3. MARSZELA

2.5K 221 55
                                    

-HAPPY READING-

____________________________

Koridor kelas dua belas pagi ini kembali di isi suara perkelahian antara Mars dan Roger di dalam lingkaran murid-murid yang kerap tidak rela ketinggalan moment menegangkan ini. Roger lagi-lagi menyulut emosi Mars dengan mengatakan bahwa lelaki itu adalah murid sampah. Bahkan ia mengaitkan didikan kedua orang tua Mars yang buruk.

Silahkan saja kalau Roger ingin menghinanya sebanyak yang ia mau tetapi, jangan harap Mars mau menoleransi ketika nama baik kedua orang tuanya dicemarkan. Karena itu, kini cowok tinggi itu tengah menatap tajam ke arah Roger yang tengah tersungkur di samping tempat sampah kelasnya. Ada darah di kedua sudut bibir Roger. Sedangkan Mars, tidak memberikan kesempatan pada Roger untuk membalas.

Tak ada seorangpun yang berani bertindak lebih jauh karena larangan dari cowok angkuh itu sendiri. Ia tidak ingin terlihat lemah di mata siapapun juga.

"ZELAAA!!"

"Bangun! Lo gak bisa diam aja!"

"Bangun, La!"

Lavina memukuli punggung Zela, tidak terlalu kencang. Zela tidak kunjung bangun. Mulai dari pertama datang pagi-pagi buta ke sekolah sampai bel masuk yang sepuluh menit lagi akan berdenting. Mata Zela masih tertutup rapat. Lavina sampai heran sendiri, biasanya Zela tidak sesulit ini jika di bangunkan.

"Pasti yang berantem Roger, La," ujar Lavina lagi.

"BANGUN ZELA!!"

"Katanya Lo mau marahin Roger, karena kemarin gak minta maaf habis tindihin badan lo." Lavina mendengus saat Zela bergerak-gerak tidak nyaman.

Perempuan dengan panjang rambut sebahu yang di biarkan tergerai itu mengerang panjang. Sebenarnya dari awal Lavina memukul punggungnya Zela sudah sadar tetapi, ia benar-benar mengantuk pagi ini.

"Apa sih, Lav? Ganggu Zela tidur aja," erangnya. "Kemarin dia udah minta maaf kok ke Zela."

"Itu, kelas sebelah bikin rusuh lagi. Roger, La. Lo mau diem aja lihat anak-anak kelas pada keluar semua buat lihat Roger berantem? Kalau Bu Sarini datang terus Lo kena marah gimana? Lo kan ketua kelasnya?" tanya Lavina beruntun, menunggu kesadaran Zela kembali seutuhnya.

"Mereka udah balik itu, Lav," jawab Zela malas, fokusnya mengarah ke pintu kelas.

Lavina memperhatikan teman-teman sekelasnya yang berdatangan dari luar. Pasti perkelahian di luar sudah berakhir. Entah karena kedatangan Bu Sarini atau salah satu dari kedua cowok yang berkelahi itu ada yang kalah. Lavina mengangguk paham, ia rasa opsi yang kedua lebih tepat. Karena andaikan Bu Sarini, suara melengking wanita setengah baya itu pasti sudah terdengar sampai di tempatnya.

"Kenapa sih, La? Dateng-dateng langsung tidur? Lo habis begadang lagi?"

Zela mengucek kedua kelopak matanya lamban. "Iya, Zela baru tidur jam dua pagi tadi soalnya Bunda dapat pesanan catering banyak banget.

Bunda udah paksa Zela istirahat tapi Zela gak tega biarin Bunda kerjain semua sendiri, Lav," ucap Zela berat. Kantuk masih menyerangnya. Matanya sulit terbuka.

Lavina memang tahu kalau Bunda Zela adalah pengusaha catering. Tidak jarang Zela membantu Bundanya hingga berakhir seperti sekarang. Tetapi, Lavina rasa Zela tidak mungkin terus seperti ini karena keduanya akan menghadapi banyak ujian menuju kelulusan. Nilai Zela akan terus menurun jika setiap pelajaran matanya tertutup tidak memperhatikan.

"Kok gak nyari asisten aja sih, La?" Pertanyaan itu baru di lontarkan oleh Vikson hari lalu. Seringkali Lavina menanyakannya dan jawaban Zela pasti akan sama. Lavina jelas mengingatnya.

MARSZELA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang