Bab 6 - Pengakuan

5 1 0
                                    

That Should Be Me
(Bab 6 - Pengakuan)

Kimi berjalan dengan langkah gontai, kakinya mengarahkan tubuhnya ke sebuah lapangan basket di sebelah gedung fakultas. Suasana lapangan basket kali ini sepi karena memang sudah sore, sehingga sebagian mahasiswa sudah pulang.

Kimi mendaratkan bokongnya di kursi kayu di pinggir lapangan. Rasanya lelah sekali. Bukan lelah fisik tapi hati dan pikirannya benar-benar lelah.

Ayah Kimi tetap pada pendiriannya bahwa minggu depan Kimi harus ikut makan malam. Kimi ingin sekali meminta bantuan pada Sekala tapi laki-laki itu baru saja keluar dari rumah sakit, dia tidak tega. Apalagi meminta Sekala untuk jadi pacar pura-pura, itu pasti akan menyinggung perasaan Sekala.

Gadis itu bersandar pada kursi kayu yang dia duduki, memejamkan mata dan menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantiknya.

Tiba-tiba terdengar suara pantulan bola basket, Kimi menegakkan kembali tubuhnya dan membuka mata untuk melihat siapa gerangan yang sedang bermain basket.

Mata Kimi membulat penuh melihat siapa yang ada di depannya. Sekala.

"Kok kaget gitu liat gue, Kim?" tanya Sekala sambil memantul-mantulkan bola basket dengan tangan kiri yang bebas dari gips.

"Ngapain lo disini? Ck! Lo kan belum sembuh total! Ih, bandel banget sih!" omel Kimi sambil berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri Sekala untuk mengambil bola basket dari tangan laki-laki itu.

Saat Kimi hampir meraih bola basket itu, Sekala dengan cepat menghindar dan tersenyum penuh kemenangan.

"Kala, please! Jangan banyak bergerak dulu, lo masih sakit! Nanti kalau tangan lo kenapa-kenapa lagi gimana, hah?" Kimi tak habis pikir apa yang Sekala pikirkan sampai bisa ada di sini?

"Lo khawatir sama gue?" ujar Sekala.

Kimi seketika mematung, berusaha menangkis semua perasaan yang ada. Tak mungkin dia benar-benar jatuh cinta dengan Sekala tapi kenapa perasaannya seakan tak ingin menyangkal semua tanda itu.

"Iyalah! Nanti kalau lo sakit lagi, gue enggak ada yang nemenin!" jawab Kimi dengan gugup.

Sekala tersenyum penuh arti, "Bener cuma karena itu alasannya? Enggak ada yang lain gitu?" Pemuda itu berjalan mendekat kepada Kimi yang sekarang sedang terlihat salah tingkah.

"Terus apa lagi, dong?" tanya Kimi.

"Ya bisa aja alasannya karena lo sayang sama gue 'kan?" Sekala menaik-turunkan alis tebalnya.

"Kal, please jangan lagi! We talk about this many times!" (Kita sudah bicarakan hal ini berulang kali) kesal Kimi.

"Yeah, and I know for sure that you love me too! Isn't it?" (Ya, dan aku tau dengan pasti bahwa kamu juga cinta aku. Bukankah begitu?) Jawab Sekala dengan percaya dirinya yang tinggi.

Kimi mendengkus kasar lalu mengambil bola basket di tangan Sekala dan memainkannya dengan lincah, lalu dengan satu kali lemparan bola masuk ke dalam ring.

Kimi berusaha mengumpulkan keberanian untuk berbalik dan bicara pada Sekala tentang perasaannya.

Setelah sekian kali memasukan bola basket ke dalam ring, Kimi berbalik, berhadapan dengan Sekala lalu berujar, "Iya gue sayang lo Sekala."

Sesaat Sekala merasakan waktu berhenti berputar, tak ada yang bergerak selain detak jantungnya yang semakin mengila di dalam sana. Benarkah ini semua kenyataan? Pemuda itu lalu menampar pipinya sendiri untuk membuktikan ini mimpi atau bukan.

"Awww! Sakit!" Pekik Sekala.

"Lo enggak bercanda 'kan Kim?" tanya Sekala dengan raut wajah yang penasaran.

Kimi menggeleng dengan cepat, "Enggak! Aku serius, Kala."

Sekala beringsut memeluk Kimi dengan erat walau hanya dengan satu tangannya saja. Kimi tersenyum lega dan merasa bahagia sekali bisa mengungkapkan semua perasaan pada Sekala.

Sekala mengendurkan pelukannya lalu bertanya, "Jadi mau 'kan pacaran sama gue?"

'Duhai, jantung tolong berkoordinasi dengan baik, ya!' pinta Kimi di hati.

***

Kini Sekala dan Kimi sedang berada di salah satu kafe di dekat kampus. Tadi gadis itu mengeluh lapar lalu mereka memutuskan untuk pergi mencari makan dan tibalah mereka di sini.

Setelah memesan beberapa menu, Kimi dan Sekala terdiam, tak ada yang memulai untuk bicara. Rasanya jadi canggung, apalagi Kimi dengan gilanya menyatakan perasaannya pada Sekala.

Untung saja jantung Sekala masih kuat jadi dia tidak langsung mati karena terkejut tadi.

"Lo," ucap mereka bersamaan.

"Lo aja duluan yang ngomong," ujar Kimi.

"Nope! Lo aja duluan, Kim!" ucap Sekala.

"Ada yang harus gue sampein ke lo Kal, sebelum gue terima tawaran lo buat jadi pacar gue." Kimi menjeda kalimatnya lalu kembali berkata, "Gue enggak mau bikin lo kecewa."

Sekala terlihat bingung, "Maksud lo?"

"Lo tau 'kan gue sayang sama lo?" Sekala mengangguk khidmat.

"Gue ada masalah serius." Kimi merasa bingung harus memulai dari mana. Gadis itu takut jika sekarang memberi tahu masalah perjodohan yang dibuat ayahnya, Sekala akan marah dan menuduh Kimi mempermainkan perasaannya.

Padahal sungguh Kimi tak bermaksud seperti itu.

"Kimi, Kimi! Kok lo malah ngelamun gitu, sih? Masalah serius apa sih? Jangan bikin khawatir!" Seru Sekala yang tak sabar menunggu kabar apa yang akan dia terima.

"Kal, gue, gue dijodohin."

Kimi menyilangkan telunjuk dan jari tengah menjadi simpul di bawah meja sambil merapalkan segala doa agar Sekala tidak berakhir murka.Ya semoga saja, Tuhan.

Bersambung ...

***

That Should Be Me (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang