"Wah, kau terlihat semakin cantik saat menantang semua orang. Kau juga terlihat sangat seksi ketika membelaku."
Jika bukan untuk ibunya, Jessy tak akan sudi meminta bantuan, apalagi bekerja sama dengan pria ini. Semakin lama, Tristan semakin menyebalkan dengan omong kosong yang keluar dari mulutnya. Entah bagaimana Jessy mampu menjalani hari-harinya bersama si menyebalkan ini, namun ia sudah memasrahkan diri.
"Arsen? Yang memukulku tadi, mantan kekasihmu? Aku merasa sedikit bersalah padanya. Kau tahu, dia seolah melesatkan seluruh amarahnya dalam pukulan tadi. Rahangku sering dihantam, tapi yang barusan benar-benar dahsyat. Aku rasa dia cemburu."
"Diamlah, Tristan! Apa kau selalu berisik begini?"
"Kadang-kadang. Tapi kau tahu, apa yang bisa membuatku diam ketika bicara?"
Enggan menjawab dengan lisannya, Jessy hanya melirik pemuda itu.
Tristan menyunggingkan senyuman, kemudian menarik Jessy yang sedang memindahkan pakaiannya ke koper, untuk menghenyak di pangkuannya. Tentu saja gadis itu memprotes, namun Tristan masa bodoh. Ia menyikap helaian rambut Jessy untuk diselipkan ke belakang, menyentuh bibir gadis itu dengan ibu jarinya.
"Tristan!"
"Sttt... ada yang menyaksikan kita."
Otomatis rontahan Jessy terhenti. "Siapa?"
Tristan tersenyum, yang tak Jessy sadari karena sibuk mengira-ngira. "Arsen."
"Benarkah?"
"Cium aku, Jessy."
"A-apa?"
Enggan berkata apapun lagi, Tristan menutup matanya. Jessy yang terlihat sedang dilema, entah mengapa menurut saja untuk segala permintaan yang Tristan tuturkan. Tangannya menangkup rahang kokoh Tristan, kemudian kepalanya mendekat untuk menyalurkan sebuah ciuman.
Lagi-lagi senyuman Tristan tersungging, jika Jessy seterusnya polos dan naif begini, mungkin akan menjadi keberkahan tersendiri baginya. Tak membuang kesempatan, ketimbang memasrahkan diri untuk diserang, Tristan juga mengambil andil dalam ciuman tersebut. Ia bahkan tak memperkenankan adanya sikap pelan-pelan dan santai. Ketika Tristan bergabung, hanya akan ada sensasi gila dan amat basah.
"Hhmmpp... Tristan..." Jessy mendorong tubuh pria itu, ketika merasakan mereka sudah begitu kelewatan. Jessy masih merasa sulit mengimbangi Tristan yang tegangan nafsunya jauh berada di atas.
"Ah!" peduli setan! Entah apa yang sudah terjadi, entah sihir apa yang menyerangnya, sehingga Tristan merasa begitu mendambakan gadis ini. Hanya tersisa sehari lagi, dan setelahnya ia akan memiliki hak penuh untuk melakukan apapun semaunya, dan selama apapun yang ia inginkan kepada Jessy, ketika gadis ini menjadi istrinya.
Dengan terburu, Jessy turun dari pangkuan pria tersebut. Ia menoleh ke arah pintu yang terlihat hampa tanpa penghuni. Jessy membuat spekulasi, "Kau menipuku?!" telunjuknya mengarah ke arah daun pintu yang terbuka.
Bukannya menjawab, malah Tristan membaringkan tubuh seraya menjadikan sebelah tangan sebagai tumpuan kepala. Senyuman manis ia curahkan, "Tadinya ia memang ada di sana. Mungkin sudah pergi?" kemudian menggidikkan bahunya.
Jessy menghembuskan napas jengah seraya menghapus sisa-sisa ciuman dahsyatnya dan Tristan yang baru saja terjadi. Sementara laki-laki itu melemparkan ciuman di udara untuknya. Dasar pria gila yang aneh!
❦❦❦
Usai mengumumkan rencana pernikahan mereka kepada keluaga Jessy, sekarang saatnya untuk mengatakan hal tersebut kepada keluarga Tristan. Laki-laki itu sudah menggiring calon istrinya ke kediaman yang menjadi tempat tinggalnya bersama sang ibu. Sejak tadi Jessy terdengar gelisah, namun Tristan yang merangkul pinggangnya untuk masuk, menyikapi hal tersebut dengan lembut. Baru beberapa langkah melewati ambang pintu, langkah Jessy terhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPERMAN (√)
RomanceIa kehilangan kehormatannya, ditinggalkan tunangannya, dibenci keluarganya. Jessy rasa ia telah mati sejak saat itu. Tapi Tristan menawarkannya kehidupan baru. Kehidupan yang berbeda, kehidupan yang tidak membiarkan Jessy menjadi seseorang yang lem...