1.MARSZELA

764 42 9
                                    

HAPPY READING

__________________________

Hari ini adalah hari yang paling di sesali. Karena tadi tidak memperhatikan waktu ketika mencari kucingnya, Zela sampai terlambat datang ke sekolah. Untungnya satpam sekolah berbaik hati setelah mendengar alasan bohong mengenai keterlambatan Zela dan mau membukakan pintu gerbang yang sebelumnya sudah tertutup rapat. Kedua manik mata cewek chubby itu kini bergerak was-was ke kanan dan kiri, jika masalah pertama ada pada satpam sekolah, maka masalah keduanya adalah guru bagian kesiswaan yang setiap pagi selalu berkeliling di koridor kelas--- sengaja mencari murid-murid yang datang terlambat untuk dihukum.

Zela mendesah ringan, langkah pendeknya terus bergerak cepat di sepanjang lorong yang lengang. Sampai ketika hendak menaiki anak tangga yang akan membawanya ke kelas, tas ransel navy perempuan itu di tarik dari arah belakang dengan keras membuatnya tergerak mundur dan hampir terjatuh kalau saja tubuhnya tidak langsung di tahan oleh seseorang.

Mata sipit Zela sontak membelalak kaget menatap sepasang mata beriris biru gelap yang sudah tidak asing lagi baginya. Satu tangan pemilik sepasang mata indah itu melingkari punggung Zela sedangkan yang tersisa memegangi tangan kanannya.

"NGAPAINN SIHH LO!! CAPER!!" Seruan Zela menggema begitu tersadar dari angannya.

"Masih pagi juga! Nggak ada kerjaan selain gangguin Zela?!" semprot Zela seraya membenarkan penampilannya yang sedikit berantakan. Sementara itu, kepalanya tertunduk untuk mengoreksi apa ia sudah rapi kembali atau belum.

"Suhu kepedean Lo turunin. Lo harus berterima kasih ke gue habis ini, bocah."

Tepat ketika Zela ingin memprotes lagi, mulutnya langsung di bekap dan tangannya ditarik cepat oleh cowok itu ke sisi lorong yang menghubungkan ke lapangan sekolah. Zela semakin tidak mengerti ketika anak laki-laki itu memberikan isyarat padanya untuk diam sebelum akhirnya bernafas lega lantaran seorang yang ditunggunya baru saja lewat ke arah kantor guru.

"Makasih buat apa?" tanya Zela, begitu cowok itu melepaskannya dan kembali melihatnya.

Zela sebenarnya tahu ucapan terima kasih yang harusnya ia ucapkan itu sebab Vikson telah menyelamatkannya agar tidak sampai bertemu Bu Sarini yang tadi berkeliling di koridor lantai dua. Jika tidak, Zela mungkin sedang dalam proses menjalani hukuman dari guru perempuan galak itu. Namun, jujur ia rada gengsi karena telah berburuk sangka dan meneriaki Vikson sebelumnya.

"Dasar lucnut, nggak tau terima kasih," gumam Vikson sambil berlalu. "Traktirin gue kalau gitu."

Zela tertawa renyah, "Iya-iya makasih ya Bang Vikson ganteeeng. Tapi traktirannya lain hari aja, Zela lagi nggak bawa uang banyak," kata Zela, mengekori Vikson.

"Kagak usah. Bercanda gue."

"Oh iya, gimana La?" tanya Vikson begitu sampai di anak tangga teratas, teringat sesuatu. Cowok tinggi itu melirik Zela yang kini berada di sisi kanannya.

Zela menoleh cepat. "Gimana apanya?"

"Tawaran gue kemarin," ujar Vikson. "Nenek emang, pikunan."

Zela tampak mengingat-ingat sesuatu. "Tawaran Zela mau gabung jadi anggota nari nya Bang Vikson?"

Satu pesan dari kakak sepupunya berisi tawaran untuk Zela bergabung dalam kegiatan dance yang sengaja dibentuk langsung melintasi ingatannya. Kegiatan itu sebenarnya tidak resmi, hanya untuk bersenang-senang, mengurangi stres dan depresi, dan masih banyak lagi. Begitulah buah yang dapat dipetik dari seni tari cepat yang Zela tahu dari Vikson kemarin. Tidak jarang juga grup dance rintisan Vikson di undang untuk menjadi bagian dari suatu acara, kemudian di beri upah.

MARSZELA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang