Pernikahan yang direncanakan dalam sistem kebut itu sudah terealisasikan hari ini. Tristan resmi memiliki Jessy di depan hukum, agama, dan juga keluarga gadis itu. Pernikahan yang berlangsung tertutup, mengingat waktu yang begitu mendadak, berlangsung menegangkan bagi Tristan. Ini pertama kali baginya menikahi seorang gadis, meskipun ia dan Jessy tak saling mencintai lebih dulu sebelum memutuskan untuk menikah. Tapi yasudahlah, Tristan yakin, seiring berjalannya waktu, cinta juga dapat datang.
Mereka baru saja memijaki kamar pengantin yang telah disiapkan. Kamar biasanya yang Tristan pakai sendiri, nan memiliki nuansa casual dan polos, sudah disulam menjadi ruangan yang berdedikasi penuh romansa. Kelambu yang menjuntai, hiasan bunga-bunga yang terlihat berkelompok di beberapa sisi, sampai pada dua handuk putih polos yang tergeletak di ujung tempat tidur. Siapa lagi si perancang semua ini, jika bukan ibunya?
Melangkah mendahului, Jessy menyusun rencana dalam otaknya sendiri. Perasaan gugup lumayan dominan, ketika mereka sampai di kamar. Ia takut Tristan akan menagihnya malam ini, ia masih belum merasa mampu menyerahkan diri kepada laki-laki tersebut, meskipun lisannya sudah menjawab setuju dengan syarat yang satu itu. Paling tidak, jangan dalam waktu dekat. Jessy belum siap.
Aliran gugup menghantarkan hawa merinding yang membuat tubuh Jessy semakin gamang, ketika sebelah tangan Tristan melilit pinggul rampingnya. Senantiasa Jessy menunduk. Tolong, setidaknya biarkan ia tidur dengan tenang untuk malam ini saja.
"Ingin berendam bersama?"
Glup.
Tawaran macam apa itu? Bukannya ingin berpikir buruk, meski bagaimanapun, sekarang laki-laki ini adalah suaminya. Di awali dengan kegiatan berendam bersama, otak Jessy yang sudah tak polos lagi, mampu membayangi hal apa yang akan terjadi setelahnya jika ia mengiyakan ajakan tersebut.
"Eumm... sebetulnya aku tak terlalu suka berendam ketika sedang lelah. Aku lebih suka menghabiskan waktu mandi dengan cepat, lalu berbaring dan tidur," semoga Tristan dapat menyaring maksud omongannya. "hmm... h-hari ini cukup melelahkan, ya?"
Berusaha sekuat tenaga, Jessy membuktikan omongannya. Matanya yang sayu dan penuh harap, disampaikan kepada empunya. Tolong, jangan menagih itu sekarang.
"Habiskan waktumu untuk mandi lebih dulu, aku memiliki urusan sebentar."
Pada siapa Jessy harus berterima kasih? Raut lesunya seketika berubah semringah. Anggukan cepat diusung. "Baik! Aku akan mandi lebih dulu. Nikmati waktumu, Tristan." tubuhnya sudah beranjak untuk segera melangkah ke kamar mandi, namun pergelangannya ditahan lebih dulu.
Tristan dengan raut wajah agak tajam, bersuara dengan aura dominan yang ia miliki, "Jangan coba-coba tidur segera, hanya untuk menghindari kegiatan malam pertama kita."
Kedua kalinya Jessy harus menelan salivanya dengan susah payah. Masa bodoh dengan perintah itu. Ia akan tetap mencari cara, agar Tristan tak menyentuhnya malam ini. Bagaimanapun, Jessy masih ingin menatap dunia dengan senyuman esok pagi.
"Baiklah..."
❦❦❦
Tiga puluh menit berlalu. Sedari sepuluh menit lalu Jessy menyelesaikan urusan kamar mandi dan bersalin. Sekarang gadis itu sudah terbaring di atas ranjang tidur, setelah sempat menyingkirkan beberapa kelopak mawar yang tertera di sana. Entah di mana Tristan sekarang, sampai-sampai sejak pamit keluar tadi, pria itu belum menampakkan batang hidungnya juga. Jessy yang awalnya berpura-pura tidur akibat takut Tristan akan memaksanya berhubungan, sekarang juga telah tertelan betulan ke alam mimpi.
Gadis itu sudah meringkuk di hamparan empuk yang ia tiduri, menambah kesan indah pada ranjang yang telah didekor tersebut, karena Jessy jauh lebih asri di pandang, dari mawar-mawar yang tergeletak di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPERMAN (√)
RomanceIa kehilangan kehormatannya, ditinggalkan tunangannya, dibenci keluarganya. Jessy rasa ia telah mati sejak saat itu. Tapi Tristan menawarkannya kehidupan baru. Kehidupan yang berbeda, kehidupan yang tidak membiarkan Jessy menjadi seseorang yang lem...