Bab 10 Masa Lalu

2.7K 910 45
                                    

Bunga merasa bertemu dengan Saka bukan kebetulan. Seharusnya mereka tidak akan bertemu tapi nyatanya, sore ini saat Bunga baru saja masuk ke dalam sebuah bank untuk mengambil uang saat itu juga takdir membawa mereka berdua kembali.
Ada perampokan yang terjadi, Bunga sendiri sudah ditodong pistol oleh pelaku perampokan yang berjumlah 3 orang. Semuanya mengenakan topeng dan berpakaian hitam-hitam. Ingin panik, tapi Bunga harus menenangkan seorang anak kecil yang persis berada di sampingnya, sementara sang Ibu malah jatuh tak sadarkan diri. Rasanya seperti inilah akhir hidupnya, tapi kemudian ada suara keras yang membuat semuanya mendongak ke atas dan di sanalah sang penolong terlihat.

Perampok dapat diringkus oleh polisi yang masuk dari atap, semua tawanan dapat diselamatkan. Bahkan Bunga sendiri sempat memeriksa beberapa yang terluka sebelum mereka dibawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Dan akhirnya, dia bisa memastikan kalau salah satu polisi yang menyelamatkan mereka adalah Saka.

"Dokter Bunga, terimakasih atas bantuannya tadi memeriksa semua orang."
Namanya Rendi, salah satu polisi yang pernah dia selamatkan dan salah satu rekan Saka. Bunga baru saja menenangkan dirinya dan meminum air mineral yang diberikan kepadanya.

"Sama-sama. Terimakasih juga, karena keberanian kalian, kami semua selamat."
Pria itu tersenyum lalu menunjuk Saka yang masih sibuk di lokasi. Sedangkan Bunga sendiri tidak jauh dari tempat Saka berdiri. Tapi anehnya, pria itu tidak menoleh dan mengajaknya berbicara sedikitpun. Padahal tadi di dalam, dia bisa melihat Saka menatapnya dan memberikan tanda untuk dirinya agar tetap tenang.

"Karena Kapten kami juga paling berani. Sudah kenal kan?"
Bunga menganggukkan kepala dan tersenyum. "Sampaikan terimakasihku juga ya, kepadanya."

*****

Bunga akhirnya tidak tahan. Sudah hampir tengah malam dan Saka benar-benar tidak menghubunginya. Apa dia masih sangat sibuk? Itu yang terlintas dipikiran Bunga. Tapi sepertinya Saka menghindarinya. Karena satu minggu ini mereka sudah semakin dekat, sejak kecelakaan Anggun adik Saka. Tiap hari Saka pasti mengiriminya pesan atau meneleponnya. Meski memang belum jelas hubungan diantara mereka tapi setidaknya mereka berdua berteman. Maka, dia bingung dengan sikap Saka tadi sore.

Bunga yang baru saja keluar dari rumah sakit karena shiftnya sudah berakhir dan akan beranjak pulang, terkejut dengan kedatangan Saka yang mencegatnya begitu saja di halaman parkir rumah sakit.

"Saka?"
Pria itu membuka topinya dan menganggukkan kepala.

"Kamu mau pulang?"
Kali ini Bunga yang mengiyakan pertanyaan Saka.

"Aku antar."

"Tapi aku bawa mobil."
Bunga menunjuk mobil putih yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Tinggal saja di sini, besok aku antar kembali."
Bunga menghela nafas mendengar ucapan Saka. Ingin menolak, tapi dia, penasaran dengan sikap Saka seharian ini. Akhirnya dia menyetujui dan mengikuti Saka melangkah menuju mobil pria itu. Saat sudah ada di dalam mobil Bunga akhirnya menoleh ke arah Saka yang tampak fokus ke kemudi.

"Jadi udah nggak sibuk?"
Saka menoleh ke arah Bunga dan menggelengkan kepala.

"Tadi aja nggak mau ngomong dikit pun sama aku."

Bunga menggerutu dan itu membuatnya merasa kesal sendiri. Kenapa dia bersikap seperti anak-anak?

Tidak ada jawaban dari Saka. Bunga akhirnya juga ikut diam. Tapi saat mobil memasuki area resto cepat saji, Bunga akhirnya, protes.

"Kenapa mampir ke sini?"

"Aku lapar."

****

"Nggak sehat makan ayam yang penuh dengan minyak gini."
Bunga menatap Saka yang sudah menghabiskan porsi makanannya. Sedangkan Bunga memilih untuk memesan sup saja.

"Aku lapar, dari tadi sore belum makan apapun. Ini juga baru keluar dari kantor dan langsung jemput kamu."
Jawaban Saka membuat Bunga merasa bersalah.

"Maaf. Kamu harusnya nggak usah jemput aku... "

"Aku harus."

Saka, memotong ucapannya dan membuat Bunga terdiam.

"Maaf." Kembali Saka membuat Bunga yang baru saja akan menjawab terdiam.

"Maaf karena aku tadi tidak mendekati dan mengajakmu berbicara."

Netra mereka bertemu dan membuat Bunga akhirnya merasa seperti anak kecil yang sedang merajuk seharian ini. Nyatanya, Saka pasti punya alasan bersikap seperti itu.

"Aku, nggak apa-apa kok." Bunga mencoba untuk tersenyum tapi Saka, masih menatapnya.

"Aku langsung ke sini karena tidak ingin kamu salah paham, dengan sikapku tadi. Padahal tadi saat melihat kamu ada di sana dan menjadi tawanan, rasanya sudah ingin menarik kamu dan memelukmu erat untuk melindungi jamu."
Jantung Bunga berdegup kencang saat ini. Pengakuan Saka itu membuatnya senang.

"Tapi, aku harus. Karena, aku menjagamu. Aku tidak mau komplotan, dari penjahat itu yang pastinya masih ada di sekitar situ melihat kamu dan aku saling kenal. Aku tidak mau kamu menjadi target mereka. Seperti Mentari."

Bunga terkejut dengan ucapan  Saka. Pria itu terlihat  begitu sedih saat mengucapkan  nama almarhumah kekasihnya. Saka memejamkan mata untuk sesaat, lalu mata itu terbuka dan Bunga bisa melihat luka itu ada di sana. Jadi Bunga paham sekarang, Saka pernah mengalami hal ini sebelumnya.

"Saka... Iya aku mengerti. Maafin aku juga ya. Tadi sempat kesal karena kamu tidak mengajakku bicara."

Saka kini menatapnya dengan pandangan yang tidak terbaca.

"Aku sayang sama kamu, Anye. Tapi bisakah kita bersama kalau semua ini menjadi hambatan?"

Bersambung
Seloooow yaaa selooow kayak komen kalian...


SAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang