedang di dorong di atas brankar. Dia langsung mendekati seorang pria yang tampak terluka di bagian lengannya. Luka dengan sayatan yang dalam. Bunga dengan cepat memberikan pertolongan.

Setelah membersihkan luka, memeriksanya dan mulai menjahitnya, Bunga menatap pria yang tetap saja berwajah datar. Tidak ada ekspresi kesakitan dari dirinya.

"Selesai. Jangan banyak bergerak dulu ya. Tapi kondisi tubuh anda baik. Sementara bisa di sini selama 2 jam. Silakan beristirahat dan saya buatkan resep untuk di minum."

Bunga menatap pria dengan alis tebal itu. Kulitnya sawo matang, rambutnya pendek khas seorang polisi. Tapi dari yang dikenakannya dia bisa melihat kalau pria ini memang seorang polisi. Dari semua yang masuk memang mereka anggota kepolisian. Tadi sempat mendengar bahwa mobil mereka mengalami kecelakaan di dekat rumah sakit.

"Saka. Nama saya Saka."

Pria itu tiba-tiba mengatakan hal itu. Membuat Bunga kembali menoleh lalu menganggukkan kepala dan tersenyum.

"Baik Pak Saka. Silakan beristirahat ya."

Setelah itu Bunga menutup tirai dan bergegas melangkah ke mejanya.
Setelah itu, dia diajak Rasti untuk  beristirahat karena keadaan IGD sudah lebih lengang. 1 jam kemudian saat dia kembali ke IGD dia mendapati ada sebuah kotak kecil yang diberikan Rio. Katanya dari seorang pasien yang bernama Saka. Bunga mengernyitkan kening saat membuka kotak itu. Dan alangkah terkejutnya saat melihat anting berbentuk bunga di dalamnya. Bunga memegang telinganya sebelah kanan di mana pasangannya memang masih terpasang. Karena Bunga tidak sempat mencopot anting itu sejak semalam.

Matanya langsung membelalak teringat sesuatu. Saka... Pria itu? Kenapa dia bisa mendapatkan sebelah antingnya?

Bersambung

Halo cerita baru. Jangan membuat spekulasi dulu deh. Nikmati cerita baru ini dengan hati riang. Namanya juga cerita iya kan.... Yuk masukin ke library kalian.

SAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang