CHAPTER - 01

252 16 1
                                    

Happy reading!
jangan lupa tinggalin jejak ya guys

Woodstock, Vermont, AS.
05.07 A.M.

Di pagi hari subuh yang masih gelap ini, dimana kebanyakan orang masih terlelap, tampak sebuah rumah tunggal yang dihuni oleh seorang wanita berparas sederhana.

Dia sibuk membuka-tutup lemari tempat penyimpanan persediaan makanannya.

Manik matanya dengan teliti menjelajahi setiap inci isi dari lemari berukuran sedang itu.

“Apa tidak ada sepotong roti lagi untuk ku hari ini?” gumamnya sambil memandangi lemari itu yang padahal dengan jelas-jelas kosong.

Ia menghela nafasnya kasar, sambil memegangi perutnya.

“Mungkin sudah nasib ku tidak sarapan untuk hari ini” ucapnya sambil mengelus perut ratanya.

Ia langsung saja meminum segelas air lalu meneguknya hingga tandas tak bersisa.

Setelah itu, mengambil tas slempang kecilnya kemudian langsung memakainya. Dirasa semua barang yang akan di bawanya tidak ada yang tertinggal, ia langsung saja memegang handle pintu dan membukanya. Keluar dari rumah kecil dan sempitnya itu.

Udara subuh memasuki indra penciumannya. Sangat segar dan fresh. Ia tersenyum di sela-sela menghirupnya.

Sangat menyegarkan. Begitu batinnya.

Ia langsung melangkahkan kaki jenjangnya untuk berjalan di sekitaran tumbuh-tumbuhan liar yang memang berada di sekitaran pagar rumahnya.

Hal itu biasa baginya, karena memang dirinya tinggal di sebuah kota kecil, ah bukan kota, melainkan desa.

Ia berjalan melewati ladang, sebuah Irigasi dan pohon-pohon tentunya.

Udara dingin sedikit menusuk tubuh mungilnya. Ia langsung saja merapatkan jaket yang dikenakannya dengan  memasukkan kedua tangannya kedalam jaket murahnya itu.

“Pantas saja jaket ini murah, ternyata saat di pakai tidak ada beda dengan baju kaos biasa yang aku kenakan” ucapnya sambil tetap mengeratkan jaketnya itu.

Ia mempercepat sedikit langkah kakinya, hingga akhirnya sampai juga di kawasan pemukiman warga.

Ya, rumahnya bisa dikatakan sedikit jauh dari pemukiman warga lainnya. Jadi dia harus rela subuh-subuh begini keluar hanya untuk sampai dengan tepat waktu di sebuah toko roti tempat dirinya bekerja paruh waktu.

Salahkan orangtuanya yang dengan tega membuat rumah jauh di pedalaman seperti itu. Ditambah lagi, ia harus tinggal sendiri. Ya, dia seorang yatim piatu.

“Elora!” panggil seseorang yang membuatnya langsung menoleh kearah si pelaku.

“Seperti biasa, kau selalu datang di pagi hari yang gelap ini” ucap seorang wanita yang seumuran dengannya.

Elora menyunggingkan senyum manisnya.

“Tentu saja, karena aku tidak ingin selalu telat sepertimu, Rena” ucap Elora sedikit menyebalkan.

Rena langsung mencebikkan mulutnya hingga menimbulkan tawa yang terdengar nyaring di telinga.

“Aku bercanda” katanya sambil menyunggingkan senyum manisnya.

Rena menganggukkan kepalanya, tanda bahwa ia juga mengerti jika memang Elora suka bercanda seperti itu.

“Lagi pula aku datang telat karena ada alasannya”

“Ya, alasannya karena kau selalu bangun kesiangan bukan” ucapnya sedikit terkikik geli.

“Tepat sekali” ucap Rena sambil menyengir lebar yang di balas putaran mata malas oleh Elora.

Accidentally LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang