Prolog

11 1 0
                                    

"Terkadang hal yang paling menakutkan adalah kehabisan waktu tanpa bisa mencoba lagi. . ."

____

Mawar Anura berusaha menepis prasangka buruk yang terus bermunculan dalam benaknya, mencoba menyingkirkan keraguan dengan mengalihkan perhatiannya pada alat elektronik yang ia genggam sembari netra coklatnya sesekali memandang satu titik dimana pintu itu terus menampilkan orang-orang yang berbeda. Namun tetap saja yang ditunggu tidak lagi menampaki dirinya bertepatan rasa kecewa melambung tinggi, sorot mata coklat yang semula berbinar untuk pertama kali nya meredup seakan pasokan cahaya tidak lagi membersamai nya kali ini. Mawar sudah menyerah, tak ada lagi alasan untuknya kembali bertahan seakan pertahanan yang selama ini ia lakukan sudah tidak ada artinya sama sekali.

Tapi mengapa? Bukankah biasanya ia tetap akan setia menunggu meski ia tau bahwa orang yang ditunggu tak akan pernah datang atau ia akan disambut dengan wajah marah karena telah menunggunya, pada saat itu Mawar tidak pernah mengeluh sama sekali. Namun sekarang?

Tanpa mau mengetahui perasaan nya yang begitu rumit, gadis dengan netra coklat lebih memilih memejamkan mata seakan menetralkan perasaan kecewa yang memaksa dirinya untuk mengeluarkan liquid bening di sudut matanya, tidak. Mawar telah gagal, ia tak mampu membentengi perasaan nya kali ini dan memilih beranjak dari tempat nya saat ini.

'terimakasih untuk kamu, senja yang singgah walaupun hanya sesaat. .   Semoga kamu bisa memberikan cahaya itu kembali untuk orang-orang yang berada di kubangan kegelapan. . . '

________

Derap langkah kaki yang bersahutan diikuti perasaan cemas yang mendera dalam benak nya masing-masing. Sesampai ditempat yang dituju, netra mereka seakan saling memandang satu sama lain bersamaan dengan lelaki paruh baya yang baru saja keluar dari pintu ruangan.
"Putri saya. .  Eng, bagaimana keadaannya dok?" Meski kata putri terlalu keluh untuk utarakan, namun tertutupi oleh ketakutan yang mendera sehingga perasaan asing kembali berubah menjadi hangat.

"Kondisi anak ibu sudah melewati masa kritis, namun belum bisa dikatakan baik karena anak ibu mengalami koma akibat benturan pasca kecelakaan, berdoa saja Bu agar anak ibu bisa cepat sadar. . ."

Berita tak terduga membuat lutut wanita paruh baya seketika melemas, seharusnya. . Tidak. Ini semua salahnya. . . Rasanya wanita itu ingin menangis penuh dengan penyesalan yang tak bisa ia ungkapkan.

'jangan mengeluh! Mama dan papa ngelakuin ini semua karena mu, jadi kamu harus membayarnya dengan pendidikan mu biar bisa dibanggakan!'

Ingatan wanita itu seketika memutar pada percakapan nya dulu, tak ada kalimat hangat atau sambutan dari ingatan itu semuanya terlihat mimpi buruk yang sulit untuk dikenang, menyedihkan hanya itulah yang ia miliki sekarang. Wanita itu tertunduk penuh dengan penyesalan dalam benaknya, ia bahkan tak peduli dengan lelaki disampingnya yang berusaha menenangkan nya.

'MAWAR! MAWAR! DASAR ANAK DURHAKA. . ! Mama sudah mengatakan jangan lagi berbuat ulah di sekolah. . ! Apa kau gak ngerti sama sekali?!'

'tapi ma dia du-'

'apa?! Ingin mengelaknya!'

'maaf ma. . .'

Wanita itu terlihat menatap nanar pada pintu yang tertutup, kali ini ia benar-benar merasakan penyesalan terdalam pada seorang gadis yang berjuang antara hidup dan mati "pa. . Mawar pa. . ."

"Tenang ma, kita berdoa dulu yah semoga ada keajaiban. . ."

