empat

67 16 7
                                    


Nina tiba di kamarnya dengan perasaan gembira. Perempuan itu tidak tahu apa ia akan bisa tidur dengan dada berdebar sekencang ini. Tapi tidak apa, Nina bisa terjaga semalaman, mengulang hari di benaknya, berulang kali, sampai pagi menjelang.


Sambil bersenandung riang, Nina melepas sepatu dan menaruhnya di rak, lalu menggantungkan tas di tempatnya dan berjalan setengah melompat ke ranjang dan merebahkan tubuh di sana. Nina tak bisa melepaskan pikirannya dari kata-kata yang diucapkan Jo tadi setelah Nina mendoakan malam yang baik bagi Joshua. "It's already great," katanya. Jo bilang malamnya sudah luar biasa. Nina tak bisa menahan senyumnya lagi, ia membiarkan jarak antara sudut-sudut bibirnya merekah sejauh mungkin, tak peduli itu membuat pipinya pegal. Lagi pula ia sudah sendirian, tidak perlu lagi menutup-nutupi perasaannya.

Ah... padahal Nina tidak berekspektasi setinggi ini saat ia berencana mengembalikan--

JAS JOSHUA.

Nina bangkit dengan cepat dan bergegas menuju tasnya yang tergantung di samping lemari seolah sedang mengejar kereta padahal tasnya tidak akan pergi ke mana-mana. Tapi tadi ia lupa mengembalikan jas Jo. Padahal itu adalah tujuan utama pertemuan mereka, bukan? Jo juga tak tampak ingat tentang jasnya. Mungkin keduanya terlalu menikmati kehadiran satu sama lain untuk mengingat benda yang tampak tak signifikan di hadapan waktu yang mereka habiskan bersama. Contohnya jas yang sampai sekarang masih terlipat rapi di dalam tas punggung Nina.

Nina mengambil ponselnya dan segera menelepon kontak Jo yang sudah ia dapatkan dari Angga. Nina bahkan tidak mendengarkan nada dering pertama berakhir saat suara Jo menggantikan statisnya. "Jo, can you come back?"

Tunggu... itu terdengar....

Di ujung lain telepon, Jo tertawa pelan. "Whoa... I didn't think you'd miss me this soon," kata Jo dengan nada playful.

Nina mendengus setengah tertawa. "You wish," kata Nina, kontradiktif dengan apa yang sebenarnya ia rasakan karena ia memang merindukan Jo secepat itu, hanya saja ia belum mau bilang. "Bukan itu, jas kamu."

"Oh iya..." sahut Jo dengan nada datar seolah ia juga kaget bisa melupakan tujuan awal mereka bertemu. "Belum ya?"

Giliran Nina yang tertawa. "Iya, ini masih ada sama saya. Kalau belum jauh putar balik aja, bisa nggak?"

"Hmm... how about you keep it? Kembaliin lain kali?"

Nina mengerjap. "Oh..." Nina tersenyum saat menyadari maksud Jo. "That was smooth."

Jo tertawa kecil, nada berat dan rendahnya membuat jantung Nina jungkir balik. "Okay?"

"Okay."

Setelah persetujuan Nina, keduanya terdiam. Tidak ada yang membuka suara. Hanya mendengarkan embusan napas yang terdengar samar melalui telepon, membayangkannya sebagai kehadiran satu sama lain tepat di sisi.

"Nina..." panggil Joshua, masih dengan suara rendahnya, seolah tidak mau ada yang mendengar selain Nina meskipun pada kenyataannya memang hanya Nina yang bisa mendengarnya.

"Hm?"

"I have one song in mind. One song that I would sing for you."

Nina tersenyum sendiri, mengingat janji yang belum sampai satu hari dibuat. "Lagu apa?"

"Judulnya Second Time, penyanyinya Bruno Major. Pernah denger?"

Nina memutar otak namun sepertinya ini kali pertamanya mendengar judul lagu atau penyanyi itu. "Belum."

"Saya suka lagu itu."

"Kapan kamu mau nyanyi lagu itu buat saya?"

"Saya bisa nyanyi buat kamu sekarang."

second time | jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang