Fourteenth Lavender (END)

1.8K 216 39
                                    


"Eomonie ini diletakkan di mana?" tanyaku pada Eomonie sambil menenteng panci berisi sup kimchi. Kami sedang menyiapkan sarapan, pagi tadi Eomonie menelepon untuk mengajakku sarapan bersama. Tentu saja dengan senang hati aku menerimanya.

Sudah lama sejak terakhir kami makan bersama. Ini mungkin akan menjadi sarapan terakhirku dengan Jaejoong dan Eomonie sebelum aku pulang dan aku tidak yakin kapan lagi kesempatan ini akan datang.

"Sebelah sini saja," jawab Eomonie menunjuk satu ruang kosong di atas meja.

Aku lalu mendengar suara pintu dibuka disusul dengan langkah kaki yang mendekat ke arah kami. Itu pasti Jaejoong.

"Eomma, hari ini kita sarapan dengan apa?" sosok Jaejoong muncul dengan mengenakan piyama bermotif rilakuma yang menggemaskan serta rambut agak berantakan. Pemuda cantik itu nampak masih mengantuk, ia menguap sambil meregangkan kedua tangannya.

"Joongie, kau sudah bangun?" aku tersenyum menyambut kehadirannya.

Mata Jaejoong memicing ke arahku. "Apa yang sedang Hyung lakukan di sini?" tanyanya dengan wajah heran. Senyumku lantas berubah canggung, sepertinya ia tidak mengharapkan aku berada di sini. Maksudnya kenapa aku masih ada di sini, bukannya pulang ke Korea. Setelah pembicaraan kami kemarin malam itu, kami baru bertemu lagi sekarang. Jaejoong mungkin beranggapan kalau aku sudah pulang karena kami sudah meluruskan masalah di masa lalu.

"Eomma mengajaknya sarapan bersama. Kau tidak keberatan kan? Sudah lama kita tidak makan bersama." Eomonie menjawab pertanyaaku, menyelamatkanku yang tadi sempat bingung mau berkata apa.

"Selamat pagi Jaejoongie." sapaku dengan senyum lebar. Kutarik kursi di seberang Jaejoong dan duduk di sana.

Tapi Jaejoong tak membalas senyumku, ia bahkan tidak menatapku dan langsung menarik kursi. "Kupikir Hyung sudah pulang ke Korea. Bukankah urusanmu denganku sudah selesai?" nah kan, benar dugaanku. Jaejoong ingin aku cepat-cepat menghilang dari hadapannya, membuat hatiku agak ngilu mendengarnya. Sebesar itu keinginannya untuk tidak lagi berurusan denganku?

Sulit bagiku untuk benar-benar memutuskan hubungan dengan keluarga Kim yang sudah kuanggap keluargaku sendiri. Bertahun-tahun aku merasa menjadi bagian dari keluarga ini sekarang Jaejoong begitu ingin mendorongku menjauh tentu saja aku sedih.

"Aku masih ingin di sini. Masih banyak waktu sebelum aku kembali pulang. Aku ingin mengunjungi beberapa tempat, Eomonie bilang dia mau menemaniku keliling Barcelona. Aku juga ingin melihat pameran lukisanmu. Kapan itu akan dilaksanakan? Kalau sempat aku akan berkunjung."

"Minggu depan. Hari sabtu." Jaejoong menjawab seraya menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Eomonie, kau pasti bangga dengan Jaejoong."

"Tentu saja. Aku tidak menyangka akhirnya kini bisa melihatnya menjadi pelukis yang hebat. Dulu padahal bagi Jaeoong melukis hanya sekadar hobi, sekarang lihat dia, debut sebagai pelukis profesional dan mengadakan pameran sendiri."

"Benar. Bukankah dulu Jaejoong lebih pintar di ilmu sains, kupikir mungkin dia akan menjadi ilmuwan atau peneliti. Sekarang siapa tahu ternyata dia sukses menjadi seorang pelukis."

"Aku yakin Jaejoon juga pasti bangga di surga sana. Terima kasih Yunho, karena kau Jaejoong menemukan impiannya."

Aku mengerjapkan mata, terperangah dengan ucapan Eomonie. "Aku?"

"Eomma!" tegur Jaejoong.

"Kenapa? Bukankah kau bilang pada Eomma, 'Eomma, Yunho hyung bilang lukisanku bagus. Katanya aku harus mengadakan pameran sendiri. Sepertinya aku ingin menjadi pelukis.' kau lupa?"

LavenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang