Ninth Lavender

2.9K 347 65
                                    

Aku membuka mataku perlahan saat sinar matahari masuk menimpa wajahku. Saat terbangun, kepalaku mendadak migrain, membuatku otomatis memegangi kepala. Dengan sekuat tenaga aku menarik tubuhku untuk bangun. Aku menghela napas dan terdiam selama beberapa jenak guna mengumpulkan nyawa dan kesadaran.

Mataku langsung terbelalak saat kilasan-kilasan adegan yang terjadi semalam langsung berkelebatan di kepalaku. Aku semakin mencengkram kepalaku lalu mengacak rambutku dengan brutal. Frustrasi, malu, sedih, semua bercampur aduk. Yah benar sedih, bukan senang karena telah menghabiskan malam bersama Yunho hyung.

Sedih karena dia melakukannya tanpa sadar. Sedih karena kami melakukannya bukan karena cinta. Sedih karena aku tidak bisa menolaknya dengan tegas, betapa bodohnya aku. Sedih karena…. karena…. dia menganggapku sebagai Jaejoon. Benar, semalaman dia mendesah, menyebut, dan meneriakkan nama Jaejoon.

Kau memang tidak tertolong, Kim Jaejoong.

Sekarang apa yang harus kulakukan? Bagaimana aku bisa menghadapinya nanti? Bisakah aku menghilang sekarang saja? Kutanamkan wajahku pada bantal sambil menangisi diriku sendiri.

Namun, jauh di sudut hatiku. Entah kenapa ada setitik kecil perasaan bahagia. Yah memang tidak membuncah tapi aku merasa di satu sisi aku tidak menyesali sama sekali dengan apa yang terjadi semalam. Apa aku sudah gila? Oh tentu saja, Kim Jaejoong.

“Kau sudah bangun?” aku terperanjat bukan main saat mendengar suaranya, aku melotot sambil terus menyembunyikan wajah. Tentu saja aku tidak berani menatap wajah Yunho hyung.

“Hmm…” gumamku pelan sambil menanti apa yang akan ia katakan selanjutnya.

Lalu samar-samar aku mendengar suara helaan napas darinya, membuatku tidak mengharapkan ia akan mengatakan hal yang baik. Aku sudah menduganya bahwa ia pasti akan mengatakan sesuatu yang akan membuatku semakin sedih.

“Jaejoong-ah, sebelumnya aku minta maaf atas apa yang terjadi semalam.” Kenapa? Kenapa dia harus meminta maaf? Aahh.. tentunya itu merupakan sesuatu yang ia sesali dan tidak diingakannya sama sekali. Aku tahu itu. “Dann, bisakah kau melupakan apa yang terjadi semalam? Anggap saja tidak terjadi apapun. Bagaimanapun juga itu sebuah kesalahan. Aku sedang tidak sadar dan melakukan tindakan bodoh. Mungkin karena aku terlalu merindukan Jaejoon. Maafkan aku.”

Aku sudah tahu. Aku sudah mendunganya. Tapi kenapa rasanya begitu sangat menyakitkan? Kesalahan katanya? Tindakan bodoh? Terlalu merindukan Jaejoon? Tidak terjadi apapun? Melupakannya? Dia pikir aku ini apa? Semudah ini ia menghancurkan hatiku hingga berkeping-keping, nyaris tak bersisa.

Mati-matian aku menahan tangisku walau itu tak ada gunanya karena air mataku tetap membasahi bantal. Astaga Tuhan, ini benar-benar menyakitkan. Lebih menyakitkan dari yang sudah-sudah. Seperti ada yang mencabik-cabik hatinya dengan paksa.

“Kau bisa membersihkan diri lalu sarapan setelah itu aku akan mengantarmu pulang. Aku akan tunggu di luar.” Itu ucapannya sebelum aku mendengar suara pintu dibuka lalu ditutup kembali  kemudian saat itu aku berteriak tanpa suara dengan membekap wajahku di bantal. Tapi tetap saja rasa sakit itu terus bersemayam di sana bahkan perihnya semakin menjadi-jadi.

Beberapa menit kemudian aku bergegas memakai pakaianku yang berserakan mengenaskan dengan cepat masih menangis cengeng. Lalu gerakanku terhenti saat melihat foto mesra Yunho dengan Jaejoon di nakas. Baru kali ini aku membenci Jaejoon. Aku boleh membencinya kan? Setidaknya untuk kali ini. Tapi kugelengkan kepalaku dan bergegas keluar dari kamar setelah membalik bingkai foto itu.

“Jaejoong? Kau sudah membersihkan diri?” aku tak menghiraukannya dan dengan langkah cepat segera menghampiri pintu apartemennya. “Jaejoong? Kau mau ke mana?” dari sudut mataku Yunho hyung lalu menghampiriku dengan cepat. Sampai aku akhirnya meraih gagang pintu, dia berhasil menahan tanganku. “Jaejoong-ah,” panggilnya.

LavenderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang