Sebisa mungkin Alice menahan rasa lelah dan kantuk yang datang secara bersamaan. Sebenarnya ia ingin meminta istirahat sejenak kepada Drake, tapi ia terlalu malas untuk berdebat dengannya dan itu hanya akan menambah rasa lelah Alice.
Alice merenggangkan tubuhnya sejenak lalu kembali fokus kepada pekerjaannya. Saat ia hendak menyesap coklat panas yang dibuatnya, decakan kesal terdengar dari mulutnya karena coklat panas yang baru saja ia buat dua jam yang lalu sudah habis.
Pada akhirnya Alice pasrah menahan rasa hausnya. Tumpukan kertas yang tadinya memenuhi mejanya penuh, kini sudah mulai menipis. Senyuman kecil Alice terbit di bibirnya dan diam-diam ia menatap Drake di seberangnya.
"Berkatmu aku jadi semangat mengerjakan pekerjaan menyebalkan ini," batin Alice dalam hati.
Jujur saja, sebenarnya Alice sudah sering diusir oleh Drake karena ia memiliki ruang kerjanya sendiri. Namun Alice kekeuh ingin seruangan dengan Drake dengan alasan agar tidak susah jika ingin bertanya. Padahal nyatanya, ia menikmati pemandangan yang terhitung jarang dipertunjukkan Drake kepada orang lain, kecuali dirinya.
Jarang? Tentu saja. Kapan lagi Drake menggulungkan kemejanya hingga ke siku dengan dua kancing atas kemeja yang sengaja ia buka agar tidak sesak ketika bekerja. Ditambah dengan rambut berantakannya itu.
Buru-buru Alice menggelengkan kepalanya cepat supaya tidak terlena ke imajinasi liarnya itu.
"Ini sudah sore hari dan kau masih betah disini?" komentar Drake tanpa melepaskan pandangan matanya dari pekerjaannya itu.
"Semuanya menjadi menyenangkan karena adanya kau disini," goda Alice dengan senyuman liciknya itu.
Drake yang sudah kebal dengan sifat Alice hanya menghiraukannya saja. "Terserah."
Alice terkekeh pelan. Melihat pekerjaannya hanya sedikit lagi, ia mengurungkan niat untuk berhenti sejenak karena energinya sudah terisi penuh hanya mendengar suara serak Drake.
Lagi-lagi ruangan ini kembali hening seperti semula. Tentu saja ia membenci keheningan, lebih baik baginya berada di keramaian daripada berada di tempat yang sunyi dimana tidak ada seseorang di dekatnya.
Seketika ia merasa senang karena mendengar suara ketukan pintu. Tanpa basa-basi, Alice menyuruh orang yang mengetuk pintu itu masuk. Ternyata yang mengetuk pintu itu adalah Catherine.
Catherine masuk dengan kopi hitam di atas nampan yang dibawanya itu, lalu memberikannya kepada Drake. Alice mendengus kesal, kemudian berdehem.
"Coklatku?" tanya Alice dengan ketus.
"Mohon maaf, Nona. Saya hanya membawa kopi sesuai perintah Tuan Drake."
Alice berdecak. "Kau seharusnya sudah tahu aku selalu berada disini, tapi kau tetap hanya membawa kopi saja?"
"Maaf, Nona."
"Daripada kau menghabiskan waktumu disini, lebih baik kau buatkan aku coklat panas."
"Baik, No--"
"Sudahlah, bukankah pekerjaanmu hampir selesai? Buat minumanmu sendiri setelah pekerjaanmu selesai," sela Drake menatap Alice dengan wajah datar andalannya.
Jika Drake sudah berkata seperti itu, Alice mau tidak mau harus menurutinya atau tidak ia akan berdebat sampai malam hari tiba. Kesal? Pasti. Drake selalu berada di pihak Catherine sejak dulu. Padahal Alice-lah yang pertama kali bertemu dengan Drake, tapi kenapa Catherine yang dekat dengan Drake?
Sebenarnya pekerjaan ini Eldrick berikan kepada Drake dan Catherine untuk bekerja sama, tapi Alice menolak keras dan meminta Eldrick untuk menggantikan Catherine dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alarike (HIATUS)
FantasíaSebenarnya, apakah dia juga memiliki perasaan yang sama dengannya? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Alice. Rasa bimbang dan ragu selalu menguasainya saat berada dekat dengannya. Dia seperti menerbangkan Alice lalu kemudian melemparnya tiba-ti...