Balasan dari pria yang tetap setia di sampingnya tidak mampu membuat perubahan sama sekali, yang ada ia hanya merasakan kesedihan jauh lebih dalam.

'mengapa kau tak mau mengerti mawar! Mama sudah mengatakan padamu untuk belajar dan belajar! Itu tugas mu bukan bermain-main sampai engga kenal waktu. . !!'

'jangan berontak sama sekali Mawar! Dengarkan kata mama mu. . .'

'pa dengarkan dulu penjelasan maw-'

Raut wajah laki-laki paruh baya tidak jauh bedanya dengan wajah yang diberikan oleh istri nya, meski ia tak mengeluarkan airmata. Percayalah bahwa dirinya lebih terluka melihat keadaan sang putri, harusnya tidak begini. . .

________

"Kau yakin akan melakukan ini?" Decakan keluar dari bibir seorang pria yang terlihat tak percaya dengan ungkapan sang sahabat nya "bukan masalah jika kau berniat melakukannya, tapi yang tak ku percayai mengapa setelah dia melukai mu kau tetap menolongnya. . ." Pikiran pria itu semakin berkelana pada kejadian 3 tahun yang lalu saat semua kehidupan dari laki-laki didepannya menjadi berantakan. Harusnya laki-laki itu memikirkan dirinya sendiri. .

"Cukup Fathan! Aku sudah engga tahan lagi melihat kebodohan mu kali ini. Tidak. Kau boleh melakukan nya tapi jangan memaksa untuk menolongnya. . ."

Laki-laki dengan julukan kebodohan tidak lain adalah Fathan, dan pria yang saat ini menatap jengkel pada Fathan merupakan sahabatnya Arya "yang perlu kalian lakukan saat ini jeda waktu untuk diri masing-masing, kau tak perlu kembali padanya. Saat ini tetap pikirkan dirimu dan kehidupan mu jangan menoleh kebelakang lagi Fathan, tak ada alasan lagi kalian bertahan. . ."

"Jaga dirimu Fathan, pikirkan kembali. . ."

Fathan masih sama, ia hanya memiliki tatapan kosong tanpa mau membalas perkataan dari Arya. Mawar, sampai kapan ini berakhir. . .

Bisikan demi bisikan untuk menyerah sudah sering Fathan alami, namun hatinya tetap kosong tanpa tau siapa yang mengisi. Benarkan pilihan paling tepat adalah mengakhiri bersama, meski masing-masing diantara mereka tidak tau apa yang akan terjadi. Terlalu banyak gejolak hati dengan emosi yang selalu menjiwai, jika dulu bertahan selalu hadir diantara alasan-alasan lainnya. Lalu saat ini alasan itu memilih untuk menghilang seakan pergi menjadi pilihan terakhir mereka.

Fathan ragu dengan keputusan nya, tapi ia telah terbiasa dengan apa yang ia ambil saat ini sampai pilihan lain tidak pernah lagi jadi kemungkinan. Atau ia memang tak punya pilihan lagi. . . 

"Saya siap melakukan transplantasi hati, kapan operasi akan dimulai dok. . ?"  Akhirnya kalimat itulah yang muncul dengan wajah lelah dalam dirinya. Keputusan yang mengambil hak atas hidupnya, namun memang inilah dari sekian pilihan lainnya sudah menjadi tanggungjawab Fathan untuk menebus kesalahan dari sang istri "Tapi sebelum itu, saya meminta pihak keluarga mencabut  tuntutan atas nama Mawar dan jangan menganggu Mawar lagi"

Fathan ditakdirkan untuk Mawar sebagai tameng atas prilakunya selama ini, tidak ada yang tau dan semua inilah menjadi alasan Fathan tak pernah hadir di pertemuan mereka berikutnya. Pada hari itu adalah hari dimana Fathan melakukan operasi dan menghembus nafas terakhir, lalu fakta itu akan ditemukan Mawar saat diperjalanan menuju rumahnya sampai mobil yang dikendarainya menghantam keras pada truck yang melaju dari arah berlawanan. Seperti pisau yang tercabik, hantaman itu membuat memori Mawar membeku dengan penuh penyesalan kali ini. Tak ada harapan ia ada, ikatan itu terlepas oleh takdir mereka.

________

AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang