1

14 0 0
                                    

Nathan Alexander Pancasaka, nama yang ingin aku ganti. Bisakah kalian menerima jika aku memanggil namaku Alex? Tentu tidak. Ya itu namaku, sejak aku lahir.

[03 Januari 19**, 🍃]

Saat ini bukanlah masa yang sama dengan yang diceritakan kakak-kakakku, sekarang aku sedang berada di tahun 1900-an. Melihat diriku di kehidupan sebelumnya, dia duduk di sebuah kursi sambil memainkan biola. Di sampingnya seorang perempuan sedang sibuk menjemur pakaian, sambil bersenandung.

"Muwy... Permainan biolamu indah sekali." Puji perempuan itu.

"Tentu saja, karena aku satu-satunya yang bisa memainkan biola di kota ini." Ucap diriku di kehidupan sebelumnya, namanya Muwy.

Kemudian hari berubah menjadi sore, saat yang paling aku benci.

Dor dor dor

Suara tembakan bersahut-sahutan di luar rumah, perempuan itu bersembunyi di dalam lemari.
Keringat bercucuran dari keningnya, dia ketakutan.

"Gufi aku tahu kamu ada disini, keluarlah!" Orang-orang di luar memanggil-manggil nama perempuan itu. Gufi menutup mulutnya, berusaha untuk tidak bersuara.

Brakh!

Pintu lemari terbuka, kemudian Gufi di seret keluar rumah. Di luar rumah Muwy sudah di ikat dan terlihat tidak berdaya.

"Jangan sentuh istriku, aku janji akan membayar sisanya." Muwy berusaha sebisanya, dia tidak tega melihat orang-orang jahat itu menyiksa Gufi.

"Kau terlalu banyak berjanji, kita selesaikan saja sekarang. Ada kata-kata terakhir?"

"Tuhan, aku bukan orang suci, tapi jika aku terlahir kembali, pertemukan aku dengan Gufi."

Dor!

Peluru menembus dada Muwy, sangat menyakitkan. Aku bisa merasakannya, dadaku sesak, pembuluh darahku seakan membengkak.

"Than bangun! Kita harus berangkat sekolah!"

[23 April 20**, 🍃]

Aku bangun dalam sekali hentakan, tubuhku basah oleh keringat. Mimpi yang terus menguras energi ku.

"Pangeran sakit? Kalau gitu istirahat aja ya." Aku melihat kearah Natasha, dia sudah rapih dan siap untuk berangkat sekolah.

"Pangeran baik-baik aja, tuan putri sarapan duluan aja, nanti pangeran nyusul."

"Ok..." Ucap Natasha dengan ragu, di keluar dari kamarku sambil terus menatapku. Aku turun dari tempat tidur, kemudian mandi dan memakai seragamku.

Aku keluar dari kamarku dan masuk ke ruang makan, duduk di samping Kak Hanum dan berhadapan dengan Natasha. Kemudian 2 orang berbaju rapih masuk ke ruang makan.

"Sha, perkenalkan ini Rafael, dia akan jadi asisten pribadimu." Ucap Kak Erwin, laki-laki berambut cepak itu tersenyum dan memberikan salam. Natasha melambaikan tangannya, membalas salam laki-laki itu.

"Dan Than, ini-"

"Aku gak butuh asisten." Ucapku dengan cepat.

"Kenapa? Masa SMA itu artinya kamu mulai jadi orang sibuk loh." Ucap Kak Hanum.

"Than gak butuh sekarang, itu aja."

"Ok, kalau kamu mau begitu." Kak Erwin mengangguk menyetujui.

Setelah selesai sarapan, aku dan Natasha berangkat ke sekolah. Saat turun dari mobil, semua orang memberikan jalan kepada kami. Bagaimana tidak? Kami berdua adalah anak paling terkenal dan di takuti.

Nathan Alexander PancasakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang