Woods Home

148 12 6
                                    

Vote & Comment juseyo!!

Risak daun saling mengalun bersama udara dibawah hamparan langit dan cerahnya Matahari. Alunan kata per kalimat saling sahut menyahut, menandakan bahwa dua objek tersebut sangat nyambung.

Januari dan Sahila, dua insan dimabuk asmara itu sedang bercengkrama riang bersama Laptop dan berbagai pelengkapnya. Setelah banyaknya perdebatan diantara mereka berdua mengenai dimana mareka akan memgerjakan Laporan, akhirnya pendapat Januari keluar sebagai pemenang.

Disinilah Mereka, tepatnya di sebuah Rumah bernuansa pedesaan yang jauh dari ramainya kota. Bahkan Sahila sendiri sempat bingung, ternyata di Kota metrapolitan seperti ini masih ada tempat sejuk layaknya pedesaan.

"Btw ini rumah siapa Nu?"

Januari membenarkan duduknya menjadi menghadap Sahila. Saat ini mereka sedang duduk di gazebo halaman samping yang banyak di tumbuhi tanaman. "Bisa dibilang milik keluarga. Nyokap gue yang bangun, katanya pengen aja punya rumah kaya gini ditengah kota"

"Mantep juga ya nyokap lo" Ujar Sahila masih terkagum-kagum dengan rumah dan isinya. Jarang sekali rumah seperti ini dibangun di tengah-tengah kota, apalagi dengan bayaknya tanaman dan bentang halaman penuh rumput. Benar-benar serasa di luar kota.

"Udah pasti lah, liat dong anaknya aja maceman gue"

"Dih. Gak usah begaya Nu kalo duit aja masih minta" Sahila mendelik pada Januari dihadapannya. Jarak mereka tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh, terpisah diantara banyaknya cemilan dan minuman.

"Jangan ketus ketus la, nanti gue makin suka"

"Dih gak jelas, cowonya siapa sih?!" Sahila mengulum bibir-nya, Merutuki diri sendiri atas pertanyaan tadi.

"Mau nya siapa?" Januari menatap Sahila penuh selidik dan tersenyum menggoda.

"Emmm semau lo aja, Siapa yang lo cinta"

"Sahila Semi Nirmala" Januari menatap lamat Sahila. Melayangkan senyum setulus mungkin berniat agar maksud hatinya tersampaikan. Sejujurnya dia memiliki niat lain membawa Sahila ke rumah keluarganya ini. Tenang saja, bukan niat buruk kok.

Gelagapan, itulah Sahila sekarang. Cepat-cepat dia mengambil minuman rasa Strawberry yang tersaji dan menegak sedikit guna menghilangkan rasa gugupnya. Sejurus kemudian, mata Sahila kembali bertemu tatap dengan manik Januari yang sedang memancarkan Ketulusan disana.

Sahila menelisik lebih dalam, dan dia tidak menemukan secercah kebohongan atau candaan dari mata Januari. Mangatakan bahwa ucapan Januari tadi adalah sebuah fakta.

"Januar, lo serius?"

"Gue ser-"

"Dek?"

Secepat kilat Januari dan Sahila menoleh ke pintu di belakang mereka. Disana terdapat satu pemuda tampan dengan setelan kaos putih polos dan juga celana jeans, beserta jam tangan yang menambahkan citra maskulin dan tampan.

"Bang Jae, ngap-" lagi-lagi perkataan Januari menggantung di udara. Sekarang yang membuat dia seperti itu adalah sosok perempuan dan dua laki-laki dibelakang Jaefan, abangnya.

Irama, Rendi, dan satu laki-laki yang tidak dia kenal. Siapa?, pikirnya.


🐶🐶🐶

Beberapa Jam yang Lalu.

Sayatan luka di hati Irama bertambah kembali. Langkah kaki-nya semakin cepat supaya dia bisa menjauh dari banyaknya kumpulan manusia. Irama harus menumpahkan rasa sakit ini, mau bagaimanapun juga rasa sakit yang terlanjur dipendam tidak bisa terus-terusan ditampung.

Januari, Lee Jeno. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang